Share

Bab 6. You're Really My man, Nathan

Sebuah restoran Thailand di Manhattan telah menjadi tempat di mana Aubree makan malam bersama dengan Nathan. Ya, sepulang dari toko perhiasan Aubree mengajak Nathan untuk makan malam di salah satu restoran Thailand yang cukup terkenal di Manhattan. Tentu Nathan terpaksa menuruti Aubree karena Nathan tak mau pusing berdebat dengan gadis aneh itu.

“Nathan, buka mulutmu.” Aubree mengarahkan sendok yang berisikan Tom Yam udang pada Nathan.

“Kau saja.” Nathan menyingkirkan sendok Aubree. Pria itu enggan menerima suapan dari Aubree. Padahal Nathan ingin sekali pulang setelah mengantar Aubree ke toko perhiasan. Namun, lagi dan lagi Nathan terjebak dengan gadis aneh ini. 

“Nathan, ayo buka mulutmu.” Aubree kembali mendesak Nathan agar pria itu mau membuka mulutnya. Memaksa adalah salah satu sifat Aubree. Well, gadis itu memang terkenal sangat keras kepala dan harus mendapatkan apa yang dia inginkan. Dalam hidup, Aubree tak pernah tidak mendapatkan apa yang dia inginkan.

Nathan mengembuskan napas jengah. Gadis aneh di sampingnya ini seharian telah berhasil membuat kepalanya nyaris pecah. Detik selanjutnya, Nathan membuka mulutnya dan menerima suapan dari Aubree. Tampak Aubree tersenyum melihat Nathan menerima suapanya dengan terburu-buru.

“Pelan-pelan, Nathan. Nanti kau tersedak,” ucap Aubree dengan anggun, dibalik wajahnya yang angkuh.

Nathan tak mengindahkan ucapan Aubree. Pria itu memilih melanjutkan makan malamnya sendiri. Dia tidak mau berlama-lama bersama dengan gadis aneh itu.

“Nathan, setelah kita menikah nanti kita akan tinggal di mana?” tanya Aubree seraya menatap Nathan.

“Tidak tahu,” jawab Nathan acuh.

Kening Aubree mengerut. Bibirnya memprotes. “Kenapa tidak tahu, Nathan? Pernikahan kita sudah tinggal di depan mata.”

Nathan mengumpat. Dia mengalihkan pandangannya menatap Aubree. “Di apartemenku. Kita akan tinggal di apartemenku. Cepat habiskan makananmu. Setelah ini kita harus pulang. Jangan banyak bicara.”

Aubree tampak kesal karena Nathan memintanya buru-buru menghabiskan makanannya. Padahal dia masih ingin berlama-lama dengan Nathan. Namun gadis itu memilih untuk menikmati makananya sembari terus menatap Nathan. Sepanjang makan malam berlangsung Aubree tak henti-hentinya menatap Nathan. Sedangkan Nathan malah memilih mengalihkan pandangannya tak mau melihat Aubree.

Tak berselang lama, ketika Nathan dan Aubree telah menyelesaikan makan malam mereka—Nathan langsung meminta pelayan mengantarkan bill mereka.

Dan ketika sang pelayan mengantarkan bill makanan mereka, Nathan segera mengeluarkan black card miliknya. Namun gerak Nathan terhenti kala Aubree menahan tangannya. Ya, gadis itu pun mengeluarkan black card-nya untuk membayar tagihan makanan.

“Biar aku saja yang membayar, Nathan.” Aubree berucap dengan nada anggun.

“Simpan kartumu. Kau ingin merendahkanku?” tukas Nathan dingin seraya menatap tajam Aubree. Pria itu segera memberikan black card miliknya pada pelayan untuk pembayaran bill.

“Aku hanya berniat untuk mentraktirmu saja. Lagi pula tadi aku yang mengajakmu makan di sini kan?” ujar Aubree masih dengan nada yang anggun. Gadis itu sedikit merapikan rambutnya. Memang apa salahnya membayarkan seorang pria? Terlebih pria yang sangat dicintai, dan diinginkannya. Bagi Aubree itu adalah hal normal. Uang bukanlah masalah bagi seorang Aubree Randall.

“Aku tidak suka ditraktir,” tukas Nathan dingin, dan datar.

“Memangnya kenapa tidak suka kalau aku traktir?” tanya Aubree seraya menatap Nathan. Gadis itu sedikit mendongakan kepalanya.

Percakapan itu terhenti sejenak kala sang pelayan mengembalikan black card milik Nathan. Pun Nathan segera menyimpan black card-nya ke dalam dompet. Kemudian pria itu berkata tegas, “Tidak pantas seorang wanita mentraktir seorang pria. Apa pun alasannya.”

Senyuman di wajah Aubree terlukis begitu indah mendengar ucapan Nathan. Dan ketika Nathan sudah lebih dulu bangkit berdiri; Aubree segera menyusul sembari memeluk lengan Nathan seraya berujar, “You're really my man, Nathan.”

Nathan menggelengkan kepalanya pelan. Dia tak mengindahkan ucapan Aubree. Detik selanjutnya, Nathan melangkah keluar dari restoran bersama dengan Aubree yang masih memeluk lengannya. Mereka melangkah menuju halaman parkir.

Namun saat Aubree tangah memeluk lengan Nathan; tiba-tiba heels Aubree tersangkut dengan jalanan yang sedikit tak rata. Aubree hampir jatuh. Refleks, Nathan dengan sigap menangkap tubuh Aubree yang hampir jatuh itu.

