“Ugh! Uph! Huuup!” Sosok itu hendak bicara namun Chelsea lebih dulu menyumpel mulutnya dengan kaos kaki yang baru saja ia copot.
‘Sial! Baru juga semalem di sini, langsung ada yang nerobos gini?! Keluarga tajir emang beda dramanya.’ Batin Chelsea kesal, seluruh tubuhnya sibuk menahan, memukul dan membekuk sosok pria di hadapannya.
Chelsea jadi teringat pesan singkat Pak Darwin tadi siang. Kalau Chelsea harus jeli dan gesit dalam melindungi Ares dari pihak yang berniat menyakiti Ares.
Wanita itu membanting tubuhnya ke atas si penyusup. Membiarkan bobot tubuhnya melakukan fungsinya: meremukkan rusuk si penyusup. Si penyusup meronta. Berusaha meloloskan diri, tapi di mata Chelsea dia lebih mirip kayak cacing digaramin.
Chelsea menyeringai iblis. Bola mata si penyusup gemetar panik. Bergerak ke segala penjuru ruangan seolah mencari pertolongan, yang tentu saja: enggak ada.
Chelsea bergegas menuju interkom.
“Gila! Siapapun kamu, enggak akan aku biarin nyakitin tuan muda, dasar sinting! Ke anak kecil aja sampek ngirimin preman gini segala. Apa lo lihat-lihat?! Mau gue cungkil tuh mata?” Ancam Chelsea sok garang saat kedua mata saling bertemu.
“Halo, Pak Darwin? Pak, ada penyusup masuk ke rumah tuan Ares, tolong segera diamankan.”
Dengan segera bala bantuan berupa barisan pengawal berbadan kekar datang menyerbu rumah kayu itu. Langkah mereka gegabah. Kalau boleh hiperbola dikit, lantai rumah kayu itu bergetar kayak ada gempa.
“Itu penyusupnya!” Chelsea menunjuk sosok yang kini pasrah terikat di atas kasur.
Para pengawal berbadan kekar itu hanya diam melongo. Memandangi satu sama lain dengan muka bingung. Lalu serempak mendelik ke Chelsea.
“Tuan Ares!” Seru ke delapan pengawal bersamaan bak paduan suara, lalu bergegas mengendorkan ikatan si penyusup.
“Hmm? Tuan Ares?” Chelsea bingung.
“Nanny Chelsea, bisa tolong jelaskan kenapa tuan muda Ares digulung, diikat, lalu mulutnya disumpel dengan kaos kaki?!” Hardik Pak Darwin kepada Chelsea yang menciut di pojokan kamar.
‘Itu … tuan muda Ares? Mana ada dia bocah sembilan tahun?!’ Jeritan batin Chelsea bikin Cherish merinding di manapun dia berada saat ini.
***
Sejak kapan bocah umur sembilan tahun punya badan sebongsor itu? Perasaan, terakhir kali Chelsea ngecek bocah umur sembilan tahun di jalanan, mereka masih kecil dan menggemaskan. Masih haha-hihi enggak jelas sambil ngayunin sebungkus batagor di tangan. Apa Chelsea ketinggalan berita kalau jaman sekarang bocah umur sembilan tahun lebih cepat berevolusi? Atau karena dia anak Jakarta, makanya kelihatan lebih dewasa daripada anak kota pinggiran? Masa sih?
Perasaan di foto yang Cherish kasih, si bocah kelihatan kayak anak umur sembilan tahun pada umumnya. Masih lucu menggemaskan dengan badan yang mungil. Bukan yang tinggi dan jakunnya nonjol banget. Apa Chelsea keliru menangkap informasi dari Cherish? Perasaan ya enggak kok. Apalagi Chelsea sudah mengonfirmasi dengan Pak Darwin kalau yang akan Chelsea asuh adalah anak berusia sembilan tahun yang sempat koma di rumah sakit lumayan lama.
“Bentar,”
Kalau dipikir-pikir, Cherish lumayan sering ngedumel soal anak asuhnya yang kelakuannya masih kayak anak bermental sembilan tahun. Tapi keluhan Cherish Chelsea cuekin karena enggak masuk akal dan namanya juga anak-anak!
