Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa

Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa

Oleh:  HarunaHana  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
5 Peringkat
74Bab
41.1KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Pria pilihan hati Kalila pergi dan menikahi perempuan lain. Patah hati, Kalila menerima perjodohan yang diputuskan sang papa. Ia dinikahkan dengan Farhan, salah satu teman papanya. Perbedaan usia yang jauh, perbedaan karakter, dan hati tanpa cinta menjadi batu sandungan keduanya. Mampukah Kalila menerima Farhan? Sanggupkah Farhan mempertahankan pernikahannya jika hanya dirinya yang berjuang?

Lihat lebih banyak
Menikahi Perjaka Tua Teman Kantor Papa Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Reni Nuraeni
bagus banget ceritanya tolong di lanjut pliisssss
2023-11-17 14:43:03
0
user avatar
Reni Nuraeni
bagus banget..tamatin dong thor ceritanya
2023-11-16 14:04:01
0
user avatar
Sri Lestari Asrie
bagus bgt ceritanya..sayang ada part yg diulang² shg hrs kehilangan bonus sia²
2023-10-03 12:32:16
0
user avatar
Suhanim Saleh
Best story.semoga selalu bersemangat untuk up daily sis
2023-09-04 20:58:55
0
user avatar
Juniarth
ceritanya bagus
2023-08-12 07:26:24
1
74 Bab
Bab 1: Lamaran Tak Terduga
“Harus banget gitu, Pa, nerima Bang Farhan?” Tatap takut-takut Kalila menyapu wajah laki-laki berusia 50 tahun yang duduk di kursi malas ruang tengah. Bukan ingin membantah, tetapi sebelum hari ini, Kalila tidak pernah diajak bicara tentang rencana perjodohan atau pernikahan. Ia tidak habis pikir, tidak ada angin tidak ada badai, papanya mendadak memintanya agar menerrima Farhan. Jangan-jangan Papa kena pelet Bang Farhan. “Farhan baik, La. Papa kira tidak ada alasan untuk menolak lamarannya.” Wisnu berdiri lalu meletakkan buku di rak. Ia beralih ke sofa di dekat dinding, duduk di samping Kalila. Salah satu tangannya diletakkan di bahu sofa, tepat di belakang Kalila.Kalila menghela napas. Wangi mint dan melati dari cangkir tehnya tidak mampu mengusir gelisah di hati. Farhan memang manusia nyaris tanpa cela. Banyak orang mengidamkan kulkas tujuh pintu itu menjadi pendamping hidup. Namun, tidak bagi Kalila. Jarak usia yang cukup jauh, sikap dingin Farhan, menjadi alasan baginya untuk
Baca selengkapnya
Bab 2: Manusia Sok Cakep
Ide pernikahan yang dilontarkan sang papa merusak mood Kalila pagi itu. Jadwal kegiatan yang telah tersusun har ini seketika ambyar. Waktu dan kesempatan berpikir yang diberikan padanya hanya formalitas. Kalila yakin seratus persen kalau papanya diam-diam sudah menerima lamaran Farhan. Semakin berpikir tentang Farhan, hati Kalila semakin meradang. Tiba-tiba ia teringat surat dari Haiyan enam bulan lalu. Ia harus segera menemui Haiyan dan meminta pria itu cepat-cepat melamarnya. Kalila yakin, Haiyan bisa menggeser Farhan dari hati Wisnu.Mengingat Haiyan, gelisah di hati Kalila sedikit berkurang. Gadis berkulit putih dengan mata bulat itu buru-buru menghabiskan sisa teh dan beranjak mendekati meja makan. Semoga Mas Haiyan bisa membantuku, batinnya sembari membereskan bekas sarapan dengan gerakan kasar sehingga menimbulkan kegaduhan akibat piring dan gelas yang saling bertemu. Dibawanya peralatan makan itu ke dapur dan diletakkan dengan keras di atas sink. Dapur semakin riuh dengan tam
Baca selengkapnya
Bab 3: Kenapa Pindah Tanpa Permisi
“Jadi ada berita panas apa sampai-sampai aku bakal pingsan kalau denger?” seru Kalila tak sabar ketika Miranti meneleponnya lagi. Seingat Kalila, ia belum pernah pingsan karena mendengar sebuah berita. Namun, ia pernah hilang kesadaran saat menjadi pemimpin upacara sewaktu SD. Saking gembiranya ditunjuk sebagai pemimpin upacara, Kalila susah tidur dan tidak sempat sarapan keesokan harinya. Di bawah sengatan matahari waktu dhuha, Kalila roboh ketika upacara baru setengah jalan. “Kamu, kan, jurnalis. Masa iya, nggak denger gosip panas hari ini?” Nada bicara Mira seolah ia adalah manusia paling tahu berita ter-update. “Aku nggak ngampus hari ini. Nggak ke markas juga.” “Aku juga nggak ngampus, tapi tetep, dong, update berita.” Miranti tertawa penuh kemenangan. Sesaat Kalila menghela napas, antara kesal dan penasaran. Perempuan penggemar warna maroon itu ingin mengakhiri pembicaraan, pura-pura tidak butuh, tetapi jiwa keponya meronta. Akhinya Kalila memilih bertahan, mencoba meng
