Share

Menjadi Istri Penebus Hutang Tuan Presdir
Menjadi Istri Penebus Hutang Tuan Presdir
Author: Anarita

Lunasi Hutangmu!

“Lunasi hutangmu!”

Suara menggelar Kakek Bram memenuhi kontrakan sempit milik Firman. Lelaki tua itu bersiap menarik pelatuk untuk ditembakkan bila mana targetnya kabur lagi.

Firman mengangkat dua tangannya ke atas. Dia adalah mantan orang kepercayaan Bram. Bisa dibilang dia adalah sahabat yang sudah dianggap saudara. Namun karena gelap mata, Firman menggelapkan beberapa aset milik Kakek Bram senilai ratusan juta di masa lalu.

Lelaki itu berjanji akan mengembalikan, nyata sudah puluhan tahun dia main kabur-kaburan dan berhasil menghindari kejaran orang-orang Bram.

“Kali ini aku tidak akan membiarkanmu lolos, Fir. Jika kau tidak bisa melunasi hutangmu, maka nyawamu harus menjadi gantinya!” seru Bram lagi. Dia yang akan membunuh lelaki sialan itu dengan tangannya sendiri.

Firman menarik napas panjang. Dia melirik sebuah pintu di mana putrinya yang tidak berguna sedang bersembunyi di sana.

“Tunggu sebentar. Aku sudah menyiapkan sesuatu untukmu dari jauh-jauh hari.”

Lelaki itu melenggang pergi menuju sebuah kamar. Bram hanya memperhatikan Firman tanpa bertindak lebih. Di luar sana orang-orang kepercayaannya sudah mengepung kontrakan ini, jadi sudah dipastikan Firman tidak akan mampu berbuat macam-macam apalagi sampai berani kabur.

Ceklek …

Pintu dibuka perlahan. Sesosok gadis cantik tengah mencicit ketakutan di samping lemari.

“Ayah, aku tidak mau dijual pada orang itu. Aku janji akan membantu Ayah melunasi hutang-hutang Ayah, tapi tolong jangan serahkan aku kepadanya, Yah. Aku mohon!” Diana melirih dengan tubuh gemetar menahan takut. Dari suaranya saja Diana sudah bisa menebak kalau lelaki itu adalah kakek-kakek tua mengerikan.

“Diamlah, Diana! Sekarang bukan saatnya untukmu bersikap tidak tahu diri. Kau hanyalah gadis pembawa sial yang tidak ada harganya di mataku!” hardik Firman penuh kebencian.

“Tapi Ayah ….” Diana mendongak penuh permohonan. Matanya berkaca-kaca. Hal itu membuat Firman makin benci melihat wajah Diana yang mirip sekali dengan mendiang sang istri.

“Jangan tunjukkan wajahmu melasmu itu kepadaku! Ayo keluar!”

Firman mendekat ketika Diana bergerak mundur ke arah lain. dia mencengkram rahang gadis 19 tahun itu dengan tangannya yang besar dan kasar.

“Sudah waktunya kau menebus dosamu kepadaku. Gara-gara melahirkan bocah tidak berguna sepertimu istriku meninggal untuk selamanya! Kau gadis pembawa sial,” maki Firman.

Dia sudah menunggu dengan waktu yang cukup lama sekali. Sekarang saatnya Diana bisa dipergunakan untuk menyelamatkan hidupnya dari jerat hutang kepada Kakek Bram.

Firman menarik kasar tangan Diana. Dia keluar dari kamar sambil membawa gadis itu. Diana terus menunduk tanpa berani melirik siapa pun. Dia hanya memperhatikan sepatu hitam yang dipakai oleh para bodyguard Bram.

“Ambilah Diana. Dia putri kandungku satu-satunya!”

“Apa maksudmu? Kamu pikir aku membutuhkan yang seperti itu?” Bram berdiri sambil mengarahkan pistolnya ke dada Firman. Ucapan Firman sukses melambungkan emosi dalam jiwa seorang Bram.

Lelaki itu malah mengedikkan bahu dengan santainya. “Aku tidak punya harta secuil pun untuk diberikan kepadamu. Satu-satunya harta yang kusiapkan untuk menebus semua hutang-hutangku hanyalah putriku ini. Ketimbang kamu membunuhku tanpa membawa pulang apa pun, lebih baik kamu ambil saja Diana! Setidaknya anak ini masih berguna untuk menemani masa tuamu,” ujarmu Firman logis.

Ekor mata Bram mengarah pada Diana. Meski dia tidak bisa melihat wajah Diana dengan jelas, Bram bisa menebak kalau gadis itu cukup layak untuk dibawa pulang. Meski hanya gadis desa Diana memiliki kulit seputih susu yang segar untuk dipandang.

“Tunjukkan wajahmu!” seru Bram tak punya pilihan.

