Share

Bab 5

Gennifer bergidik badannya. “Marvin, kau sangat tega! Apa kau tidak cinta lagi sama aku?” Mata Gennifer merah dan ingin menangis.

Derick berdiri dan berkacak pinggang. Dia menatap menantunya dan berkata, “Kau sudah gila, Marvin. Satu tahun penuh istrimu mengurusimu, memberimu makan setiap minggu, selalu setia padamu, tapi sekarang kau sudah melukai hatinya.”

Elena tak bergeming. Dia menghunjamkan tatapannya ke wajah Marvin dan berkata keras, “Tidak tahu diri! Kau bicara seperti itu, berarti kau ingin sekali bisa bercerai dari Gennifer.” Sebenarnya mereka tak peduli, tapi mereka tidak ingin putrinya malu gegara menantu bodoh itu.

Apa yang sudah dipertaruhkan oleh Marvin memang terdengar gila. Jika Keluarga Winston saja tertatih-tatih dalam mencari lobian agar bisnis mereka tetap berjalan selama berbulan-bulan lamanya, bagaimana bisa pria yang baru saja keluar dari penjara lantas bisa mengirimkan minyak mentah yang sangat banyak?

Mereka kompak menilai bahwa Marvin sudah terganggu otaknya. Jika orang seperti Raymond saja butuh waktu satu minggu untuk memproses semuanya, dan itu pun belum bisa dipastikan, lha ini Marvin dengan konyolnya mengatakan hal demikian. Apa Marvin meracau tidak sadar?

Marvin menatap wajah Raymond lekat-lekat. “Kau takut?” tanyanya sangat dingin.

Mendengarnya, Raymond melongo. “Ha? Kau pikir aku takut? Dengan bicara seperti itu, kau sudah melecehkan nama besarku, Bodoh! Kau sangat kurang ajar!”

Marvin membela diri. Dia bukan pengecut. “Kau yang kurang ajar terlebih dahulu. Kau sudah merobek harga diriku dengan menyuruhku menjilat telapak sepatumu.”

Raymond meraih mawar merah bawaanya yang sedari tadi terkapar di atas meja. Dia memberikannya langsung kepada Gennifer. Tingkah lakunya jelas disaksikan oleh Marvin.

Raymond jongkok di hadapan Gennifer dan berkata mesra, “Aku tidak sabar menunggu besok, Gennifer. Sebelum kau sah bercerai dari suami memalukanmu ini, aku akan mengutarakan kata cinta padamu, di depan suamimu sendiri.” Raymond melempar sebuah senyuman manis dan hangat.

Hati Gennifer makin tergoncang. Terlalu banyak rasa yang menggumpal di dadanya : resah, khawatir, takut, cemas, harap, cinta terhadap Marvin, dan jijik melihat Raymond.

Bibirnya menggerenyot kesal tatkala mendapat perlakuan seperti itu dari Raymond. Wanita mana pun suka bunga mawar, tapi jika kondisinya pada saat seperti sekarang, rasanya Gennifer mau muntah meskipun pria yang memberinya adalah anak orang terkaya di satu negeri.

Marvin mendengus marah. “Jangan terima bunga murah seratus dollar itu, istriku! Besok aku akan kasih kau Bunga Gloriest!”

Apa? Bunga Gloriest?

Bunga Gloriest hanya ada di kota Gloriston dan tumbuh setiap musim gugur. Di saat semua bunga berguguran, hanya Bunga Gloriest yang akan hidup dan tumbuh. Bunga yang sangat indah itu akan tahan selama sepuluh tahun tanpa air. Wanginya lebih harum dari bunga apapun.

Russel tercengang. “Apa kau tahu harganya yang paling murah adalah sepuluh ribu dollar?” tanyanya sambil mengerutkan jidat.

Kemudian Marvin tersenyum tipis dan menjawab, “Aku akan membelikan buat istriku, harga termahal, lima ratus ribu dollar.” Lalu dia merangkul istrinya dan segera menyuruh Raymond menghentikan kegilaannya. “Duduklah di tempatmu sana!” titahnya.

Saking terkejutnya dengan sikap menantunya, Elena sampai membekap mulutnya pakai telapak tangan. Matanya membulat seperti donat. Selama menjadi orang kaya, tidak pernah Elena memiliki bunga itu.

Bunga Gloriest terlalu mewah dan hanya akan ada satu saja yang tumbuh setiap tahun.

Derick menggeleng tak percaya. Asli menantunya sudah berlebihan mengada-ada. Dia pikir, Marvin setelah keluar penjara akan membawa perubahan, rupanya meleset.