Baca selengkapnya
Bab 4: Terikat Tanpa Status
Ponsel di tangan Kalila terlempar ke sembarang arah di atas ranjang berseprai motif geometris. Ia merebahkan badan, menatap langi-langit kamar dengan kepala penuh pertanyaan dan kemungkinan jawaban. Segala ingatan tentang Haiyan adalah menyenangkan. Pria itu senior di Teater Semut Merah, tetapi bisa memperlakukan juniornya dengan baik. Dia tahu kapan harus bersikap tegas dan keras serta kapan menjadi teman sekaligus kawan nongkrong yang menyenangkan. Haiyan memiliki senyum yang mengingatkan Kalila pada bunga matahari di halaman depan, cerah dan memberi kesan hangat. Ia juga punya tatapan teduh. Siapa pun yang melihatnya akan merasa diperhatikan dan diperlakukan spesial. Sering, orang salah paham. Mereka menyangka menjadi bagian istimewa dalam semesta hidup Haiyan padahal hanya teman biasa. Untuk alasan itulah, Kalila selalu berusaha menindas debar di dada setiap kali bertemu Haiyan dan menganggapnya tidak lebih dari sekadar lawan main dalam pentas teater atau pembacaan puisi. Lalu
Baca selengkapnya
Bab 5: Seperti Ajakan Kawin Lari
“Aku tidak mungkin menyembunyikan hal sebesar ini dari Papa,” keluh Kalila. Seketika paras gadis itu semuram langit sore yang mengelam karena matahari nyaris bersembunyi di batas cakrawala. Tangannya masih sibuk mengaduk gelas padahal sejak tadi isinya telah tercampur sempurna. Sementara itu, kedua matanya menatap bingung Haiyan. Kolaborasi Chanyeol dan Winter menyanyikan Yours yang memenuhi restauran tidak mampu mengusir gelisah di hati Kalila. Permintaan pria itu seperti ajakan kawin lari bagi Kalila. Dua puluh dua tahun lebih menginjakkan kaki di bumi, Kalila tidak pernah menyembunyikan apa pun dari papanya. Bahkan hanya bersitegang dengan Miranti atau tertinggal bus Trans Jogja bisa jadi bahan obrolan di meja makan atau saat duduk-duduk berdua. Kalila hampir tidak pernah melewatkan kesehariannya dari penglihatan dan telinga sang papa. Lalu, bagaimana mungkin ia bisa bermain petak umpet untuk urusan sebesar ini? “Kamu pasti tahu gimana papamu.” Haiyan memecah sunyi. “Prof. Wisn
Baca selengkapnya
Bab 6: Mengapa Harus Menghindar
"Sumpah, La, aku dengar sendiri Gea ngomong kalau Mas Haiyan ngelamar dia. Telingaku masih normal, La." Miranti berseru gusar dalam telepon setelah Kalila mengirim screenshot pesan Haiyan. "Kalau nggak percaya, kamu tanya langsung, deh, Gea."Ide bagus. Kalila membatin. Kalau Haiyan susah dihubungi, ia bisa bertanya pada Gea. Tapi nanti, tidak sekarang. Aku harus dapat penjelasan dari Mas Haiyan dulu, bukan Gea."Aku kejar Mas Haiyan dulu, deh. Coba dia ngomong apa.""Coba nanti aku korek-korek lagi Gea. Mana tahu kemarin dia halu setelah nonton drakor." Miranti terkekeh."Dih. Awas kalau sampai kamu salah kasih info, Mir.""Iya, iya. Aku bakal tanggung jawab. Kamu bakal aku traktir di Sky High kalau sampai telingaku geser dan salah denger."Sayangnya, sampai satu bulan berlalu, Haiyan tetap saja tidak bersedia bertemu. Dia selalu punya cara untuk menghindar, mulai dari masih di luar kota, menemani mamanya berobat dan terapi, ketemu klien dan mahasiswa. Kalila mulai curiga. Pria itu b
Baca selengkapnya
Bab 7: Titik Akhir
