"Arion .... siapa dia?" gumam Jenna terlihat bingung karena belum pernah bertemu dengan wanita yang tengah berdiri di hadapannya. Arion menarik Jenna ke belakang tubuhnya. Matanya tajam menatap Catlya. Wanita itu sama sekali tidak pernah berubah, tetap menyebalkan dan selalu berbuat seenaknya. Anehnya dulu dia begitu memuja wanita itu, sebelum kedua matanya terbuka lebar dan menyadari Catlya hanya memanfaatkan dirinya. "Catlya ...." panggil Arion dengan nada suaranya yang kaku, lalu dia melanjutkan, "Perkenalkan, ini adalah Jenna. Adik kandungku." Kata-kata Arion berhasil membuat Catlya membuka mulutnya lebar. Dia lalu mendengus kesal karena telah bersikap gegabah dan memalukan. Dia menduga Arion pasti tengah menertawakan kebodohannya ini. "Ah ... adikmu." Catlya manggut-manggut dengan senyum pura-pura setelah berhasil menguasai dirinya. Selama ini dia pandai berakting, rasanya tidak sulit bila dia harus melakukannya sekarang. "Kau tidak pernah bercerita tentang adikmu ini." "Seb
"Ada banyak masalah yang aku hadapi saat itu. Tapi sekarang aku tidak ingin membicarakannya."Naomi bersandar di sofa, lalu menatap ke arah lain. Raut wajahnya terlihat sangat keruh. Hatinya seolah diiris-iris saat kembali teringat akan kejadian di masa silam."Apa yang pernah Arion lakukan padamu?"Jenna mendekati Naomi, dan menyentuh tangan Naomi. Naomi terkesiap, langsung membuat Jenna mundur ke belakang. Mata Jenna memindai wajah Naomi, mencoba mencari tahu rahasia yang disembunyikan oleh sahabatnya itu."Aku - pernah bercerita padamu." Naomi menjawab dengan terbata-bata, lalu menepis tangan Jenna sedikit kasar."Tapi aku merasa sepertinya kau masih memiliki satu rahasia yang belum kau ceritakan padaku." Jenna sengaja memancing Naomi. "Kami berdua tidak benar-benar menikah. Arion memilihku sebagai istrinya karena saat itu dia tidak memiliki wanita lain yang bisa dia nikahi," terang Naomi dengan mata berkaca-kaca. "Saat itu kami terpaksa melakukan pernikahan kontrak karena desakan
Senyum Naomi langsung sirna. Bibirnya terkatup rapat. Kepalanya mendadak pening. Rasanya dia mau pingsan."Naomi ...." Arion memanggil nama itu pelan. Tubuhnya mematung. Sama sekali dia tidak menyangka bisa bertemu dengan Naomi lagi setelah perpisahan mereka yang pahit. Tapi dia mampu menguasai emosinya dengan baik, tidak menunjukkannya pada Naomi. "Apa yang kau lakukan di sini?"Sekali dua kali Naomi meneguk ludahnya. Tangannya meremas erat ujung roknya. Pertemuan ini sangat mengejutkan, dan membuatnya seperti orang bodoh yang tidak mampu berpikir jernih."Aku ada sedikit urusan. Lebih tepatnya aku sedang menunggu calon bosku," tukas Naomi setelah berhasil menguasai emosinya, meskipun rasa gugup masih melingkupi dirinya. "Jangan bilang kalau kau adalah ...." Kata-kata Naomi menggantung di udara setelah dia menarik benang merah atas pertemuan tidak sengaja ini. Sungguh sulit dipercaya. Seharusnya dia mencari tahu informasi tentang calon bosnya terlebih dahulu sebelum menyambar tawara
"Aku harus menyampaikan ini padamu," ucap Naomi Waltz dengan pelan, dan hampir tidak terdengar. "Aku tidak bisa mengajak dia ke sini. Dia membatalkan niatnya untuk bertemu denganmu," kata Naomi pada Arion James, atasannya. Malam ini seharusnya dia membawa wanita bayaran itu menghadap bosnya. Tapi wanita itu seperti seorang pengecut. Kabur sebelum bertemu dengan Arion. Kini Naomi yang harus menerima konsekuensinya karena dia gagal melaksanakan misinya. Dia terpaksa datang ke penthouse Arion untuk menyampaikan kabar itu."Kenapa kau membiarkan dia pergi?"Arion berucap pelan sambil menatap tajam pada Naomi. Dia melangkah menghampiri gadis itu, lalu mengunci Naomi di tempatnya. Sejak dulu dia tidak pernah suka dengan kegagalan. Tapi malam ini asisten pribadinya itu justru mengecewakannya."Aku .... Aku tidak bisa berbuat apa-apa karena dia langsung pergi tanpa memberiku kesempatan untuk berbicara," jawab Naomi dengan suara bergetar. Naomi mundur beberapa langkah. Dia tidak berani menat