Kecuali jika, dia bukan anak-anak. Dan barulah sekarang Chelsea memahami betul apa maksud keluhan Cherish, dan kenapa Cherish enggak bisa dihubungi dari tadi!
“Tuan Ares koma di rumah sakit sejak usia sembilan tahun. Dan ketika beliau terbangun, beliau masih menganggap dirinya berusia sembilan tahun meskipun tubuhnya sudah berusia 22 tahun. Saya pikir Nanny Chelsea sudah paham dari informasi nanny Cherish, itu sebabnya saya tidak menjelaskan lebih detil.” Ungkap Pak Darwin, lalu menghela nafas.
“Tubuh Tuan Ares masih rapuh. Masih perlu terapi di rumah sakit. Tapi beliau diperlakukan seperti itu,”
Hati nurani Chelsea tersentil. Keringat dingin mulai membasahi kulit kepalanya.
“Apa Nanny Chelsea mau resign setelah tahu kalau Tuan Ares bukan anak-anak lagi?”
“Itu..” Chelsea memutar otaknya. Dia enggak bisa balik lagi ke Malang karena uangnya telah habis untuk keperluan berangkat ke Jakarta. Dia juga enggak ada tempat tinggal, boro-boro makanan. Chelsea kudu bikin keputusan bijak. Chelsea menelan ludahnya.
“Tidak pak, saya enggak akan resign. Saya akan menjalani tugas saya dengan baik. Jadi, mohon dimaafkan sekali ini saja pak. Enggak akan saya ulangi pak.” Chelsea menundukkan kepala.
“Pilihan yang tepat, Nanny Chelsea. Karena kalau Nanny Chelsea mau resign, harus membayar uang penalti kontrak. Ditambah biaya perawatan rumah sakit untuk Tuan Ares yang terluka gara-gara Nanny Chelsea.”
Chelsea tersentak. Lalu ngelirik tipis-tipis ke pria yang disangkanya penyusup.
“Jadi, dia Ares?”
Tubuhnya tinggi kurus dengan punggung sedikit membungkuk. Wajahnya juga tampak lebih kurus dengan tulang pipi lebih pipih dan menonjol. Kulitnya yang putih pucat membuat warna ototnya lebih menonjol.
Rambutnya berwarna hitam legam dengan potongan bergaya jamur dengan poni yang hampir menutupi mata. Meski sekilas, Chelsea sempat melihat warna bola mata Ares berwarna cokelat terang mendekati emas. Bola mata dengan tatapan dalam yang menenggelamkan.
“Huh?” Chelsea tersentak saat matanya bertatapan langsung dengan mata indah Ares.
Ares memelototinya tajam. Chelsea langsung membuang muka ke samping. Meski pandangan Chelsea dialihkan ke tempat lain, tapi dia bisa merasakan sorot mata Ares yang tajam kepadanya. Kalau tatapan bisa membunuh, mungkin Chelsea sudah dikubur sejak tadi.
“Tuan Ares, saya sudah memanggil Dokter Jefri kemari untuk memastikan Tuan baik-baik saja. Mari saya antar ke kamar, Tuan.” Tuntun Pak Darwin.
“Kalau mau mastiin Ares baik-baik aja, usir orang itu.” Ujarnya, dagu ditarik sombong ke atas. Chelsea semakin menundukkan pandangannya.
“Saya akan bekerja lebih baik lagi, Tuan Ares. Tolong beri saya kesempatan sekali lagi!” Chelsea setengah berteriak, mengingat ini satu-satunya cara agar bulan ini dia enggak kelaperan dan tinggal di bawah kolong jembatan.
Setelah Ares, Pak Darwin dan sekelompok pengawal turun ke lantai satu, Chelsea ambruk. Ia mengambil kembali nafasnya yang tersendat cemas. Menyesali perbuatannya yang asal percaya info dari Cherish tanpa mencari tahu kondisi lebih jelasnya. Juga menyesali perbuatannya pada Ares. Enggak seharusnya dia membanting atau menindihi tubuh Ares yang masih lemah.
Chelsea menjitak kepalanya sendiri. Dia takut memprediksi apa yang akan keluarga tajir ini lakukan kepadanya kalau tahu ada goresan barang sedikit di tubuh Ares, cucu dari Presdir perusahaan besar. Tetap saja, Chelsea bersyukur Ares tidak membentak lalu menyeret paksa dirinya keluar dari rumah.
