"Apa hubunganmu sebenarnya dengan Arion?"Jenna mengulang pertanyaannya karena Naomi tidak kunjung menjawab. Dia menatap Naomi lekat-lekat, menuntut penjelasan. Pelan-pelan dia menghampiri Naomi.Naomi menelan ludahnya yang terasa pahit, membasahi tenggorokannya yang kering. Tangannya menggenggam selimut erat. Dia belum siap menerima konfrontasi dari Jenna. Tidak di saat ini dan suasana seperti ini."Apa mungkin Arion adalah mantan suami yang pernah kau ceritakan dulu?"Seolah terdesak dan tidak ada jalan keluar untuk berlari, akhirnya Naomi mengangguk. Bibirnya sedikit terbuka. Tapi dia tidak berkata sepatah kata pun. Air matanya mengalir deras tanpa bisa dia kendalikan. Seharusnya dia berbahagia atas kelahiran putranya. Yang terjadi justru sebaliknya.Jenna langsung memeluk tubuh Naomi. Sama sekali dia tidak menyangka Naomi akan menangis seperti itu. Mungkin selama ini Naomi memendam kesedihan yang sangat mendalam, dan baru sekarang Naomi mendapatkan kesempatan untuk menumpahkannya.
"Jenna ...."Jenna melihat Arion berjalan ke arahnya dengan langkah panjang. Tubuhnya berubah kaku selama beberapa saat. Ekor matanya sempat melihat Naomi buru-buru menghilang dari balik punggungnya. Pikirnya, Naomi pasti berusaha menghindari pertemuan dengan Arion."Arion ...."Arion langsung memeluk tubuh adiknya erat. Rasanya sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan adiknya, dan dia telah menantikan pertemuannya kembali dengan Jenna. Dalam hati dia mengucap syukur bahwa perjumpaan mereka beberapa waktu yang lalu mengubah hubungan keduanya yang semula dingin menjadi semakin hangat."Sebuah kejutan yang sama sekali tidak pernah aku sangka," celetuk Jenna tanpa bisa menutupi rasa terkejutnya akan kemunculan Arion di depannya."Kebetulan aku ada urusan di sekitar sini, jadi aku memutuskan untuk melihatmu sebentar," balas Arion. "Apa kau berencana untuk pergi?" Arion menatap ke arah belakang Jenna, lalu dia mengarahkan matanya pada adiknya lagi.Jenna menggeleng cepat. "Tidak ...." tu
"Arion .... siapa dia?" gumam Jenna terlihat bingung karena belum pernah bertemu dengan wanita yang tengah berdiri di hadapannya. Arion menarik Jenna ke belakang tubuhnya. Matanya tajam menatap Catlya. Wanita itu sama sekali tidak pernah berubah, tetap menyebalkan dan selalu berbuat seenaknya. Anehnya dulu dia begitu memuja wanita itu, sebelum kedua matanya terbuka lebar dan menyadari Catlya hanya memanfaatkan dirinya. "Catlya ...." panggil Arion dengan nada suaranya yang kaku, lalu dia melanjutkan, "Perkenalkan, ini adalah Jenna. Adik kandungku." Kata-kata Arion berhasil membuat Catlya membuka mulutnya lebar. Dia lalu mendengus kesal karena telah bersikap gegabah dan memalukan. Dia menduga Arion pasti tengah menertawakan kebodohannya ini. "Ah ... adikmu." Catlya manggut-manggut dengan senyum pura-pura setelah berhasil menguasai dirinya. Selama ini dia pandai berakting, rasanya tidak sulit bila dia harus melakukannya sekarang. "Kau tidak pernah bercerita tentang adikmu ini." "Seb
"Ada banyak masalah yang aku hadapi saat itu. Tapi sekarang aku tidak ingin membicarakannya."Naomi bersandar di sofa, lalu menatap ke arah lain. Raut wajahnya terlihat sangat keruh. Hatinya seolah diiris-iris saat kembali teringat akan kejadian di masa silam."Apa yang pernah Arion lakukan padamu?"Jenna mendekati Naomi, dan menyentuh tangan Naomi. Naomi terkesiap, langsung membuat Jenna mundur ke belakang. Mata Jenna memindai wajah Naomi, mencoba mencari tahu rahasia yang disembunyikan oleh sahabatnya itu."Aku - pernah bercerita padamu." Naomi menjawab dengan terbata-bata, lalu menepis tangan Jenna sedikit kasar."Tapi aku merasa sepertinya kau masih memiliki satu rahasia yang belum kau ceritakan padaku." Jenna sengaja memancing Naomi. "Kami berdua tidak benar-benar menikah. Arion memilihku sebagai istrinya karena saat itu dia tidak memiliki wanita lain yang bisa dia nikahi," terang Naomi dengan mata berkaca-kaca. "Saat itu kami terpaksa melakukan pernikahan kontrak karena desakan