"Kau pasti tidak serius." Ellena James menggelengkan kepalanya sambil menatap tidak percaya pada Arion. Dia lalu ganti menatap gadis yang berdiri di depannya dengan tatapan tajam, menilai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Arion memiliki selera yang tinggi. Anaknya itu tidak mungkin ingin menikah dengan wanita yang terlihat biasa saja dan tidak menarik sama sekali."Tentu saja aku benar-benar ingin menikahi Naomi." Arion berjalan menghampiri Naomi, lalu merangkul pundaknya. "Tersenyum lah sedikit," bisik Arion di telinga Naomi.Mengikuti perintah atasannya, Naomi mengulas senyum semanis mungkin pada ibu Arion. Meskipun saat ini dadanya tengah bergemuruh karena pengumuman mendadak yang disampaikan oleh Arion, dia memutuskan untuk mengikuti sandiwara ini sementara waktu. Nanti, saat mereka tinggal berdua, dia akan meminta penjelasan pada Arion."Kenapa kau tidak bilang sebelumnya? Kalau begitu aku tidak akan repot-repot mengatur pertemuan dengan teman ibu," protes Ellena.Arion mengg
"Dua puluh juta dollar," guman Naomi pelan.Kemudian Naomi berjalan mundur. Mendadak tubuhnya menggigil kedinginan. Kedua tangannya secara otomatis bersedekap di depan dadanya."Bukan jumlah yang kecil," sahut Arion. "Aku tidak mungkin menerimanya." Naomi menggelengkan kepalanya cepat. "Itu sepadan dengan kontrak yang kau tanda tangani." Arion menatap wajah Naomi lurus. Semburat warna pucat tercetak jelas di wajah Naomi. "Duduk lah. Kau akan jatuh pingsan bila berdiri terus."Naomi menuruti perintah Arion. Dia menjatuhkan tubuhnya di atas sofa tidak jauh dari Arion. Kedua tangannya saling bertautan dan berada di pangkuan."Kau bisa mencari wanita lain yang mau menikah denganmu," ucap Naomi setelah berhasil menguasai dirinya."Aku hanya menginginkanmu. Tidak ada yang lain," tegas Arion dengan suara berat. Sorot matanya yang tajam langsung mengarah pada Naomi dan tepat mengenai jantung wanita itu.Bukannya merasa tersanjung karena Arion memilihnya sebagai istri, Naomi justru merasa be
"Apa kau sudah siap?"Naomi mengangguk. "Ya, aku siap."Tepat di hari yang telah ditentukan. Arion menjemput Naomi untuk pergi ke kantor catatan sipil bersama-sama. Selama beberapa saat Arion sempat terhipnotis oleh penampilan Naomi yang tidak biasa.Calon istrinya itu terlihat cantik dalam balutan gaun pengantin yang sederhana. Dia pun mencuri pandang untuk berlama-lama menatap Naomi. Setelah itu dia pun tersadar, langsung membuang pikirannya tentang Naomi, dan fokus pada tujuan mereka hari ini."Kedua mempelai silakan berciuman," ucap hakim yang menikahkan mereka setelah mereka dinyatakan sah sebagai sepasang suami istri.Awalnya Arion terlihat ragu-ragu. Tapi setelah itu dia menghampiri Naomi, lalu mendekatkan wajahnya di depan wajah Naomi. Pelan-pelan dia mulai mencium bibir istrinya. Hanya sebentar. Arion menarik kepalanya menjauh.Diam-diam Naomi menyentuh bibirnya. Ciuman singkat dari Arion masih terasa sangat jelas di bibirnya. Jantungnya pun berpacu dengan kencang sampai seka
"Anda pasti salah, Dokter."Naomi menegakkan punggungnya, lalu menatap dokter itu dengan sorot mata yang sayu. Dokter itu pasti telah salah melakukan pemeriksaan padanya. Dia tidak mungkin hamil."Aku tidak mungkin salah," tukas laki-laki itu. "Kita bisa melakukan pemeriksaan ulang untuk meyakinkanmu bahwa saat ini ada makhluk kecil yang tengah bersemayam di dalam perutmu."Kata-kata dokter sudah cukup kuat untuk meyakinkan Naomi bahwa dia memang tengah mengandung. Saat ini ada bayi Arion yang hidup bergantung padanya. Secara otomatis tangan Naomi mengelus perutnya dengan lembut. Tanpa Naomi sadari air matanya jatuh menitik tepat mengenai tangannya. Ada rasa haru, bahagia, dan sedih bercampur jadi satu. Dia tidak bisa menggambarkannya dengan jelas. Lalu, samar-samar tersungging senyum tipis di bibirnya."Aku akan memberimu multivitamin dan obat penambah darah," ucap dokter itu berhasil menarik Naomi dari lamunannya. "Aku harap kau bisa menjaga kesehatanmu dengan baik. Juga, makan-maka