Diana menggeleng. Dia malah bersembunyi di balik punggung Firman. “Aku tidak mau Ayah. Kita bisa mencari cara lain selain menggunakan cara seperti ini!”

“Diam! Apa kau tidak melihat mereka semua membawa pistol?” bisik Firman pada sang putri.

Lelaki paruh baya itu kemudian menjambak rambut Diana dari belakang. Menarik paksa gadis itu ke samping lalu membuat Diana mendongak supaya Bram bisa melihat dengan jelas seperti apa wajahnya.

“Umurnya baru 19 tahun. Aku bisa memastikan kalau dia masih polos seperti seleramu,” ucap Firman dengan suara lantang.

Tak puas melihat Diana dari kejauhan, Bram berjalan mendekati perempuan itu. Dia tersenyum puas saat melihat wajah Diana dari jarak dekat.

Gadis belia itu menatap Kakek Bram dengan mata berkaca-kaca. Sorot matanya yang teduh menggambarkan sebuah keputus asaan.

“Bagaimana? Dia cukup menarik bukan?” Firman tersenyum jahat. Dia bisa membaca gelagat puas yang terpancar di wajah Bram saat ini.

“Bawa gadis ini ke mobil!” titah Bram pada salah satu bodyguardnya. Firman keparat ini benar-benar miskin. Selain anaknya mungkin tak ada sesuatu yang bisa diambil.

Kalau dipikir-pikir lebih baik Bram mengambil Diana ketimbang melenyapkan nyawa Firman yang tidak ada harganya sama sekali.

***

***

***

Firman membuka pintu mobil lalu menyodorkan sebuah tas berukuran sedang berisi baju-baju Diana.

Dengan cepat Diana langsung menarik tangan ayahnya. Dia menggeleng dan memaksa untuk turun dari mobil.

“Ayah, ampuni aku! Aku tidak mau tinggal bersama kakek itu,” pinta Diana. Air mata terus keluar membasahi pipi gadis itu. Refleks Firman mencampakkan tangan Diana dengan wajah kesal. Dia mendorong tubuh Diana hingga terjungkal kembali.

“Anak sialan! Apa kau ingin melihat Ayahmu mati dibunuh oleh Tuan Bram? Apa susahnya menuruti permintaannya, hah? Buka matamu, tinggal bersamanya jauh lebih baik ketimbang hidup bersama ayah sepertiku!” maki Firman frustrasi.

Bram tiba-tiba masuk dari pintu samping sambil mengendurkan dasi. Spontan Diana bergeser menghindari sentuhan tubuh dengan lelaki tua itu.

“Yang Ayahmu katakan benar Diana! Lebih baik kamu tinggal bersamaku ketimbang dengan ayah yang tidak punya hati seperti dia,” sela Bram sengaja mengejek. Firman hanya diam lalu menutup pintu. Lelaki itu melepas kepergian Diana dengan hati biasa saja. Memang niatan ini sudah ia rencanakan sejak dulu.

“Cepat jalan!” titah Bram pada sang supir.

Mobil berjalan dengan kecepatan sedang meninggalkan kampung halaman. Dia terus menunduk tanpa berani melirik siapa pun. Diana ketakutan bukan main saat tangan keriput Bram membelai puncak kepalanya.

“Jangan takut. Aku bukan orang jahat,” ucap Bram disertai senyum hangat. Diana langsung memalingkan wajahnya ke arah jendela. Dia jijik melihat senyum mesum kakek tua itu.

Rasanya Diana ingin menjerit ketika membayangkan sebuah pernikahan dengan seorang kakek-kakek tua. Gadis itu masih ingin bermain dan bekerja. Ia tidak mau terjebak dalam pernikahan yang tidak diinginkan. Apalagi dengan Kakak tua seperti Bram ini.

“Hallo?”

Diana sedikit melirik saat Bram terlihat mengangkat sebuah panggilan dari seseorang.

“Bagaimana dengan rencanaku? Yang biasa saja asal sah! Pokoknya aku mau pernikahan dilaksanakan besok pagi!”

Sontak Diana menoleh dengan mata membelalak. Nikah? Besok pagi? Apa maksudnya ini?

Rasanya lutut-lutut Diana seperti tidak bertulang lagi. Dia jelas paham bahwa Kakek Bram sedang membahas pernikahannya dengan Diana.

“Kenapa dia tidak sabaran sekali? Arghhh, Aku tidak mau menikah dengan Kakek tua itu secepat ini!” jerit Diana dalam hati.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Bagus ceritanya .....
goodnovel comment avatar
vieta_novie
ck...ga habis fikri...seorang ayah tega jual anak nya utk bayar hutang...
goodnovel comment avatar
Asiah Erap
Awal cerita yg menarik...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status