"Anda pasti salah, Dokter."
Naomi menegakkan punggungnya, lalu menatap dokter itu dengan sorot mata yang sayu. Dokter itu pasti telah salah melakukan pemeriksaan padanya. Dia tidak mungkin hamil."Aku tidak mungkin salah," tukas laki-laki itu. "Kita bisa melakukan pemeriksaan ulang untuk meyakinkanmu bahwa saat ini ada makhluk kecil yang tengah bersemayam di dalam perutmu."Kata-kata dokter sudah cukup kuat untuk meyakinkan Naomi bahwa dia memang tengah mengandung. Saat ini ada bayi Arion yang hidup bergantung padanya. Secara otomatis tangan Naomi mengelus perutnya dengan lembut.Tanpa Naomi sadari air matanya jatuh menitik tepat mengenai tangannya. Ada rasa haru, bahagia, dan sedih bercampur jadi satu. Dia tidak bisa menggambarkannya dengan jelas. Lalu, samar-samar tersungging senyum tipis di bibirnya."Aku akan memberimu multivitamin dan obat penambah darah," ucap dokter itu berhasil menarik Naomi dari lamunannya. "Aku harap kau bisa menjaga kesehatanmu dengan baik. Juga, makan-makan lah yang bergizi." Dia mencoret-coret di atas kertas.Naomi mengangguk perlahan. Diaberanjak turun dari tempat tidur, lalu meraih kertas resep dari dokter itu. Dengan dibantu oleh perawat tadi, Naomi berjalan menuju apotek untuk menebus obatnya."Terima kasih," ucap Naomi pada si perawat. Dia memberi isyarat pada wanita itu bahwa dia baik-baik saja, dan dia tidak memerlukan bantuan lagi.Panas matahari yang terik di akhir musim panas menyambut Naomi begitu dia keluar dari rumah sakit. Tangannya terangkat. Lalu telapak tangannya menyentuh dahinya, dan menutupi matanya dari silaunya sinar matahari.Sebuah restoran cepat saji yang letaknya tidak jauh dari sana menjadi tujuan Naomi selanjutnya. Sekarang dia baru merasa lapar setelah membiarkan perutnya kosong sejak pagi. Pantas saja kalau dia pingsan. Dia benar-benar tidak memiliki tenaga untuk berjalan atau berdiri terlalu lama."Selamat datang di Sam's Burger and Drink."Seorang pelayan dengan senyum lebar terkembang menyambut kedatangan Naomi, lalu menunjukkan satu meja kosong yang tidak jauh dari pintu masuk. Naomi mengikuti wanita itu dengan napas tersengal-sengal. Dadanya terasa nyeri karena paru-parunya tidak mampu bekerja secara optimal."Kau mau pesan apa?"Naomi menarik napas panjang, lalu menghembuskannya pelan-pelan. "Aku ingin satu beef burger tanpa bawang dan es lemon tea." Naomi membaca buku menu dan menyebutkan salah satu menu yang tertera di sana."Baiklah. Aku akan segera membawakannya untukmu," balas si pelayan. Lalu dia memperhatikan Naomi lekat-lekat. "Apa kau baik-baik saja?" tanya dia setelah melihat wajah Naomi yang pucat pasi."Aku baik-baik saja." Naomi menggeleng cepat.Wanita itu tidak mendesak lagi. Dia bergegas meninggalkan Naomi dan tidak ingin membuat pengunjungnya menunggu terlalu lama. Dia langsung melesat ke dapur.Sementara menunggu pesanannya, benak Naomi mengembara jauh. Setelah ini dia harus segera mencari pekerjaan karena tabungannya lama kelamaan akan menipis. Tentunya dia tidak mungkin melamar pekerjaan di kantor-kantor perusahaan. Mereka pasti akan langsung menolaknya begitu tahu kondisinya yang sedang hamil.Sebuah pikiran melintas di benak Naomi. Mungkin dia bisa memberi tahu Arion tentang kabar kehamilannya ini. Dengan begitu dia tidak terlalu memikirkan tentang masa depannya bersama calon bayinya yang suram.Kemudian Naomi segera menepis pikiran itu jauh-jauh. Dia tidak bisa memastikan Arion akan menerima berita itu dengan lapang dada. Bisa saja Arion akan meragukan informasi itu, tidak percaya bahwa bayi yang dia kandung adalah anak Arion. Juga, ibu Arion pasti tidak akan menyukai kenyataan itu, terlebih wanita itu sangat menyukai Catlya. Keberadaan bayinya akan menghalangi bersatunya Arion dengan Catlya."Terima kasih," ucap Naomi setelah pelayan tadi meletakkan piring dan gelas berisi pesanannya di atas meja."Kalau kau membutuhkan yang lain, kau