Menyesal Usai Bercerai

Menyesal Usai Bercerai

Oleh:  Ina R  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
3 Peringkat
35Bab
48.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Restu diam-diam memiliki wanita idaman lain, dan berencana akan menikah. Namun, siapa sangka kalau ternyata istri pertamanya tidak setuju untuk di poligami, dan memilih bercerai. Restu yang tak ingin berpisah melakukan berbagai cara agar Nilam tetap bertahan dengannya. Namun, keputusan Nilam sudah bulat untuk berpisah. Restu yang sudah cinta mati dengan selingkuhannya akhirnya menceraikan Nilam dengan syarat rumah, dan anak-anak menjadi miliknya. Namun, setelah semuanya terjadi Restu merasa begitu menyesal telah membuang berlian demi sebongkah tanah. Lalu, bagaimana kehidupan Restu setelah berpisah dari Nilam?

Lihat lebih banyak
Menyesal Usai Bercerai Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Isabella
ceritanya keren
2024-04-20 17:58:13
0
user avatar
Rahwi
syukak syekali......️
2024-03-08 12:49:37
1
user avatar
Agus Irawan
hai izin promosi. mampir ke Novelku judul" Kembang Desa Sang Miliarder" pena "Agus Irawan
2023-04-22 04:09:33
1
35 Bab
Pulang dari Dinas
"Nizam sama Ghazi sudah tidur?" tanya Mas Restu begitu dirinya sudah duduk di atas ranjang. Wajahnya begitu terlihat letih setelah pergi keluar kota selama satu Minggu kemarin untuk urusan pekerjaan."Iya, mereka sudah tidur. Mas pasti capek, aku pijitin ya!" tawarku sembari ikut duduk di atas ranjang.Mas Restu nampak mengangguk setuju. Aku pun mulai memijat tubuh Mas Restu dengan pelan, sesekali bertanya tentang pekerjaannya selama ia dinas."Gimana, Mas pekerjaannya?" tanyaku di sela-sela memijit tubuhnya."Ya Alhamdulillah, Lam lancar," jawab Mas Restu terlihat lesu. Nampaknya pekerjaannya kali ini begitu banyak menguras tenaga. "Kamu sendiri gimana pekerjaannya?" Mas Restu balik bertanya perihal rumah makan yang ku kelola."Alhamdulillah lancar juga, Mas. Bahkan setiap hari pengunjung bertambah ramai," jawabku antusias."Syukurlah kalau begitu," balas Mas Restu. Lalu, setelahnya Mas Restu terdengar bersendawa. Sepertinya ia masuk angin."Mas, masuk angin?" tanyaku khawatir."Enta
Baca selengkapnya
Lipstik
Hari masih pagi aku tidak ingin dirusak oleh prasangka-prasangka. Meski feelingku sebagai istri mengatakan itu bukanlah hadiah untukku, karena jelas sekali kalau lipstik itu bekas pakai.Aku memaksa tersenyum demi mencairkan suasana. Mas Restu yang tadi nampak begitu gugup seketika ikut tersenyum, ada perasaan lega di wajahnya. "Oh terima kasih ya, Mas. Mungkin perasaanku saja melihat lipstiknya seperti bekas pakai," sindirku masih dengan tersenyum."Mu-mungkin, Mbaknya terlalu bersemangat pas nunjukin hasil warnanya sampai di garis-garisin gitu ditangannya," terang Mas Restu sembari mempraktekan dengan tangannya, dan malah terdengar mengada-ngada."Oh mungkin juga, Mas," jawabku."Kamu suka gak warna lipstiknya?" tanya Mas Restu."Eum ... Suka kok, Mas."Tidak lama kemudian terdengar ponsel Mas Restu berdering. Mas Restu yang hendak memakai baju yang sudah kusiapkan di atas ranjang pun, menghentikan kegiatannya dan melihat ke arah ponsel yang tergeletak di atas nakas."Siapa, Mas?"
