Share

Part 2 - Gaun Pengantin

“Ya. Tentu saja.”

Ralla tampak terkejut dengan jawabanku. Ia masih terdiam, bahkan saat aku melanjutkan langkahku ke kamar.

Benar. Pernikahan ini harus terjadi. Meski aku harus mengikhlaskan keluarga tiriku mendapatkan sejumlah uang dari pernikahan ini. 

Akan tetapi, aku tetap tidak menyangka betapa ajaibnya uang bisa mengubah serigala kejam menjadi domba baik hati.

Saat ini kami sedang berada di toko gaun pengantin. Sekarang, di hadapan orang yang dikirimkan oleh keluarga Ravimore, mereka kembali berubah menjadi malaikat baik hati yang digambarkan sangat menyayangiku, bukan keluarga tiri yang menjadikanku pembantu di rumahku sendiri.

“Bagaimana kalau gaun ini?” tanya Ibu kepadaku dengan senyuman yang luar biasa ramah. “Modelnya sangat indah, cocok dengan kulit halus kamu, Minna.”

Rasanya, seperti mengenang kembali saat keluarga ibu tiriku datang pertama kali ke kediaman kami. Ia terlihat sangat baik. Bahkan Kak Jasmine, yang hanya lebih tua satu tahun dariku, berperan menjadi seorang kakak yang penuh perhatian.

Aku, yang baru saja menghadapi kematian ibuku, sangat terhibur dengan perhatian Ibu dan saudari-saudari tiriku. Mereka memelukku dengan penuh kasih, seakan aku adalah bagian dari mereka semua.

Aku bahkan pernah berpikir jika mereka adalah malaikat yang datang untuk melindungiku. Siapa sangka, setelah berhasil menikahi Ayah, sikap mereka mulai berubah perlahan-lahan.  

Dan saat Ayah meninggal, mereka berubah sepenuhnya.  

“Lihat. Cantik, bukan?” Ibu kembali berkata sembari mematut diriku di depan cermin.

Kutatap gaun yang Ibu pilih dari pantulan di cermin. Itu gaun dengan model yang sangat kuno. Mungkin model seperti itu pernah terkenal, tapi entah di beberapa puluh tahun yang lalu.

“Bagaimana kalau yang ini?” Kak Jasmine muncul dengan sebuah gaun yang sangat norak. “Ini cocok banget loh sama kepribadianmu, adikku.”

Jelas ia berniat mempermalukanku. 

Aku pun bisa melihat seringaian sinisnya meski samar.

“Oh, atau yang ini!” Kak Jasmine kembali menunjukkan gaun jelek lain dengan semangat menggebu.

Satu-satunya yang tampak tak antusias di ruangan itu hanyalah Lilly. Sejak tadi, ia hanya duduk di sofa butik tanpa mengatakan apa pun. Setiap tatapan mata kami bertemu, Lilly pasti langsung memalingkan wajahnya.

Apakah ia benar-benar bersedih atas pernikahanku?

“Atau mungkin yang ini lebih cocok!” Lagi-lagi Kak Jasmine muncul dengan gaun jelek dengan warna yang lebih usang dari pada gaun yang dipilihkan Ibu. Sepertinya ia memiliki kemampuan untuk menemukan hal-hal jelek di tempat tersembunyi.

“Maaf, Nona Jasmine, tapi gaun-gaun di bagian sana sudah tidak layak digunakan,” ujar pemilik butik gaun pengantin itu dengan wajah kikuk.  

“Ah, sayang sekali, padahal adik saya sangat menyukai gaun ini.”

Si sinting!

Aku berjalan mengitari butik dengan santai, berpura-pura tidak menyadari tatapan tajam Kak Jasmine. Sebentar lagi kepalaku pasti bisa berlubang kalau dia terus menatapku seperti itu.

Lalu tatapan mataku tertuju pada sebuah gaun yang sangat indah di tengah butik. 

Gaun itu berwarna putih, dengan taburan permata cantik seperti bintang yang berkilauan. Meski bagian atasnya sedikit terbuka, tapi gaun ini adalah gaun terindah yang pernah kulihat.

“Ga-gaun ini–”

“Pilihan bagus, Nona Minna Rossa! Gaun ini adalah karya terbaik di butik kami. Gaun ini dibuat langsung oleh Zaruad Hazar, desainer kebanggaan kami.” Senyuman pemilik butik itu mengembang lebar sambil menjelaskan gaun di hadapanku. “Kalau Nona memilih gaun ini, Nona akan menjadi orang pertama yang mengenakannya di Indonesia.” 

“Apa!?” Kak Jasmine berteriak, tampak tidak suka. “Ga… gaun itu terlalu berlebihan buatmu, Minna!”

Ia menggantungkan gaun jelek pilihannya tadi di sembarang tempat, lalu menghampiriku dengan langkah kasar. Tangannya langsung mencengkeram lenganku.

“Jangan macam-macam, bodoh! Kamu pikir kamu pantas pakai gaun semewah ini?!” desisnya di telingaku sambil terus memperhatikan kepala pelayan keluarga Ravimore. Ia pasti takut drama ‘keluarga bahagia’ kami terbongkar.

“Iya, Minna, gaun ini sepertinya terlalu mewah. Ini pasti sangat mahal.” Ibu menatap prihatin gaun itu. “Kita nggak boleh bersikap boros, ingat?” tanyanya, melembut.

Hah! Coba siapa yang bicara itu?!