bisa memanggilku lagi." Wanita itu mengangguk singkat, lalu meninggalkan Naomi lagi.Naomi mulai menggigit burgernya sambil berpikir keras. Kelihatannya dia tidak memiliki pilihan lain selain membesarkan bayinya sendirian. Arion tidak boleh tahu tentang ini.Setelah meninggalkan restoran itu, Naomi memutuskan singgah sebentar di kantor agen penyedia layanan informasi lowongan pekerjaan. Kebetulan dia menemui pemilik kantor agen tersebut. Dia pun mengobrol sebentar dengan wanita paruh baya dengan sorot mata keibuan itu."Apa yang kau butuhkan?""Aku ingin mencari pekerjaan yang bisa aku kerjakan di rumah," jawab Naomi cepat.Wanita itu terlihat berpikir sejenak sambil mengamati tamunya. Seorang wanita muda dengan penampilan sederhana dan terlihat sangat rapuh. Begitu dia memberi penilaian pada Naomi."Kalau kau memilih pekerjaan seperti itu, kau akan mendapatkan gaji yang kecil, jauh dari gaji pegawai-pegawai kantoran," kata wanita itu dengan suara lembut, lalu dia melanjutkan, "Aku rasa kau pantas mendapatkan pekerjaan yang lebih besar dari itu."Naomi mengulas senyum tipis. "Aku terpaksa melakukannya karena sekarang aku tengah mengandung.""Keahlian apa yang kau kuasai?"Aku ahli di bidang ekonomi dan keuangan."Wanita itu tidak bertanya lagi. Dia menatap layar komputernya, mencari lowongan pekerjaan yang cocok untuk Naomi. Lalu matanya melebar saat menemukan satu informasi penting."Ada satu orang yang membutuhkan jasamu. Mungkin kau bisa bekerja padanya." Wanita itu menatap Naomi lurus."Benarkah itu?" tanya Naomi dengan mata membulat lebar.Wanita itu mengangguk. "Aku bisa menghubungi dia untukmu. Tapi, sebelumnya kau bisa mengisi formulir ini dulu." Dia mengambil selembar kertas, lalu menyerahkannya pada Naomi.Naomi segera mengisi formulir itu. Bibirnya menyunggingkan senyum lebar. Sekarang dia tidak perlu mengkhawatirkan kondisi keuangannya.Beberapa menit kemudian Naomi sudah dalam perjalanan pulang. Dengan menumpang sebuah taksi, dia kembali ke flat sewaan tempat tinggalnya sekarang. Flat itu tidak lebih besar dari flat yang sebelumnya dia tinggali. Tapi harga sewanya jauh lebih murah, dan tidak terlalu memberatkannya.***Keesokan harinya. Naomi baru saja kembali dari pertemuan dengan kliennya saat melihat seorang wanita muda sedang kesulitan saat akan masuk ke dalam lift. Wanita itu membawa sebuah kardus berukuran cukup besar yang menutupi penglihatannya."Biar aku bantu," ucap Naomi, lalu memencet tombol dan menunggu sampai pintu lift terbuka."Terima kasih," ucap wanita itu.Pintu lift terbuka. Naomi menyuruh wanita itu masuk terlebih dahulu. Dia menyusul kemudian."Lantai berapa?""Aku tinggal di lantai delapan."Naomi memencet angka delapan. Dia mundur beberapa langkah, dan berdiri di sudut di belakang. Dia melirik sebentar. Naomi menduga sepertinya wanita itu baru pindah ke sini karena dia tidak pernah melihatnya sebelumnya."Terima kasih atas bantuanmu."Wanita itu menurunkan kardusnya di depan pintu flatnya. Dia berdiri menghadap ke arah Naomi yang masih berjalan beberapa langkah di depannya. Naomi menghentikan langkahnya, lalu memutar tubuhnya."Bukan masalah besar. Kau baru pindah ke sini?"Naomi menatap wanita itu lurus. Dia memindai wajah wanita itu yang ternyata lebih cantik dari dugaannya. Seorang wanita muda yang umurnya tidak jauh dari dia."Aku pindah ke sini kemarin sore," jawab wanita itu, lalu berjalan menghampiri Naomi."Pantas saja. Aku tidak pernah melihatmu," timpal Naomi mencoba sesantai mungkin. "Ngomong-ngomong aku Naomi Waltz. Mungkin kita bisa berteman dengan baik setelah ini."Wanita itu tersenyum lebar menanggapi kata-kata Naomi. "Aku Jenna. Jenna Laura James.""Jenna Laura James." Naomi mengulang menyebut nama itu sambil mengernyitkan dahinya."Kenapa? Apa ada yang salah dengan namaku?" tanya Jenna heran.Naomi menggeleng pelan seraya mengulas senyum manis. "Tidak ada. Aku seperti mengenali