Hai! Aku Chelsea Issland.
Besok adalah hari pernikahanku dan malam ini tunanganku mengundangku untuk datang ke rumah pengantin baru kami.
Aku ingin tampil menawan malam ini. Karena dari yang kudengar dari beberapa teman cewekku bahwa beberapa calon pengantin pria akan ngasih surprise untuk calon pengantin wanitanya semalam sebelum hari pernikahan. I guess that’s the trend now.
‘Kira-kira, Jefri menyiapkan event surprise yang kayak apa ya?’ Aku tidak bisa membendung kegiranganku.
“Nona, apakah mungkin Tuan Jefri menyiapkan sebuah kalung berlian merah muda untuk anda? Aku dengar kalung itu lumayan terkenal.”
“Oh my. kalung berlian pink? kayaknya berlebihan deh buat aku. Aku akan senang dengan apapun yang ia siapkan. Hehehe.”
“Aw~ saya senang banget buat anda, nona.”
Jefri adalah hal terbaik yang bisa aku miliki. Aku tidak pernah merasakan keberuntungan seperti ini seumur hidupku sebelumnya.
-
Tapi, ia tidak menyangka hal itu akan memberinya sebuah trauma sebagai gantinya.
Di sana, di kamar utama rumah pengantin barunya, ia melihat seorang pria dan seorang wanita dengan rambut cokelat lurus berbaring miring di atas kasur dengan kakinya terbuka lebar dan mengerang dalam kenikmatan yang mendalam.
Dan pria itu, berdiri di antara kedua kakinya. Memasukkan semua miliknya ke dalam diri wanita itu.
Wanita itu melingkarkan lengannya di leher si pria. Dan bibir merahnya mencium bahunya. Wanita berbibir merah melihatnya sedang mengintip melalui celah pintu kamar yang terbuka, lalu menyeringai.
Di mata Chelsea, Jefri tampak bergairah menikmati belaian wanita itu.
“Mhm, hmm, haa, Jeff, stop. Besok adalah hari pernikahanmu, ehm,” ucap wanita itu dengan nafas terengah.
“Sssh. Nikmati waktu kita, Hals. Jangan terusik dengan hal tidak penting itu!” Jeffrey mengerang keras.
“Hehe, bagaimana bisa kau mengatakannya seperti itu? Saat kau menikah, kau akan melakukan ini dengan istrimu, my sister.”
“Haah, jangan membuatku membayangkan hal yang menjijikkan seperti itu di momen kayak gini. Dia adalah wanita yang kering dan tidak asik. Setiap kali aku membukanya, aku mencium bau amis seperti bau ikan mati di pasar.”
“Gosh, Jeff. Bagaimana bisa kau mengatakannya seperti itu tentang kakakku? Dia pasti akan sedih jika mendengarnya, haah.”
Chelsea telah mendengarnya dengan lantang.
“Sst, baby. Fokuskan bibirmu hanya pada tubuhku.” Jefri mengeluarkan erangan menggerutu sambil menyeruduk barangnya jauh ke dalam wanita itu.
Chelsea pecah berkeping-keping. Tubuh mungilnya bergidik menyaksikan adegan itu terjadi di ranjang pilihannya.
Dadanya sesak. Seperti ada dinding yang menekan tubuhnya dari segala arah. Ada sesuatu yang buruk yang mulai merambat naik ke kerongkongannya dari her twisted stomach.
Dia yakin akan pingsan, atau stidaknya muntah, seumpama ia tetap berada di tempat itu mendengarkan suara menjijikan mereka. Dia menyeret kakinya untuk pergi dengan energi yang tersisa.
Hatinya menangis pilu, tapi matanya kering sekering gurun.
Tidak pernah sekalipun terbesit dalam pikirannya bahwa tunangannya akan tidur dengan adiknya, yang selalu ia sayang sepenuh hati sedari kecil, Halsey. Bahkan di malam sebelum hari pernikahan mereka!
‘Beraninya mereka!’
Ia ingin menyeret dua orang itu berlutut di bawah kakinya, tapi!
‘Tidak apa. Ini bukan masalah besar. Seorang wanita anggun yang berpendidikan tidak mudah terbakar api cemburu. Aku harus menjaga ketenanganku dan keanggunanku.’
Chelsea menggigit bibir bawahnya dengan keras seraya mengulangi ucapannya sendiri di dalam kepalanya.
‘Yeah, it’s gonna be okay. Jefri akan menikah denganku besok anyway. Bahkan ibunya menyukaiku. kita akan menikah pada akhirnya.
Saat dia membuka pintu, ia melihat Betsy, pelayannya, berkedip bingung.
“Mengapa anda sudah keluar, nona? Di mana tuan Jefri?”