Kutarik kembali tanganku yang sempat terulur pada gaun itu. Meski aku sangat menyukainya, tapi aku tidak ingin mengambil risiko pernikahan ini dibatalkan hanya karena aku salah memilih gaun. 

Bagaimanapun caranya aku harus tetap menikah dan keluar dari rumah itu!

“Kalau Nona Minna menyukai gaun ini, Nona bisa mencobanya.” Wanita yang mengenalkan dirinya sebagai kepala pelayan keluarga Ravimore itu akhirnya berbicara.

“Ah, Bu Helga, ini … terlalu berlebihan untuk keluarga kami. Kami akan memilih gaun yang lain,” ujar Ibu merendah. Lalu pada penjaga toko, ia buru-buru berkata, “Tolong tunjukkan gaun yang lebih sederhana dan harganya terjangkau.”

Sekilas, aku bisa melihat ketidaksukaan pemilik butik itu atas permintaan Ibu, meski ia tidak berkomentar apa pun.

Justru, kepala pelayan keluarga Ravimore lah yang menyanggah permintaan Ibu.

“Tidak perlu, Bu Amy,” ucap Bu Helga. “Kalau Nona Minna menyukai gaun ini, Nona Minna bisa memilikinya.”

“Tapi gaun ini terlalu mahal!” teriak Kak Jasmine kesal. “Ini juga buatan desainer terkenal!” 

Ya, ya. Mana mungkin ia sudi melihatku menggunakan gaun semewah itu.

“Mohon maaf, Nona Jasmine.” Bu Helga tetap bersikap hormat meskipun Kak Jasmine berteriak-teriak. “Tapi sungguh gaun seperti ini sama sekali tidak mahal bagi keluarga Ravimore.”

Kata-kata itu langsung membuat wajah Kak Jasmine merah padam.

“Lagi pula Pak Killian sudah berpesan, bahwa saya harus memenuhi seluruh keinginan Nona Minna, tanpa batasan apa pun.” Bu Helga menekankan seluruh perkataannya dengan sungguh-sunggu.

Rasanya jiwaku hampir saja melayang bersama udara. Betapa indahnya kekuatan uang.

“Ehm!” Ibu berdeham pelan, yang membuat lamunanku hancur seketika. “Maaf, Bu Helga, kami sama sekali tidak berniat menyinggung keluarga Ravimore. Tapi mungkin Minna kami juga memiliki pendapat yang lain. Selama ini saya selalu mengajari anak-anak saya untuk tidak bersikap boros. Gaun ini memang sangat luar biasa. Minna pasti merasa terpesona dengan keindahan gaun ini. Namun saya yakin, Minna juga bisa bijak dalam memilih.”

Wah! Kalau Ibu debut menjadi artis, dia pasti akan langsung mendapatkan penghargaan sejak episode pertama penayangan!

“Jadi, Nona Minna.” Pemilik butik menghela napas panjang, mencoba menengahi perdebatan itu. “Nona Minna mau memilih gaun yang ini, atau mau mencari gaun yang lain?” 

Pemilik butik itu tersenyum profesional, meski mungkin sedikit kesal karena gagal menjual barang termahal di butiknya hari ini.

Aku bisa merasakan semua mata menatapku.

Lilly dengan tatapan khawatirnya, Kak Jasmine dengan tatapan penuh kemarahan dan iri dengki yang bisa melubangi kepalaku, Ibu dengan tatapan yang tak bisa kugambarkan lagi, serta Bu Helga, dengan tatapan ramah, memberikan kesempatan kepadaku untuk memutuskan.

Aku tersenyum sesamar mungkin, dengan seksama memainkan peranku sebagai Cinderella yang tertindas dan tidak berdaya di antara mereka.  

“Iya. Ibu sudah mengajari kami untuk hidup sederhana dan tidak boros,” kataku pelan dengan tatapan sedih. Aku bahkan berusaha mati-matian untuk mengeluarkan air mata, mencoba menangis.

Senyum Ibu mengembang lebar. “Nah, ini baru putri kesayanganku,” ucapnya bangga, tidak peduli dengan ekspresi yang aku tampilkan.

Tapi aku belum selesai.

“Gaun ini sangat cantik dan elegan.” Aku menyentuh gaun itu dengan ujung jemariku. Rasanya bahkan lebih lembut dari pada yang kubayangkan. “Gaun ini pasti sangat berharga. Saya tahu, orang seperti saya … mana mungkin pantas memakai gaun seindah ini .…”

Kak Jasmine tersenyum sinis sambil melipat tangan di dada. Ia tampak cukup puas dengan pengakuanku.

“Nona Minna…” Pemilik butik itu menatapku iba.

“Tapi karena pernikahan ini hanya akan terjadi sekali seumur hidup, boleh kan ada sedikit pengecualian? Mungkin … ini satu-satunya kesempatan saya menggunakan gaun secantik ini.” Aku menatap Bu Helga dengan mata yang basah. “Bu Helga, apa boleh saya menyewa gaun ini?”

Senyum pemilik butik mengembang selebar Samudra.

“Minna! Apa-apaan itu?” desis Ibu marah. “Kamu–”

“Menyewa?” Bu Helga memotong omelan Ibu. Raut wajah Bu Helga tampak tidak nyaman.

Oh, tidak. Apakah ia tidak suka?

Jantungku berdetak kencang karena khawatir. 

Apa aku melakukan kesalahan? Apa aku seharusnya tidak memilih gaun mahal ini? Apa ini semacam tes keserakahan atau apalah itu? 

Gawat! Bagaimana kalau pernikahannya dibatalkan?!

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status