nama itu, tapi tidak tahu siapa pemiliknya.""Mungkin namaku yang pasaran," gumam Jenna kemudian. "Ngomong-ngomong kau sudah lama tinggal di sini?"Naomi menggeleng. "Belum lama. Sekitar satu bulan. Kenapa?""Tidak apa-apa. Aku hanya ingin tahu kondisi gedung ini, apakah aman atau tidak. Aku baru pertama kali ini tinggal sendirian di tempat asing," ucap Jenna dengan tatapan menerawang.Seolah mengerti perasaan Jenna, Naomi mengulas senyum menenangkan. "Kau tidak perlu khawatir. Meskipun harga sewa di sini relatif murah, kondisi di sekitar sangat aman," balas Naomi, lalu dia melanjutkan,"Aku tidak ingin mengganggumu lebih lama lagi. Sampai jumpa." Naomi mengangguk sebentar, lalu memutar tubuhnya dan berjalan menuju flatnya sendiri. Naomi menutup pintu di
"Kau hamil?"Mulut Jenna menganga lebar. Kedua matanya mengedip beberapa kali. Lalu dia mengulas senyum kikuk."Ya, aku hamil," jawab Naomi pendek. Raut wajah Jenna berubah seketika. Dia merasa bersalah karena membuat Naomi terganggu oleh kedatangannya. "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuatmu tidak nyaman. Aku hanya ...."Naomi merentangkan tangannya dan menggoyangkan pergelangan tangannya beberapa kali. "Jangan bilang begitu. Kau tidak mengetahui keadaanku yang sebenarnya."Jenna menarik napas lega. "Berapa bulan usia kandunganmu?" tanya dia penasaran, lalu dia menutup mulutnya karena telah bersikap melampaui batas."Sekitar dua bulan." Naomi berkata pelan. Suaranya hampir tidak terdengar di telinga Jenna. Lalu dia duduk di sofa. Kakinya terasa lemah dan tidak sanggup menopang tubuhnya.Jenna mengedarkan pandangannya. Dia mencoba mencari-cari. Tapi dia tidak menemukan apa-apa. Di seluruh ruangan flat Naomi, kecuali kamar, Jenna tidak menemukan bingkai foto potret seorang laki-l
"Jenna ...."Jenna menoleh perlahan. Ibunya kini berada satu langkah di belakangnya. Dari sorot matanya yang tajam, Jenna menetahui ibunya benar-benar marah kali ini."Ikut aku sekarang."Tangan Jenna ditarik dengan kasar. Dia tidak sempat mengelak. Tubuhnya hampir jatuh ke lantai bila tangannya yang satu tidak memegang pinggiran meja."Aku tidak akan pergi ke mana-mana," ucap Jenna pelan tapi tegas. Dia lalu menatap ibunya lekak-lekat. Sama sekali tidak tampak rasa takut di wajahnya."Apa kau akan terus menentangku, lalu tetap memilih bersamanya?"Jenna bangkit berdiri. Dia menatap ibunya lekak-lekat. Lalu dia mendekatkan wajahnya dengan gaya menantang."Bukankah aku sudah bilang sebelumnya? Aku akan tetap memilih bersama Carl, apa pun keadaannya."Tanpa menunggu lama Jenna menarik tangan Carl, lalu mengajak kekasihnya pergi dari sana. Lalu dia menggenggam tangan Carl erat, seolah enggan melepaskannya pergi. Mereka terus berjalan dan tidak melihat ke belakang.Mereka kini tengah bera
"Aku ingin kau mengawasi Jenna sementara waktu."Arion melihat ibunya mendorong adik bungsunya ke arahnya. Sudah berbulan-bulan dia tidak bertemu Jenna setelah adiknya itu kabur dari rumah karena ibunya tidak menyetujui Jenna menjalin kasih dengan salah satu anggota band tidak terkenal. Sekarang Jenna terlihat sangat tertekan oleh perlakuan ibunya yang tidak manusiawi."Dia bukan anak kecil lagi. Untuk apa aku mengawasinya." Arion berkata acuh dan dingin. "Arion ...." Ellena berteriak. Suaranya melengking tinggi, dan membuat setiap telinga yang mendengar suaranya berdengung nyeri."Apa kau akan selalu ikut campur dalam hidup anak-anakmu?" Arion membalas dengan sengit. Pekerjaannya masih banyak. Dia juga memiliki masalah sendiri. Tapi ibunya seolah tidak mau mengerti keadaannya."Aku tidak akan ikut campur lagi dalam hidup kalian kalau kalian bisa memilih pasangan yang tepat," sergah Ellena sambil menekan keningnya yang nyeri.Arion memandang Jenna. Sejak tadi adiknya itu hanya diam d