“Betsy, aku- ugh,”
“Nona! What happened?” Betsy memapah Chelsea yang lemas untuk masuk ke dalam kereta kuda yang menunggu di depan gerbang rumah.
“Nona?”
“Tidak ada apapun. Hanya tiba-tiba aku merasa lelah. ayo pulang.”
“Oh, uhm, saya mengerti.” Wajah Betsy seperti melemparkan banyak pertanyaan tapi ia urungkan dan menuruti permintaan Chelsea.
Chelsea menutup korden jendelanya. Ia tidak sanggup melihat ke arah rumah itu lagi.
Dia berniat mengubur kejadian mencengangkan ini untuk dirinya sendiri. Tidak ada seorang pun yang boleh mengetahuinya, bahkan Betsy, pelayan terdekatnya. Hanya dirinya yang harus menyelesaikan segalanya.
Ini bukan hal yang asing dalam hubungan pria dan wanita, terutama di lingkup bangsawan. Banyak bangsawan yang menjalani perjodohan untuk tujuan politik sehingga mencari kepuasan dari orang selain pasangan resmi mereka.
Dia hanya tidak menyangka bahwa ini akan terjadi padanya juga bahkan saat dirinya hendak menikah karena cinta.
‘Apa yang membuatmu tidak puas denganku, Jeff? Aku menyimpan all of my first hanya untukmu, but what? Dry? Amis seperti ikan di pasar? Bagaimana bisa kau mengatakan itu semua?!’ Dia mencekeram gaun mahalnya.
‘Aku sengaja tidak bermain-main seperti kebanyakan wanita untuk menghormati perasaannya, tapi setelah mendengarnya, itu membuatku menyesal karena tidak berlatih terlebih dahulu! Aku juga bisa bermain-main bersama pria lain!’
Dia mengusap dahinya yang berkeringat dengan penyesalan. ‘Ugh, apa yang barusan aku katakan?.’
Ia tidak percaya bahwa ia baru saja berpikir hal-hal yang buruk sebagai seorang nona yang seharusnya menjaga kehormatannya.
“Nona? apa kau begitu kesakitan? oh tidak, apa yang harus kulakukan? Pertama, silakan minum terlebih dahulu.” Betsy menyodorkan sebuah gelas berisi air untuk Chelsea.
“Makasih, Bets,” Chelsea meneguk segelas air hingga tetes terakhir, lalu menyerahkan gelasnya kembali kepada Betsy.
Ia tidak menyangka bahwa segelas air yang baru saja ia teguk malah membawanya ke suatu tempat asing, bukan rumahnya.
“Uh, uhm, di mana ini? Ini- bukan rumah. Ugh, kepalaku… spinning. Bets? Di mana kita?”
“Udah mabuk aja?” Tanya seorang pria berkulit gelap dan badan kurus, yang kemudian menarik tubuh lemas Chelsea ke dalam pelukannya.
“Yeah, dia pasti syok banget sehingga tidak menyadari keanehan rasa air yang tadi kuberikannya. Bahkan dia menghabiskannya sampai tetes terakhir, geez.” Betsy memijat lehernya dengan ekspresi kesal.
“Tch, akan lebih menyenangkan jika ia sedikit sadar saat aku memainkannya. But, aku tetap akan menikmatinya.” Said the man with senyum nakalnya.
“Hah. Kau harus melakukan your job well after menerima the money I gave you. Kapan lagi kau bisa mendapatkan uang secara cuma-cuma untuk menikmati seorang lady, right?”
“Yeah. I’ll savor her bit by bit. Now you go, hush.”
Betsy furrow her brow. “I’ll go, you lowly thing! Do jor job right!”
Saat Betsy hendak berpaling, tangannya ditahan oleh tangan Chelsea.
“Bet…sy? Di mana ini? Kau hendak pergi ke mana?” Chelsea’s words are slurred as she’s so drunk.
Betsy melepas cengkeraman Chelsea di lengannya dengan nafas kesal. Lalu menyunggingkan senyum yang dibuat-buat.
“What do you mean where, milady? Kau yang memintaku untuk membawamu ke sini. Selamat menikmati malammu.”
“Bet…sy? Where- uph-” Chelsea digendong oleh pria itu untuk masuk ke dalam sebuah gedung dengan tulisan motel di bagian depannya.
Betsy masuk ke dalam carriage, lalu melihat Chelsea menghilang ke balik pintu motel melalui jendela. Saat Chelsea sudah tidak terlihat, Betsy menyuruh the coachman untuk pergi.
“Let’s not meet each other again sampai besok lusa, milady.”