“Hati-hati, Aubree. Gunakan matamu dengan baik ketika berjalan,” tukas Nathan dengan nada penuh peringatan.

Aubree tersenyum. Gadis itu semakin mengeratkan pelukannya sembari berbisik, “Selama ada kau di sisiku maka aku yakin aku tidak akan terjatuh, Nathan.”

“Kita pulang sekarang. Berlama-lama di sini otakmu semakin tidak waras.” Nathan membuka pintu mobilnya, lalu dia mendorong tubuh Aubree masuk ke dalam mobil. Pun Nathan segera masuk ke dalam mobil. Tak mau berlama-lama, Nathan mulai melajukan mobilnya meninggalkan restoran itu.

Sepanjang perjalanan keheningan menyelimuti dalam mobil. Malam yang semakin larut. Beruntung pencahayaan jalanan di Kota Manhattan sangatlah baik. Hingga membantu mobil yang dilajukan Nathan.

Tanpa sengaja, Nathan melirik ke samping melihat ke samping—embusan napas kasar Nathan terdengar melihat Aubree yang tengah tertidur pulas. Nathan berdecak. Dia ingin membangunkan, tapi ini masih baru setengah jalan. Lebih baik seperti ini. Aubree tertidur, dan dirinya tak mendengar suara berisik gadis aneh itu. Nathan kembali fokus melajukan mobilnya. Pria itu menginjak pedal gas menambah laju mobilnya.

Hingga tak lama kemudian, mobil Nathan mulai memasuki gerbang mansion Keluarga Randall. Terlihat para penjaga membungkukan badannya kala melihat mobil Nathan memasuki mansion.

Saat mobil Nathan terparkir, pria itu mengalihkan pandanganya menatap Aubree. Ya, gadis aneh itu masih belum juga bangun. Padahal tadi Nathan melajukan mobilnya dengan kecepatan yang cukup kencang tapi tetap tak membangunkan gadis itu.

“Aubree … bangunlah. Kau sudah sampai di rumahmu.” Nathan menepuk bahu Aubree membangunkan gadis itu. Namun, sayangnya Aubree tak kunjung bangun meski Nathan sudah mencoba membangunkannya.

“Aubree … bangun.” Nathan kembali berusaha membangunkan gadis itu tapi hasilnya adalah nihil. Aubree tetap tak kunjung membuka mata.

Nathan berdecak seraya mengumpat kasar. Dia tak mungkin meminta penjaga menggendong Aubree. Gadis ini saja memakai pakaian seperti nyaris telanjang. Dengan raut wajah terpaksa, Nathan membuka seat belt Aubree. Lalu dia hendak menggendong Aubree. Namun, gerak Nathan terhenti melihat belahan dada Aubree yang terekspos begitu jelas. Ukuran menantang membuat Nathan mengumpati menampilan Aubree. Embusan napas Nathan berat. Melihat dada bulat Aubree yang menggoda. Segera Nathan mengalihkan wajahnya. Pria itu tidak mau melihat Aubree.

Kini Nathan turun dari mobil seraya menggendong tubuh Aubree gaya bridal—memasuki rumah. Tepat di saat Nathan masuk ke dalam rumah; Delina—ibu Aubree berada di ambang pintu.

“Nathan?” tegur Delina yang sedikit terkejut melihat Nathan menggendong Aubree.

“Aubree tertidur. Aku sudah membangunkanya tapi dia tidak juga bangun,” jawab Nathan menjelaskan.

Delina tersenyum hangat. “Baiklah, kamar Aubree ada di lantai empat sebelah kanan, Nathan. Terima kasih sudah menggendong Aubree.”

“Aku permisi.” Nathan sedikit menundukan kepalanya menghormati Delina. Lalu pria itu melangkah menuju kamar Aubree. Pun Delina terus melukiskan senyumannya kala melihat Nathan menggendong Aubree.

Saat Nathan tiba di depan kamar Aubree, dia segera masuk ke dalam kamar Aubree. Aroma rose mulai tercium di indra penciuman Nathan kala pria itu memasuki kamar Aubree. Nathan mulai melangkah menuju ranjang—lalu dia membaringkan tubuh Aubree ke atas ranjang. Tampak Aubree masih tertidur begitu pulas. Bahkan ketika Nathan sudah memindahkan tubuhnya, Aubree masih tetap tak kunjung membuka mata.

Napas Nathan semakin memberat melihat pakaian Aubree yang benar-benar terbuka. Pria itu segera menyelimuti tubuh Aubree. Entah fashion apa yang diikuti oleh gadis aneh itu tapi penampilan Aubree sama seperti dengan nyaris telanjang.

Detik selanjutnya, Nathan hendak melangkah pergi. Namun gerak Nathan terhenti kala tiba-tiba Aubree melingkarkan tangannya memeluk lehernya. Nathan tergelak terkejut. Meski memejamkan mata tapi gadis itu masih bisa memeluknya.

“Nathan … aku mencintaimu.” Aubree meracau mengigau dengan mata yang masih tertutup.

Nathan berdecak. Gadis aneh itu bahkan bisa-bisanya mengucapkan cinta saat tertidur. Nathan segera melepaskan tangan Aubree yang melingkar di lehernya. Awalnya Nathan kesulitan karena Aubree memeluk lehernya begitu erat. Namun, perlahan Nathan bisa melepaskan tangan Aubree yang melingkar di lehernya itu.  

“Tidurlah, aku harap besok otakmu sudah jauh lebih waras dari hari ini.” Nathan bergumam pelan. Kemudian, pria itu bangkit berdiri dan melangkah pergi dari kamar Aubree.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status