"Catlya...."Arion mengerutkan keningnya. Dia tidak mengerti dengan pertanyaan Jenna. Kenapa tiba-tiba Jenna bertanya tentang Catlya?"Bukankah dia tunanganmu," balas Jenna. "Aku pernah mendengar tentang dia dari Daren," pungkasnya."Kami sudah lama tidak berhubungan," ucap Arion pelan. Jenna langsung menutup mulutnya. Bicaranya sudah melewati batas. Tidak seharusnya dia membahas Catlya lagi. Dia melihat perubahan wajah Arion yang mendadak menjadi kaku. Arion pasti telah melupakan wanita itu. Bodohnya dia, dia justru menyebut nama itu tanpa mengetahui hubungan mereka sebenarnya."Aku minta maaf." "Tidak perlu meminta maaf," timpal Arion. Dia lalu mendorong pintu kamar itu, memberi jalan pada Jenna untuk masuk ke dalam sana.Tiba-tiba kepala Arion terasa pening. Masuk ke kamar ini lagi setelah sekian lama membuat dia terngiang-ngiang akan keberadaan Naomi di sini. Sekarang Naomi entah berada di mana, dia belum bisa menemukan mantan istrinya itu."Kamar ini terlihat sangat nyaman," uca
"Benarkah Arion akan hadir di sana?" Catlya membulatkan matanya lebar-lebar. "Tentu saja. Aku mendapatkan informasi yang valid dari asisten pribadinya," jawab Clara.Catlya memukul roda kemudi dengan raut wajah berseri-seri. Dia mengulas senyum lebar. Kabar yang baru saja disampaikan oleh Clara benar-benar di luar dugaan. Akhirnya kesempatan untuknya datang juga. Dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan bertemu dengan Arion nanti."Terima kasih. Aku akan memanfaatkannya dengan baik."Setelah itu Catlya mematikan ponselnya. Senyum lebar masih tersungging di bibirnya. Hatinya berbunga-bunga. Catlya merasa seperti mendapatkan sebuah undian lotere. "Arion .... Kali ini kau harus takluk di tanganku," ucap Catlya penuh tekad. Dia lalu menginjak pedal gas. Mobilnya langsung melaju kencang membelah jalanan yang sepi.***Pada hari yang ditentukan. Catlya menunggu gilirannya melenggang di catwalk. Malam ini penampilannya sungguh memukau. Dia memakai gaun malam dengan potongan rendah yang ber
"Aku tidak mau." Catlya menggeleng-gelengkan kepalanya. Tentu saja dia tidak akan menuruti perintah Arion begitu saja. Susah payah dia masuk ke dalam mobil ini. Lalu Arion mengusirnya dengan enteng seolah dia memiliki penyakit yang menular."Keluar sekarang." Arion berkata dingin dengan sorot mata yang tajam. Ucapannya mampu membuat Catlya membeku seketika."Kenapa kau memperlakukan aku seperti ini?" tanya Catlya dengan tatapan nanar.Arion mengulas senyum sinis. Wanita di sampingnya ini memang pandai berakting. Sejak dulu Catlya selalu bermain sebagai seorang korban yang teraniaya. Tapi dia tidak bodoh seperti sebelumnya. Dia tidak akan mudah terperdaya lalu takluk di tangan Catlya."Kau hanya mendapatkan apa yang kau perbuat." Arion lalu memberi isyarat pada sopir pribadinya melalui kaca spion. "Cepat singkirkan dia dari hadapanku."Sopir itu langsung turun mengikuti perintah Arion. Dia membuka pintu mobil di sisi Catlya duduk. Tangannya memegang tangan Catlya, lalu menariknya kel
"Kau sudah bangun."Naomi mengernyitkan keningnya. Matanya terasa sangat berat saat dia ingin membukanya. Dalam keadaan tidak berdaya seperti ini, dia bisa merasakan kehadiran Jenna di sampingnya."Apa yang terjadi denganku?" tanya Naomi beberapa saat kemudian."Kau jatuh pingsan karena kelelahan. Dokter yang memeriksamu bilang kondisi kehamilanmu sedikit mengkhawatirkan." Jenna berkata pelan dan berhati-hati.Seketika kedua mata Naomi terbuka lebar. Dia menatap lurus Jenna, mencari kebenaran dari sorot mata Jenna. Lalu dia membuat kesimpulan. Sepertinya Jenna tidak membohonginya.Satu menit berselang, Naomi mengulurkan tangan untuk berpegangan pada pinggiran tempat tidur. Dia mencoba bangun dan menegakkan punggungnya. Perlahan dengan bantuan Jenna akhirnya dia bisa duduk sambil bersandar di dinding."Katakan yang sebenarnya terjadi padaku." Bibir Naomi sedikit bergetar saat berbicara."Dokter mengatakan bahwa kondisi kehamilanmu mengalami plasenta Previa. Kau tidak boleh beraktivitas