Saat the man pergi ke kamar mandi, Chelsea bangkit. Dia mengusap matanya, lalu mulai meraba-raba sekitar. Ia turned her head as she mendengar suara air dari arah kamar mandi yang menyala. Ia juga mendengar suara pria humming di dalamnya. Chelsea turun dari ranjang dan berjalan sempoyongan ke jendela. Saat ia membuka korden jendela, ia melihat lampu warna-warni menyala di area jalanan di depannya. Ia juga melihat beberapa wanita dengan dandanan menor berjalan lalu lalang dengan menggandeng pria. Chelsea berpikir keras untuk beberapa saat, lalu ia sampai pada sebuah jawaban. “This… is red light district, huh?” ‘Aku pasti sudah gila! Apa aku sungguhan datang ke seorang male escort untuk balas dendam kepada Jeffrey? Am I that desperate untuk membuktikan pada Jeffrey bahwa aku juga bisa menikmati kesenangan semacam ini?! Stupid me!’ Chelsea sedang tidak dalam keadaan di mana ia bisa berpikir jernih. Ia tidak berpikir bahwa ada orang lain yang menempatkannya di posisi itu, dan malah me
Setelah sebulanan diteror Cherish yang hampir setiap hari menelpon untuk membacakan mantra kutukan biar Chelsea enggak dapet kerjaan, akhirnya harapan Cherish kesampaian. Kalau dihitung-hitung, kerja jadi nanny lumayan juga. Enggak perlu bingung tidur dan makan di mana, karena kata Cherish, fasilitasnya udah dipenuhi semua termasuk kamar pribadi untuk nanny. Jadi, Chelsea udah enggak perlu numpang Om dan Tantenya lagi, meski harus balik ke Jakarta. Di tambah, si bocah sembilan tahun itu memang kelihatan lucu menggemaskan dari foto yang dikirimkan Cherish sebagai umpan ke Chelsea yang emang lemah dengan yang imut-imut. “Gue tunggu di Jakarta beibiiih!” Sorak ria Cherish dari seberang panggilan. Yang Chelsea lewatkan adalah tawa iblis seorang Cherish setelah menutup panggilan teleponnya. “HeheheuahaHAHA!” Tangan Chelsea mengepal rapat-rapat. Giginya gemeretak. Kupingnya menyembur merah seraya lipatan di keningnya menebal. Chelsea mengatur nafasnya satu-satu. Lalu mengambil nafas dala
“Ugh! Uph! Huuup!” Sosok itu hendak bicara namun Chelsea lebih dulu menyumpel mulutnya dengan kaos kaki yang baru saja ia copot. ‘Sial! Baru juga semalem di sini, langsung ada yang nerobos gini?! Keluarga tajir emang beda dramanya.’ Batin Chelsea kesal, seluruh tubuhnya sibuk menahan, memukul dan membekuk sosok pria di hadapannya. Chelsea jadi teringat pesan singkat Pak Darwin tadi siang. Kalau Chelsea harus jeli dan gesit dalam melindungi Ares dari pihak yang berniat menyakiti Ares. Wanita itu membanting tubuhnya ke atas si penyusup. Membiarkan bobot tubuhnya melakukan fungsinya: meremukkan rusuk si penyusup. Si penyusup meronta. Berusaha meloloskan diri, tapi di mata Chelsea dia lebih mirip kayak cacing digaramin. Chelsea menyeringai iblis. Bola mata si penyusup gemetar panik. Bergerak ke segala penjuru ruangan seolah mencari pertolongan, yang tentu saja: enggak ada. Chelsea bergegas menuju interkom. “Gila! Siapapun kamu, enggak akan aku biarin nyakitin tuan muda, dasar sinting
“Jangan mikir yang jorok-jorok, ini urusan kesehatan. Kamu dibayar untuk momong Ares kan? Sekarang itu, mental Ares masih sama kayak anak usia sembilan tahun. Dia masih terguncang akibat kecelakaan, juga karena pas bangun tubuhnya udah beda. Bisa bayangin enggak tiba-tiba tubuhmu terasa beda dari biasanya? Kondisi Ares sekarang begitu. Jadi saya, dan kamu ini tugasnya bikin Ares bisa beradaptasi dengan tubuhnya sekarang.” Dokter Jefri mengetuk-etuk gagang kursinya. “Ini juga perintah Bu Presdir, biar Ares, CEO Siastone, bisa menghasilkan keturunan. Paham? Apalagi setelah 5 bulan bangun, cuma bagian seksualnya aja yang belum terangsang. Jadi, kamu kudu kerja sesuai bayaranmu.” Dokter Jefri kayak lagi nge-rap. Degup jantung Chelsea memburu. Perutnya melilit. “Buat sekarang ini, kamu perlu bikin barangnya Ares berdiri dulu lah. Itu dulu.” “Gimana caranya…. ?” Pertanyaan polos dari Chelsea bikin Pak Darwin dan Dokter Jefri tertegun. Keduanya saling melirik kikuk pada satu sama lain. La
