Share

Penyatuan Tanpa Cinta

Happy reading....

Jihan melihat jika ada bahan masakan di kulkas kemudian dia berinisiatif untuk membuat nasi goreng, karena perutnya benar-benar sangat lapar.

Saat wanita itu tengah mengaduk nasi goreng di wajan, tiba-tiba suara seseorang mengagetkannya, dan ternyata itu adalah Fadli.

"Mas, apa kamu sudah makan? Jika belum--"

"Tidak usah repot-repot, aku sudah makan. Aku hanya ingin memberitahukan kepadamu, tinggallah selayaknya di rumahmu sendiri. Dan aku akan memberikan uang bulanan seperti yang kau mau. Tapi satu hal! Jangan pernah berharap cinta dariku! Jangan pernah memberikan perhatian, dan ingat, kamu di sini hanyalah alat untuk memberikanku anak bersama dengan Calista, paham!"

Rasa sakit seketika menyeruak di dalam hati wanita berhijab itu, di mana saat ini Fadli sudah bergelar menjadi suaminya. Akan tetapi ucapan pria itu begitu menohok.

"Iya aku tahu kok, seperti dalam perjanjian kita, hanya untuk anak, bukan? Kamu hanya miliknya Kak Calista, aku juga tidak akan berharap," jawab Jihan dengan senyum getir.

Fadli malah tersenyum sinis, saat mendengar ucapan Jihan yang terlalu pede, kemudian Fadli mendekat ke arah Jihan, membuat jantung wanita tersebut seketika berdetak dengan kencang.

Fadli menatap ke arah wanita yang saat ini sudah menjadi istri keduanya dengan tajam, terukir senyuman miring di bibir tampannya. Namun, tatapannya begitu sinis seakan meremehkan.

"Kamu memang jangan pernah berharap! Kamu itu bukan tipekal diriku. Lihatlah! Penampilanmu bahkan tidak masuk dalam daftar ku, paham!" Fadli mencengkram rahang Jihan, lalu mengehmpaskannya dengan kasar.

Sementara Jihan hanya mengusap dadanya saja. 'Sabar Jihan, sabar. Hanya satu tahun. Jika bukan karena ibu, aku tidak akan mau untuk menjadi wanita simpanan, apalagi istri kedua dari pria seperti dia. Baik di depan, ternyata aslinya begitu arogan,' batin Jihan.

Jihan masuk kedalam kamar setelah makan malam. Dia langsung membaringkan tubuhnya di sisi ranjang.

"Bukankah kau tahu tugasmu apa?"

Kemudian Jihan bangkit dari tidurnya, "Iya aku tahu, tapi kamu masih berbalas chat dengan Kak Calista."

"Memangnya kenapa? Dia adalah istriku. Sebaiknya kau lakukan tugasmu sekarang!"

Mendengar itu Jihan terdiam, karena dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, sebab Jihan tidak pernah melakukan hal apapun yang berhubungan dengan sekks.

"Kenapa kau diam saja?"

"Huuuuf!" Jihan membuang nafasnya, kemudian dia menatap ke arah Fadli, "lalu, aku harus apa? Ini yang pertama bagiku. Aku tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana."

Fadli menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal. Begitu bodoh dia sampai melontarkan kata-kata seperti itu kepada Jihan.

Mendengar hal itu Fadli pun membuka bajunya, kemudian dia mendekat ke arah Jihan. Wanita tersebut hanya memejamkan matanya saja dengan dada yang sudah berdebar keras. Dia benar-benar sudah pasrah apa yang akan dilakukan oleh Fadli terhadap tubuhnya.

Dengan perlahan Fadli membuka jilbab Jihan, sehingga seketika membuat pria itu terpana, karena Jihan ternyata amat sangat cantik, bahkan jauh dari Calista saat wanita tersebut tidak memakai hijab.

'Ternyata dia cantik juga jika tidak berhijab.' batin Fadli, namun pria tersebut segera menggelengkan kepalanya. 'Tidak! Tidak. Apa yang kau pikirkan Fadli? Ingat! Ini semua karena anak, kau tak boleh suka apalagi cinta sama dia!'

"Aku tidak akan memakai pemanasan ya, langsung saja. Karena ingat! Kita melakukan ini tidak di dasari karena cinta," ujar Fadli.

Jihan hanya menganggukkan kepalanya saja, hingga malam itu pun mereka lewati dengan sebuah penyatuan tanpa cinta antara keduanya.

.

.

Pagi hari Jihan sudah bangun dengan kondisi tubuhnya yang terasa begitu remuk. Bagaimana tidak? Semalam Fadli memperlakukannya dengan sedikit kasar, seperti apa yang dikatakannya, tidak ada cinta.

Bahkan pria itu saat melakukan penyatuan juga sedikit memaksa, padahal itu yang pertama bagi Jihan.

"Kau sudah bangun? Ingat! Mulai hari ini sebaiknya kau tidak usah bekerja! Kuliah ya ... kuliah saja," ucap Fadli saat baru saja keluar dari kamar mandi dan hanya berbalut handuk yang menutupi bagian intinya.

"Tapi kenapa?" tanya Jihan sambil memalingkan wajahnya, karena dia belum terbiasa melihat Fadli seperti itu.

"Tidak usah banyak bicara!" tegas Fadli dengan sorot mata dinginnya.

Jihan berjalan dengan sedikit tertatih, sementara Fadli yang melihat itu pun cuek saja. Dia tidak perduli hingga wanita tersebut masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan dirinya.

"Aawwwlh! Sssh! Ternyata begini ya rasanya jika keperawanan dijebol? Benar-benar sangat sakit," gumam Jihan sambil membasuh area intinya.

Saat dia keluar dari kamar mandi Jihan tidak menemukan adanya Fadli, dan wanita itu berpikir mungkin saja Fadli sudah berangkat ke kantor.

Untung saja Jihan ada kuliah di jam 13.00, jadi dia masih ada waktu untuk ke rumah sakit. Setelah memakai pakaiannya, wanita tersebut keluar dari kamar menuju dapur, karena dia merasa perutnya begitu keroncongan.

Namun saat berada di meja makan, dia melihat sebuah ATM dan kertas putih. Jihan pun meraihnya lalu membaca isi dalam surat tersebut.

(Ini adalah ATM, di mana di sana sudah aku isi uang bulanan untukmu. Pakailah untuk membeli kebutuhanmu. Dan untuk kuliah dan biaya ibumu, aku sendiri yang mengurusnya).

"Ternyata punya suami memang enak, tapi sayang, dia adalah suaminya orang. Walaupun sekarang aku sudah sah juga menjadi istrinya." Terlihat wajah Jihan begitu sendu.

Dia pun segera membuat sarapan pagi, setelah selesai wanita tersebut hendak beranjak untuk mencuci piring. Namun tiba-tiba suara seseorang membuat langkahnya terhenti dan menoleh ke arah belakang.

BERSAMBUNG.....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status