‘Bentar, tapi kenapa Ares ada di kamarku ya?’.
Kedatangan Dokter Jefri membuat Chelsea semakin bertekad untuk melayani Ares dengan baik. Namun sebelum Dokter Jefri masuk ke kamar Ares, dia memerhatikan Chelsea dari ujung kepala sampai kaki. Lalu mendengus.
“Nanny baru?” Tanya lelaki itu, Chelsea mengangguk kikuk. Setelah pertemuan pertama yang mengintimidasi abis, Dokter Jefri masuk ke kamar Ares.
Di buku pedoman tertulis, kalau Dokter Jefri adalah teman semasa kecil Ares yang lebih tua tiga tahun darinya. Bu Presdir sendiri yang memilih Dokter Jefri sebagai dokter pribadi Ares karena kemampuannya serta hubungan dekatnya dengan Ares.
Pintu kamar terbuka. Dokter Jefri keluar dari dalam sambil mengacak-acak rambutnya.
“Kamu, duduk dulu.” Perintah Dokter Jefri pada Chelsea yang duduk dengan kikuk di sisi Pak Darwin.
“Hah, saya enggak bermaksud ngebully ya. Tapi dengan bobot badannya kamu, itu tulang Ares bisa remuk. Bisa membahayakan organ dalamnya semacam paru-paru, jantung dan lain-lain. Jadi saya minta tolong ya lain kali buat mikir sebelum bertindak.”
Chelsea mingkem semingkem-mingkemnya.
“Besok pagi kamu pastikan Ares makan. Coba buku laporan yang paling belakang itu dilihat. Di situ ada tabel, kamu harus nulis semua yang dimakan Ares, baik itu nasi atau cemilan. Paham?”
Chelsea mengangguk keras.
“Terus di halaman yang ada pembatas pink itu, kamu juga isi frekuensi aktifitas seksualnya Ares dalam seminggu itu ngapain aja. Hah, padahal motorik kasarnya udah hampir stabil, tapi kenapa cuma organ seksualnya yang enggak bekerja ya?”
“Apa perlu diperiksakan lagi, Dok. Barangkali karena kecelakaan …” Pak Darwin menimpali.
“Itu udah diperiksa dari awal, Pak Darwin. Enggak ada yang cedera dibagian itunya. Heran, kenapa enggak pernah berdiri sama sekali. Padahal menurut laporan nanny sebelumnya, Ares udah dikasih banyak stimulus ya kan Pak Darwin?”
“Kata nanny yang sebelumnya memang demikian Dok. Lalu apa kami perlu mengadakan terapi seksual khusus agar Tuan Ares pulih?” Pak Darwin menerawang, Chelsea ngawang sengawang-ngawangnya.
“Kamu, nanny baru. Dengar instruksi saya tadi kan?”
Chelsea terpatung, lalu memiringkan kepalanya dengan muka penuh tanda tanya.
“Hey, denger. Salah satu tugas kamu lainnya, itu memastikan alat seksual Ares berfungsi lagi.”
“Hah?!” Chelsea melotot ngeri.