Senyum Naomi langsung sirna. Bibirnya terkatup rapat. Kepalanya mendadak pening. Rasanya dia mau pingsan."Naomi ...." Arion memanggil nama itu pelan. Tubuhnya mematung. Sama sekali dia tidak menyangka bisa bertemu dengan Naomi lagi setelah perpisahan mereka yang pahit. Tapi dia mampu menguasai emosinya dengan baik, tidak menunjukkannya pada Naomi. "Apa yang kau lakukan di sini?"Sekali dua kali Naomi meneguk ludahnya. Tangannya meremas erat ujung roknya. Pertemuan ini sangat mengejutkan, dan membuatnya seperti orang bodoh yang tidak mampu berpikir jernih."Aku ada sedikit urusan. Lebih tepatnya aku sedang menunggu calon bosku," tukas Naomi setelah berhasil menguasai emosinya, meskipun rasa gugup masih melingkupi dirinya. "Jangan bilang kalau kau adalah ...." Kata-kata Naomi menggantung di udara setelah dia menarik benang merah atas pertemuan tidak sengaja ini. Sungguh sulit dipercaya. Seharusnya dia mencari tahu informasi tentang calon bosnya terlebih dahulu sebelum menyambar tawara
"Aku harus menyampaikan ini padamu," ucap Naomi Waltz dengan pelan, dan hampir tidak terdengar. "Aku tidak bisa mengajak dia ke sini. Dia membatalkan niatnya untuk bertemu denganmu," kata Naomi pada Arion James, atasannya. Malam ini seharusnya dia membawa wanita bayaran itu menghadap bosnya. Tapi wanita itu seperti seorang pengecut. Kabur sebelum bertemu dengan Arion. Kini Naomi yang harus menerima konsekuensinya karena dia gagal melaksanakan misinya. Dia terpaksa datang ke penthouse Arion untuk menyampaikan kabar itu."Kenapa kau membiarkan dia pergi?"Arion berucap pelan sambil menatap tajam pada Naomi. Dia melangkah menghampiri gadis itu, lalu mengunci Naomi di tempatnya. Sejak dulu dia tidak pernah suka dengan kegagalan. Tapi malam ini asisten pribadinya itu justru mengecewakannya."Aku .... Aku tidak bisa berbuat apa-apa karena dia langsung pergi tanpa memberiku kesempatan untuk berbicara," jawab Naomi dengan suara bergetar. Naomi mundur beberapa langkah. Dia tidak berani menat
"Kau pasti tidak serius." Ellena James menggelengkan kepalanya sambil menatap tidak percaya pada Arion. Dia lalu ganti menatap gadis yang berdiri di depannya dengan tatapan tajam, menilai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Arion memiliki selera yang tinggi. Anaknya itu tidak mungkin ingin menikah dengan wanita yang terlihat biasa saja dan tidak menarik sama sekali."Tentu saja aku benar-benar ingin menikahi Naomi." Arion berjalan menghampiri Naomi, lalu merangkul pundaknya. "Tersenyum lah sedikit," bisik Arion di telinga Naomi.Mengikuti perintah atasannya, Naomi mengulas senyum semanis mungkin pada ibu Arion. Meskipun saat ini dadanya tengah bergemuruh karena pengumuman mendadak yang disampaikan oleh Arion, dia memutuskan untuk mengikuti sandiwara ini sementara waktu. Nanti, saat mereka tinggal berdua, dia akan meminta penjelasan pada Arion."Kenapa kau tidak bilang sebelumnya? Kalau begitu aku tidak akan repot-repot mengatur pertemuan dengan teman ibu," protes Ellena.Arion mengg
"Dua puluh juta dollar," guman Naomi pelan.Kemudian Naomi berjalan mundur. Mendadak tubuhnya menggigil kedinginan. Kedua tangannya secara otomatis bersedekap di depan dadanya."Bukan jumlah yang kecil," sahut Arion. "Aku tidak mungkin menerimanya." Naomi menggelengkan kepalanya cepat. "Itu sepadan dengan kontrak yang kau tanda tangani." Arion menatap wajah Naomi lurus. Semburat warna pucat tercetak jelas di wajah Naomi. "Duduk lah. Kau akan jatuh pingsan bila berdiri terus."Naomi menuruti perintah Arion. Dia menjatuhkan tubuhnya di atas sofa tidak jauh dari Arion. Kedua tangannya saling bertautan dan berada di pangkuan."Kau bisa mencari wanita lain yang mau menikah denganmu," ucap Naomi setelah berhasil menguasai dirinya."Aku hanya menginginkanmu. Tidak ada yang lain," tegas Arion dengan suara berat. Sorot matanya yang tajam langsung mengarah pada Naomi dan tepat mengenai jantung wanita itu.Bukannya merasa tersanjung karena Arion memilihnya sebagai istri, Naomi justru merasa be