Wisnu diam sejenak, menatap putrinya lurus-lurus. Ada bahagia sekaligus khawatir yang bergumul di dada. Bahagia karena Wisnu tahu akan menitipkan putrinya pada orang yang tepat. Jadi, jika sewaktu-waktu dia pergi, Kalila akan meneruskan hidup dengan laki-laki yang ia percaya berperangai baik. Di sisi lain Wisnu khawatir karena ia tahu sifat Kalila. Ia takut gadisnya justru menjadi beban Farhan."Papa bilang apa ke Bang Farhan?" Kalila mengulang pertanyaan karena Wisnu tidak segera menjawab. Meski bisa menebak, Kalila ingin memastikan. Siapa tahu sang papa berubah pikiran dan urung menjodohkannya dengan Farhan.Wisnu menyingkirkan setiap lintasan buruk yang sempat mampir dan menyesaki kepala. Bukankah Tuhan mengikuti prasangka hamba-Nya? Sebaiknya aku memelihara prasangka baik. Wisnu meneguhkan hati. Ada doa yang diucapkan diam-diam berbarengan masuknya udara ke rongga paru-parunya saat ia menghela napas sebelum memberi jawab. "Papa terima lamaran dia dan papa juga bilang kalau kamu se
Baca selengkapnya
Bab 8: Di Simpang Jalan
Kalila tidak merasa senang mendengar ucapan Haiyan. Ia justru kasihan dan tidak enak hati pada Gea yang masih berdiri tidak jauh di belakang Haiyan. Ia dan Gea selama ini berteman meski tidak cukup dekat. Sebagai sesama perempuan, Kalila bisa merasakan sakitnya dipermainkan. Sialnya, mereka jadi korban laki-laki yang sama.Di samping Miranti, Gea menatap Haiyan dengan mulut terbuka dan bibir bergetar. Ada luka menganga pada manik hazel yang terlihat seperti dilapisi air bening. "Kamu tega banget ngomong gitu, Mas!"Mata-mata manusia di halaman markas Semut Merah kini tertuju pada Haiyan, Gea, dan Kalila. Bahkan jika pohon dan bunga-bunga bisa bicara, mereka pasti sedang menggunjing naskah drama yang menjelma kisah nyata.Tubuh Haiyan membeku. Pekikan Gea melemparnya dalam situasi sangat sulit. Ia memacu otak mencari jalan keluar dari persimpangan rasa, tetapi gagal. Simpul-simpul saraf di kepalanya mendadak mogok. Akhirnya, dia berbalik dan menatap Gea dengan wajah memucat."Aku …." S
Baca selengkapnya
Bab 9: Masih Adakah Kesempatan
Di atas bongkahan batu besar Haiyan berdiri. Bola matanya tertuju ke arah tanah luas yang sedang dikeruk untuk diubah menjadi waduk, tetapi kepalanya dipenuhi wajah sang papa, Gea, dan Kalila.Angin menerbangkan debu-debu, sebagiannya menampar wajah berkulit putih milik Haiyan yang tertutup masker. Udara diisi suara mesin pengeruk yang bekerja nyaris dua empat jam demi mengejar target waktu.Tanah ini dulu desa dengan area persawahan yang sangat subur. Haiyan tidak tahu, kenapa pemerintah memilih tempat ini untuk diubah menjadi waduk. Meski waduk itu akan menjadi penyuplai listrik, tetapi mengubah tanah produktif jelas sebuah tindakan gegabah. Satu hal yang ditentang habis-habisan pula oleh Wisnu dan mengakibatkan perdebatan sengit di antara Wisnu dan Haiyan."Tidak seharusnya kamu menerima proyek yang ternyata hanya menjadi alat pembunuh massal." Raut muka Wisnu tetap datar saat bicara, tetapi suaranya terdengar dingin dan penuh tekanan."Justru proyek itu akan menyelamatkan jutaan m
Baca selengkapnya
Bab 10: Dia yang Kehilangan Dirinya
Ada yang berdentum sangat keras di dada Haiyan usai mengucapkan keinginannya. Kali pertama sepanjang 24 tahun kehidupannya bersama keluarga Baskoro ia berkata tidak. Meski Haiyan tidak tahu, akan sampai di mana perlawanannya. Sejak menjadi bagian dari keluarga Baskoro, Haiyan adalah si bungsu penurut. Ia tidak pernah memprotes keputusan-keputusan orangtuanya. Bagi Haiyan, selain Tuhan, Baskoro dan Prameswari adalah penentu jalan takdirnya, termasuk dalam bidang pendidikan. Haiyan menurut ketika ia harus ikut program akselerasi hingga sekolah dasar sampai menengah selesai dalam sembilan tahun disusul tiga setengah tahun kuliah di kampus tertua di Indonesia. Setelahnya, ia menghabiskan delapan tahun di negeri panser. Semua atas perintah papanya. Begitu pula dengan jurusan yang dipilih, ia hanya menjalankan pilihan Baskoro. Lalu hari ini, dengan nyali yang tak lebih besar dari seekor nyamuk, ia memberanikan diri berkata tidak, melawan manusia yang telah mengangkat derajatnya dari
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status