“Jangan mikir yang jorok-jorok, ini urusan kesehatan. Kamu dibayar untuk momong Ares kan? Sekarang itu, mental Ares masih sama kayak anak usia sembilan tahun. Dia masih terguncang akibat kecelakaan, juga karena pas bangun tubuhnya udah beda. Bisa bayangin enggak tiba-tiba tubuhmu terasa beda dari biasanya? Kondisi Ares sekarang begitu. Jadi saya, dan kamu ini tugasnya bikin Ares bisa beradaptasi dengan tubuhnya sekarang.” Dokter Jefri mengetuk-etuk gagang kursinya. “Ini juga perintah Bu Presdir, biar Ares, CEO Siastone, bisa menghasilkan keturunan. Paham? Apalagi setelah 5 bulan bangun, cuma bagian seksualnya aja yang belum terangsang. Jadi, kamu kudu kerja sesuai bayaranmu.” Dokter Jefri kayak lagi nge-rap. Degup jantung Chelsea memburu. Perutnya melilit. “Buat sekarang ini, kamu perlu bikin barangnya Ares berdiri dulu lah. Itu dulu.” “Gimana caranya…. ?” Pertanyaan polos dari Chelsea bikin Pak Darwin dan Dokter Jefri tertegun. Keduanya saling melirik kikuk pada satu sama lain. La
Pak Darwin bilang kalau Ares itu rewel soal makan. Apalagi kalau moodnya lagi jelek. Beuh, susahnya pol-polan. Dan sialnya, mood Ares hari ini lagi jelek gara-gara insiden tadi malam.Biba udah nunggu Ares di depan kamarnya sejak Dokter Jefri dan Pak Darwin pamit. Tapi sampai hari berganti dan bahkan menjelang tengah hari, Ares enggak keluar-keluar dari kamar. Padahal sarapan udah nyampek dari tadi pagi.Biba ketok-ketok pintu tapi enggak ada jawaban. Biba nempelin kuping ke pintu pun enggak ada suara kedengaran. Karena kuatir, Biba nyoba buka pintu.“Permisi Tuan Ares, saya masuk ya?” Cklek. Cklek.Eh pintu dikunci dong dari dalem. ‘Gaaaah!’Setahu Biba, tadi malam Ares juga enggak makan karena makanan kemarin malam masih utuh di meja makan. Semuanya emang gara-gara Biba yang ketiduran!‘Jangan-jangan kemarin dia ke kamarku karena laper kali ya? Bego! Bego! Bisa-bisanya aku ketiduran terus nganggur
“Ke-keluar!” Sembur Ares gelagapan sambil menarik kakinya mundur.“Hatchi! Hatchi!” Biba bersin-bersin.Lalu matanya menyapu setiap jengkal ruangan. Hidungnya menangkap bau asam aneh yang menusuk-nusuk indera penciumannya. Di sisi kirinya, ada Ares yang masih berdiri gemetaran sambil pegang gagang interkom, canggung. Mukanya berangsur pucat.Biba buru-buru tiarap, sedang Ares tersentak.“Tuan Ares, nama saya Biba. Saya minta maaf soal kejadian semalam. Saya mohon maaf ya Tuan Ares. Saya bener-bener menyesal loh. Saya kira yang kemarin malem masuk kamar saya itu maling atau rampok. Makanya saya spontan melindungi diri. Mungkin Tuan Ares pikir saya ini banyak alasan, tapi saya mohon jangan pecat saya. Saya enggak punya rumah buat kembali, jadi saya mohon maafkan saya ya Tuan.” Biba mengemis.Biba masih di posisi setengah bersujud. Pandangan ditundukkan. Menggesekkan tangannya kayak mau bikin api di atas kepalanya.
‘Wait. Ares kudu gimana ini? Kalau Ares turun, takutnya kecoak bakal ngiterin Ares. Tapi kalau tetep di posisi ini, MALU! Gimana ini? Gimana ini?’Biba memandangi Ares yang kelihatan gusar. Lalu garuk-garuk kepalanya canggung. Dia pikir Ares bakal turun dari tubuhnya. Tapi Ares tetap di posisinya; menindihi Biba sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.‘Ini sampai kapan dia bakal ada di atasku? Apa dia enggak paham ya kalau posisi ini sensual banget? Haaa.’Karena cowok di hadapannya punya mental anak usia sembilan tahun, Biba enggak bisa serampangan menoyor tubuh Ares. Jadi Biba diem aja sampai Ares sendiri yang berinisiatif minggir. Hitung-hitung ngajarin Ares peka lah.Eh, kok Ares malah menurunkan tubuhnya. Mendekatkan wajahnya ke wajah Biba sedang Ares perlahan memejamkan matanya, dan Biba mendelik kebingungan. Hidungnya kembang kempis dengan nafas berat. Di sela-sela kebingungannya, Biba masih sempat mengagumi wajah Ares yang