Pak Darwin bilang kalau Ares itu rewel soal makan. Apalagi kalau moodnya lagi jelek. Beuh, susahnya pol-polan. Dan sialnya, mood Ares hari ini lagi jelek gara-gara insiden tadi malam.Biba udah nunggu Ares di depan kamarnya sejak Dokter Jefri dan Pak Darwin pamit. Tapi sampai hari berganti dan bahkan menjelang tengah hari, Ares enggak keluar-keluar dari kamar. Padahal sarapan udah nyampek dari tadi pagi.Biba ketok-ketok pintu tapi enggak ada jawaban. Biba nempelin kuping ke pintu pun enggak ada suara kedengaran. Karena kuatir, Biba nyoba buka pintu.“Permisi Tuan Ares, saya masuk ya?” Cklek. Cklek.Eh pintu dikunci dong dari dalem. ‘Gaaaah!’Setahu Biba, tadi malam Ares juga enggak makan karena makanan kemarin malam masih utuh di meja makan. Semuanya emang gara-gara Biba yang ketiduran!‘Jangan-jangan kemarin dia ke kamarku karena laper kali ya? Bego! Bego! Bisa-bisanya aku ketiduran terus nganggur
“Ke-keluar!” Sembur Ares gelagapan sambil menarik kakinya mundur.“Hatchi! Hatchi!” Biba bersin-bersin.Lalu matanya menyapu setiap jengkal ruangan. Hidungnya menangkap bau asam aneh yang menusuk-nusuk indera penciumannya. Di sisi kirinya, ada Ares yang masih berdiri gemetaran sambil pegang gagang interkom, canggung. Mukanya berangsur pucat.Biba buru-buru tiarap, sedang Ares tersentak.“Tuan Ares, nama saya Biba. Saya minta maaf soal kejadian semalam. Saya mohon maaf ya Tuan Ares. Saya bener-bener menyesal loh. Saya kira yang kemarin malem masuk kamar saya itu maling atau rampok. Makanya saya spontan melindungi diri. Mungkin Tuan Ares pikir saya ini banyak alasan, tapi saya mohon jangan pecat saya. Saya enggak punya rumah buat kembali, jadi saya mohon maafkan saya ya Tuan.” Biba mengemis.Biba masih di posisi setengah bersujud. Pandangan ditundukkan. Menggesekkan tangannya kayak mau bikin api di atas kepalanya.
‘Wait. Ares kudu gimana ini? Kalau Ares turun, takutnya kecoak bakal ngiterin Ares. Tapi kalau tetep di posisi ini, MALU! Gimana ini? Gimana ini?’Biba memandangi Ares yang kelihatan gusar. Lalu garuk-garuk kepalanya canggung. Dia pikir Ares bakal turun dari tubuhnya. Tapi Ares tetap di posisinya; menindihi Biba sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.‘Ini sampai kapan dia bakal ada di atasku? Apa dia enggak paham ya kalau posisi ini sensual banget? Haaa.’Karena cowok di hadapannya punya mental anak usia sembilan tahun, Biba enggak bisa serampangan menoyor tubuh Ares. Jadi Biba diem aja sampai Ares sendiri yang berinisiatif minggir. Hitung-hitung ngajarin Ares peka lah.Eh, kok Ares malah menurunkan tubuhnya. Mendekatkan wajahnya ke wajah Biba sedang Ares perlahan memejamkan matanya, dan Biba mendelik kebingungan. Hidungnya kembang kempis dengan nafas berat. Di sela-sela kebingungannya, Biba masih sempat mengagumi wajah Ares yang
Ares menghentikan kecupannya. Bola matanya gemetar panik seraya tatapannya bertemu tatapan Biba. Saat Biba mengangkat tangannya ke udara, Ares tersentak. Ares pikir, Biba akan memukul atau membantingnya. Tapi tangan Biba malah singgah di pipi Ares dengan lembut. Lalu membelainya. Mata Ares kedip-kedip.‘Ngapain dia? Kenapa enggak marah?’Meskipun Ares tahu kalau perbuatannya bisa bikin Biba marah besar, tapi dia enggak bisa berhenti. Ares terlanjur menikmati aktivitas ini yang bikin dia merasa jantan banget di depan Biba – yang dasarnya jantan(?). Ares merasa bangga aja bisa bikin orang nyeremin macem preman gini enggak berdaya dan tersaji pasrah di bawahnya.Saat Ares membelai pipi Biba, wanita itu tersipu, memancarkan senyum menggemaskan yang bikin Ares semakin hilang kendali.Ares menelan ludahnya. ‘Damn! Screw it!’Ares kembali memagut bibir Biba. Cup. Cup.“Buka mulutmu,” Ares memerintahnya deng