Sungguh mengecewakan.

Marvin berdiri, mengeluarkan dompet, dan mengambil uang seratus dollar. “Ambil uang ini dan buang segera bunga itu ke kotak sampah!”

Tidak terima, Raymond membentak marah, “Kau sudah mempermalukan Putra Harvard. Aku tidak bakal lupa dengan perlakuanmu!”

Marvin kembali duduk, lalu membalas santai, “Kau juga keterlaluan. Aku tidak terima kau menghadiahi istriku bunga murah seratus dollar. Apa kau sudah menghina Keluarga Winston?” cecarnya.

Raymond menoleh ke Russel dan berkata, “Iparmu semakin parah, Russel! Jika tidak segera diurus, aku sangat yakin secara perlahan Keluarga Winston akan terpuruk.”

Kenapa Marvin bisa begitu berani berbicara lantang?

Ketika semasa sekolah, Marvin tidak hanya belajar di laboratorium dan perpustakaan, tapi dia sudah terbiasa hidup keras. Dia pun sering diangkat menjadi ketua kelas dan menjadi siswa yang punya peran penting di berbagai kesempatan.

Ketika studi S1 dan S2, dia sangat aktif berorganisasi. Dia terbiasa dengan diskusi berat dan perdebatan. Selain itu, dia sering berbicara dengan orang-orang besar, baik dari para pebisnis maupun profesional dalam mengasah keterampilan bicaranya.

Dan terkahir selama di penjara, cukup banyak Marvin mendapat pelajaran berharga, di sana mentalnya benar-benar ditempa. Penakut lalu ditindas, atau berkelahi terus aman? Marvin memilih berkelahi, dan paling minimal dia akan adu mulut dengan para tahanan lain.

Marvin mengawasi kedua mertuanya dan berkata tegas, “Jika sekarang aku katakan siapa sebenarnya sosok Raymond dan apa kepentingannya sekarang, kalian berdua tidak akan percaya padaku. Tapi, nanti kalian pasti akan tahu. Aku akan membuktikannya.”

Russel berdecak kesal. “Sudah cukup, Marvin. Hentikan sekarang semua omong kosongmu! Jika kau terlalu membual, urat geli kami akan putus lama kelamaan.”

Ada tepukan hangat ke pundak Russel dari Raymond, lalu sebuah rangkulan. “Iparmu begitu curiga terhadap kita berdua, Russel. Apa ada yang salah dengan hatinya?”

Russel menghela napas kesal dan berkata, “Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Besok dia akan segera pergi juga dari sini. Sudah, aku mau berangkat kerja.” Russel beranjak.

Marvin mengawasi mereka. “Ingat taruhan kalian berdua! Russel, waktumu masih panjang, tiga bulan lagi, jadi masih ada banyak waktu untuk berpikir. Dan kau Raymond, waktumu hanya satu hari satu malam, jika kau berubah pikiran, silakan minta maaf padaku dan istriku sekarang.”

Raymond apatis. Dia tak menoleh.

“Putra Harvard, kau pengecut!” ejek Marvin.

Raymond berhenti dan memutar tubuhnya. “Oke! Kita deal! Aku harap kau segera beli topeng untuk menutupi wajahmu yang penuh malu itu!” dengusnya bengis.

“Kita lihat nanti siapa yang akan malu!” sorak Marvin percaya diri.

Ayah mertua segera menyuruh istrinya ke dapur untuk mengawasi para pembantu. “Aku mau berangkat kerja. Biarkan sepasang anak manusia ini menikmati hari-hari terakhirnya.” Derick dan istrinya melengos dari tatapan Marvin. Sedikit pun mereka tidak percaya dengan semua apa yang dikatakan oleh Marvin.

Tersisa cuma Marvin dan Gennifer di ruang tamu. Gennifer lantas menangis, menumpahkan perasaan sedihnya. “Kau sangat jahat samaku, Marvin. Aku pikir, kau akan membalas kebaikan dan kesetiaanku selama kau di penjara.” Wajahnya memerah. Ada rasa kesal membuncah, tapi cintanya terlalu besar.

Marvin merengkuh istrinya sangat erat. “Justru aku sangat cinta sama kau, Gennifer istriku. Aku tidak rela kau dipermainkan oleh mereka. Aku harus memberi mereka pelajaran,” seru Marvin sepenuh hati. “Percayalah padaku, Keluarga Rock dan Keluarga Winston pasti akan bangkit! ”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Imanuel Yusup
bagus ceritane
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status