Ares menghentikan kecupannya. Bola matanya gemetar panik seraya tatapannya bertemu tatapan Biba. Saat Biba mengangkat tangannya ke udara, Ares tersentak. Ares pikir, Biba akan memukul atau membantingnya. Tapi tangan Biba malah singgah di pipi Ares dengan lembut. Lalu membelainya. Mata Ares kedip-kedip.‘Ngapain dia? Kenapa enggak marah?’Meskipun Ares tahu kalau perbuatannya bisa bikin Biba marah besar, tapi dia enggak bisa berhenti. Ares terlanjur menikmati aktivitas ini yang bikin dia merasa jantan banget di depan Biba – yang dasarnya jantan(?). Ares merasa bangga aja bisa bikin orang nyeremin macem preman gini enggak berdaya dan tersaji pasrah di bawahnya.Saat Ares membelai pipi Biba, wanita itu tersipu, memancarkan senyum menggemaskan yang bikin Ares semakin hilang kendali.Ares menelan ludahnya. ‘Damn! Screw it!’Ares kembali memagut bibir Biba. Cup. Cup.“Buka mulutmu,” Ares memerintahnya deng
Ares terkesiap. Matanya mengerjap-erjap. Jarinya menelusuri bibirnya yang dingin dan kosong, kontras banget dengan momen hangat yang baru saja ia rasakan. Badannya terasa enteng, udah enggak bunyi kriyek-kriyek lagi pas bangun. Ares garuk-garuk kepalanya. Dia enggak menyangka kalau akan ada malam yang bikin dia bisa terlelap. Tanpa mimpi buruk kecelakaan waktu itu.Yaa, meskipun berubah jadi mimpi aneh yang bikin dadanya semriwing geli sampai sekarang. Tapi, lumayanlah.‘Woah. Untung cuma mimpi, Ares enggak mau barang Ares bengkak kayak gitu lagi. Hii.. tapi kok pantat Ares kayak basah ya?’Pas Ares cek celana pendeknya. Dia tertegun.‘Kok bengkak?! Hush hush.. kok barang Ares kaku kayak yang pas di mimpi? Apa ada yang sakit?! Aduh.. mama, papa, tolong Ares,’ Ares pikir dengan niupin barangnya bisa bikin bentuknya kembali menyusut seperti semula.Perkiraannya meleset.Selain menjumpai barangnya yang nunjuk dan b
Biba mondar-mandir di depan kamar mandi. Udah hampir setengah jam sejak Ares ngibrit ke kamar mandi buat mandiin barangnya dengan air dingin lagi, tapi Ares belum juga keluar. Biba heran, karena kata Dokter Jefri dan Pak Darwin, barang Ares enggak pernah berdiri sebelumnya. Tapi baru dua hari dia di sana, barang Ares udah tegang dua kali kok. Biba pikir mungkin ada laporan yang keliru, jadi dia telpon Pak Darwin lewat interkom. Eh enggak ada jawaban.Biba telepon Dokter Jefri, juga ditolak.Dia juga coba telepon Cherish dengan harapan biar dapet pencerahan dari senior. Tapi Cherish enggak ngangkat-ngangkat. ‘Ini cewek, pas ada maunya aja cepet banget angkat telepon. Huh!’Di dalam kamar mandi, Ares merendam dirinya dengan air dingin di bathtub. Dia enggak ngerti lagi gimana caranya bikin barangnya yang bermasalah(?) ini bisa balik lagi seperti semula. Padahal tadi pagi, cukup di-showerin aja udah langsung balik. Nah ini udah lama di-showerin, tapi ma
PAKK! Sebuah buku setebal kamus Bahasa Inggris menghantam kepala wanita itu. Bibir bawahnya ia gigit seraya menahan erangan kesakitan. Dia enggak pengen kelihatan manja di sini, bahaya.“Lu pikir dengan loncat dari satu klub ke klub lain, lu bisa sembunyi dari mata seorang Kalili?” hardik pria itu.“Sori bang. Tapi gue nggak bisa kerja gituan,”“Ha! Dasar lonte. Lu emang lebih suka jual diri lu ketimbang jadi pembantu kan? Padahal lu tinggal jadi nanny di keluarga itu. Main sama bocah itu, terus lu dapet bayaran dari mereka. Gue kan juga bayar lu dungu! Malah kabur. Sekarang balikin duit gue karna lu udah batalin kesepakatan.”“Bang! Yang gantiin gue itu temen gue. Gue dapet informasi dari dia bang, makanya… sama aja kan? Gue bakal tetep jadi mata-mata lo lewat dia,”“Temen lu ngerti situasinya?”“Ngerti bang. Udah gue bilangin dianya. Jadi lo tenang aja, dia bakal kasi