Baca selengkapnya
Curiga
"Jadi kapan, Mas akan jujur sama istrinya, Mas soal ...." Kalimat itu terjeda."Kenapa kamu taroh lipstik di koper, Mas?" Itu suara Mas Restu, entah siapa lawan bicaranya.Tidak terdengar ada jawaban, namun setelahnya terdengar derap langkah menuju ke arah pintu. Begitu pintu terbuka, Mas Restu begitu nampak terkejut dengan kedatanganku."Ni-nilam? Sudah berapa lama kamu di situ?" tanya Mas Restu terdengar gugup.Aku tersenyum, lebih baik aku pura-pura tidak tau apa-apa saja, karena aku juga tidak mendengar dengan jelas, jika aku langsung bertanya tentunya aku tidak aka menerima jawaban yang kuinginkan."Baru kok, Mas. Mau nganter bekal Mas yang ketinggalan." Aku menyerahkan bekalnya ke tangan Mas Restu. "Kenapa, Mas kayak takut dan panik gitu?" tanyaku pura-pura tidak tau apa-apa."Eum ... Gak apa-apa, ayo kita ke sana!" ajak Mas Restu sembari merangkul pundakku, sepertinya ia sengaja mengajakku menjauh dari ruangannya."Kenapa sih, Mas?" tanyaku masih dengan pura-pura tidak paham, d
Baca selengkapnya
Kedatangan Tamu
Tiba di parkiran aku segera masuk ke mobil, dan bersiap untuk segera pergi. Namun, tanpa sengaja aku melihat sesuatu yang membuat kecurigaanku semakin bertambah."Mas Restu? Mau kemana dia, lalu siapa perempuan itu?" Aku bertanya pada diri sendiri dengan begitu penasaran karena melihat mereka terlihat begitu akrab.Mas Restu berjalan ke arah mobilnya, sepertinya ia tidak menyadari jika aku masih ada di sini karena teralalu asyik mengobrol. Bahkan Mas Restu membukakan pintu mobil untuk perempuan itu."Mau kemana mereka? Bahkan ini belum jam makan siang, lagian aku juga sudah membawakannya bekal tadi?" Hati dan pikiranku begitu tak tenang. Lebih baik aku ikuti saja mereka.Begitu mobil Mas Restu keluar dari area parkiran, perlahan aku pun mengikuti mereka.Aku sengaja menjaga jarak beberapa meter dari mobil Mas Restu agar tidak ketahuan. Aku terlalu fokus memperhatikan mobil mereka hingga tanpa sadar lampu merah, dan aku terjebak di antara mobil lainnya, sementara mobil Mas Restu berb
Baca selengkapnya
Kerja Sama
Saat tengah sibuk melihat buku laporan bulannya tiba-tiba pintu di ketuk."Ya masuk!" ucapku.Ternyata Dela. "Permisi, Bu di depan ada yang mau ketemu, Ibu!" "Siapa?" tanyaku penasaran sembari menaikkan alis, karena jarang-jarang yang mau ketemu, kalau pun mau beli cukup dengan karyawan lainnya."Katanya Mike, Bu," jawab Dela."Mike?" tanyaku heran, siapa ya sepertinya aku tidak punya kenalan bernama Mike. "Ya sudah bilang tunggu sebentar," ucapku."Baik, Bu." Dela pun segera ke luar dari ruangan. Sementara aku membereskan berkas-berkasnya secara asal-asalan.Aku keluar, kulihat di pojok ruangan seorang lelaki yang tengah duduk, begitu melihatku ia langsung bangkit. Aku melangkah, mendekat pada lelaki tersebut."Saya Mike," ucapnya memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangan."Oh iya, saya Nilam," jawabku sembari menangkupkan kedua tangan depan dada, yang membuatnya menarik tangannya dengan canggung. "Maaf sebelumnya apa kita saling kenal?" Aku bertanya sopan, juga penasaran. Taku
Baca selengkapnya
Menyadap WA Restu
"Ni-nilam?" ucap Mas Restu gugup. Ia menatapku dengan wajah pucat seolah tengah kepergok maling."Su-sudah berapa lama kamu di situ?" tanyanya memastikan."Baru kok, Mas aku keluar mau ambil minum. Gak sengaja lihat, Mas di situ," jawabku santai sambil tersenyum.Mas Restu tersenyum lega, ketegangan di wajahnya sedikit hilang mendengar jawabanku."Oh gitu, mau Mas ambilin?" tawarnya yang menurutku terdengar tak biasa, karena aku merasa Mas Restu tengah mengalihkan kegugupannya."Gak usah, Mas," tolakku.Mas Restu tersenyum kikuk dan menggaruk-garuk tengkuknya yang kuyakin tak gatal, ia malah terlihat salah tingkah yang membuatku geli sendiri."Ya sudah kalau gitu, Mas ke kamar ya!" Mas Restu berjalan melewatiku."Mas!" panggilku.Mas Restu menoleh saat langkahnya sudah hampir mencapai pintu."Tadi aku gak sengaja denger soal transfer, siapa?" tanyaku masih dengan ekpresi santai."Ah i-iya, i-itu te-temannya, Mas mau pinjam uang," terbata Mas Restu menjawab, wajahnya nampak pias."Siap
Baca selengkapnya
Mengawasi Restu
[Nilam lagi, Nilam lagi kapan sih, Mas jujurnya aku capek kucing-kucingan kayak gini!]Apa maksud dari pesan ini? Bukankah, Mas Restu bilang kalau teman yang mau pinjam uangnya itu laki-laki? Terus apa maksudnya kucing-kucingan atau jangan-jangan ...?Astaga!Tungkai kakiku terasa lemas membayangkan jika apa yang menjadi kecurigaanku ternyata benar, bagaimana? Pesan kembali masuk dari, Mas Restu.[Sabar dong! Sebagai gantinya nanti Mas lebihin transfernya ya] [Bener ya, Mas dua kali lipat, soalnya aku juga butuh buat arisan] emotion merajuk.[Iya, jangan ngambek ya! Ntar Mas berangkat kerja Mas transfer ya!][Ah shiaap, bosqu] emotion k*s.Seketika tubuhku benar-benar merasa limbung, jadi selama ini kecurigaanku benar? Sudah sejauh mana hubungan mereka?Tidak lama kemudian, Mas Restu datang, tidak ada yang aneh dari sikapnya lelaki itu masih terlihat sama seperti hari-hari biasanya. Pintar sekali ia menyembunyikan kebohongannya, sekarang aku yakin kalau Mas Restu memiliki simpanan.T
Baca selengkapnya
Dibalik sikap manis
Sudah dua jam lebih aku di sini, seperti orang b*doh. Menunggu Mas Restu keluar untuk bertemu teman chatnya yang belum kuketahui jenis kelam*nanya itu.Namun, sampai saat ini belum ada tanda-tanda lelaki itu akan keluar, barangkali jam makan siang nanti. Rasa haus mendera, membuatku terpaksa untuk turun, beruntung ada pedagang keliling yang menjual air minum. Saat akan membayar minum yang memang tidak jauh dari lokasi kantor aku melihat Mobil Mas Restu keluar dari parkiran. Aku gegas melangkah ke mobil, jangan sampai aku kehilangan jejak, sia-sia sudah penantian ku beberapa jam yang lalu."Mbak kembaliannya!" teriak yang jual minuman."Ambil saja!" ucapku tanpa menoleh sembari mempercepat langkah.Aku segera masuk ke mobil, dan mengikuti mobilnya Mas Restu. Aku melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan, masih pukul setengah sebelas. Kenapa, Mas Restu keluar apa pekerjaannya sudah selesai? dan juga apa bosnya tidak marah?Aku bertanya-tanya pada diri sendiri sembari tetap fokus
Baca selengkapnya
Itu foto editan
"Apa, cerai? Kamu lagi gak bercanda, 'kan, Lam?" tanya Anya terkejut saat aku menceritakan permasalahan rumah tanggaku. "Diminum dulu coklat panasnya, biar kamu lebih tennangan dikit!" Anya menaruh dua mug besar berisi coklat yang masih panas terlihat dari asapnya yang masih mengepul."Makasih ya An! Kamu adalah sahabat terbaikku," ujarku sembari meraih mugnya, dan melempar senyum, Anya pun membalas tersenyum."Memangnya kamu sudah yakin dengan keputusanmu?" tanya Anya lagi.Anya adaalah sahabat sewaktu SMA dulu, dan sampai sekarang ini. Persahabatan kami semakin akrab saat tau kalau, Anak kami sama-sama bersekolah di taman kanak-kanak yang sama. Dari dulu sampai sekarang ini, kalau ada apa-apa kami sering bercerita dan berbagi, begitulah kekraban pertemanan ini, "Sepertinya itu adalah jalan terbaik, agar Mas Restu bisa bebas melakukan apa yang diinginkannya," ucapku pelan. "Kuakui perempuan itu memang cantik, dan muda," lanjutku lagi, merasa minder. "Paling juga cantik luarnya doan
Baca selengkapnya
Lelaki Egois
"Sudah berapa lama kalian berhubungan, Mas?" Aku tetap bersikap santai, seolah-olah baik-baik saja, meski sebenarnya dalam hati, aku begitu hancur."Ayolah, Lam jangan mudah percaya dengan hal begituan, ini zamannya digital, dan itu hanya editan," ujar Mas Restu ia masih tetap kukuh menyangkal. "Bagaimana mungkin, Mas bisa membohongimu!"Mendengar itu membuatku terasa muak, pintar sekali Mas Restu bersilat lidah, sudah ketahuan dan aku sendiri yang melihatnya langsung tetap saja ia ingin bersandiwara."Sudahlah, Mas kamu tak perlu menyangkal lagi. Apa bukti ini kurang cukup?" Setenang mungkin aku bertanya sembari menunjukkan galeri ponsel.Mata Mas Restu langsung terbelalak tak percaya, dengan susah payah ia meneguk saliva."Kamu masih mau menyangkal, Mas?" "Ja-jadi kamu ngikutin, Mas?" Terbata ia bertanya."Iya seharian ini aku ngikutin kamu, karena akhir-akhir ini aku menaruh curiga semenjak aku datang ke kantor mengantarkan bekal untukmu!" tegasku.Mas Restu mengusap wajahnya deng
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status