Share

Bab 9

Hingga sore hari, Marvin masih berada di kediaman Keluarga Winston. Karena sudah lama tidak bersua, dia meluapkan bahagianya bersama istrinya dan juga Axel. Tidak hanya itu, maksud hati Marvin sebenarnya adalah menunggu kehadiran Russel dan Raymond.

Sekitar pukul lima, barulah Russel pulang. Ford jutaan dollar miliknya masuk ke halaman villa, sengaja menjauh dari Audi jadul milik Marvin. “Mobil si brengsek, harusnya dia parkir di luar gerbang sana,” umpatnya menyeringai.

Bahagia dan khawatir bercampur di wajah Russel. Bahagia karena selama satu bulan ke depan Winsoil akan aman dari krisis, dan khawatir adalah siapa yang telah menyuruh The Oxy mengirimkan minyak mentah sebanyak itu, padahal pihak Winsoil tidak pernah melakukan penawaran.

Setibanya di ruang keluarga yang sangat megah ini, Russel mendengus kesal ketika melihat Marvin, dan berkata, “Harusnya kau tidak berada di ruangan ini! Dan lebih baik seharusnya kau pulang saja! Kami tidak menerima mantan napi!”

Gennifer tidak terima. “Apa-apaan kau, Russel?! Marvin adalah suami sahku. Dia berhak berada di ruangan ini.”

Begitu juga Axel. “Dia adalah iparku, Kak. Kami tidak pernah mempermasalahkan statusnya tersebut, lagipula tidak ada pengaruhnya bagi kami.”

Russel mengawasi dua saudaranya dengan pandangan ketus. “Aku tidak sudi punya ipar teroris. Hati-hati, nanti dia bawa bom ke sini,” ucapnya seraya tersenyum pahit.

Marvin merapikan kemeja hitamnya, lalu berkata, “Seharusnya kau bahagia sekarang, Russel. Bukankah minyak mentah senilai satu milyar dollar telah sampai di kilang Winsoil? Jadi, aku harap temanmu bernama Raymond cepat-cepat ke sini. Kami tidak sabar ingin melihatnya menjilat telapak sepatuku.”

“Kau! Kurang ajar sekali terhadap Putra Harvard!” Russel mulai gusar. Darahnya mendidih. Tangannya menunjuk-nunjuk.

Tidak ingin ditunjuk, Marvin membuang mukanya dan berkata, “Apa aku telah memfitnahnya? Apa aku memberikan tuduhan yang tidak-tidak sehingga dia masuk penjara?” singgung Marvin. Tidak ada rasa takut di dalam dirinya.

Russel kesal. Dia menggertakkan gerahamnya sembari mengepalkan tinju, tapi itu hanya gertak, dari dulu dia tidak berani juga adu pukul dengan Marvin, entah karena takut, entahlah.

Meskipun ancaman dari Marvin memang sangat berisiko secara dia sudah agak kurang sopan dengan putra mahkota Keluarga Harvard, tetapi dia tak peduli, lagipula dalam waktu beberapa bulan ke depan kekayaan Keluarga Rock akan jauh berada di atas Keluarga Harvard.

Merasa sebal, Russel pun menghubungi Raymond dan segera menyuruhnya ke rumah. Lima belas menit kemudian Porsche merah milik Raymond pun tiba, kali ini dia membawa sebuah cincin yang akan dihadiahkannya ke Gennifer.

Dia menaruh kotak merah tersebut di atas meja ruang keluarga dan berkata, “Gennifer, spesial untukmu.” Lalu Raymond tersenyum penuh bahagia.

Marvin beranjak dan merampas kotak tersebut. Dia membukanya dan berkomentar, “Astaga! Campuran perak dan emas putih. Cincin ini memang asli, tapi murah!” seru Marvin tersenyum remeh. “Wahai Putra Harvard, apa kau tidak punya malu memberikan hadiah receh ini buat wanita secantik Gennifer?”

Semua orang tercengang mendengarnya.

Murah? Receh?

Derick dan Elena yang tengah beristirahat pun lantas turun karena kegaduhan di bawah. “Apa yang kalian ributkan?” lolong Roderick sambil mengerutkan alis.

Marvin langsung menguasai panggung. Dia bukan tipe pria lemah yang sering diam dan mengalah. Saat ini, jelas dia marah dan cemburu, tapi perkelahian hanya untuk anak kecil, jadi biarlah dia membalas ketengilan Putra Harvard dengan cara yang elegan.

Kotak merah tersebut diangkat oleh Marvin agar lebih terlihat oleh Derick. “Ayah mertua, coba lihatlah, pria asing ini memberikan hadiah murahan buat istriku. Aku sangat marah menyaksikannya. Ini adalah sebuah penghinaan bagiku dan bagi Keluarga Winston!”

Mendengar itu, Raymond naik pitam, tak terima hadiah berharga darinya dianggap murah. “Hei kau mantan napi! Apa kau tahu harganya sepuluh ribu dollar? Uang sebanyak itu bisa buat makan orang sepertimu selama lima tahun!” umpatnya emosi.

Elena merampasnya. Dia melihatnya dengan sangat detail. “Waw! Cincin ini sangat indah dan mahal. Marvin, apa kau sudah gila bilang ini adalah murah dan receh ha?!”

Derick pun penasaran. Diawasinya cukup lama, lalu berkomentar, “Cincin ini hanya ada lima puluh di Chemisland. Marvin, apa kau lupa maskawin darimu untuk Gennifer harganya tidak lebih dari seribu dollar?”

Saat ini, semua mata tertuju pada Marvin. Gennifer yang dari tadi pagi senangnya minta ampun, sontak sekarang dibuat was-was lagi oleh semua ucapan Marvin.

Gennifer pun menyadari bahwa ucapan suaminya memang sangat berlebihan. Sejauh ini, hanya Marvin yang berani bicara seperti itu di hadapan Keluarga Harvard. Dia selalu percaya terhadap suaminya, namun rasa khawatirnya tidak bisa dihilangkan.

Axel terperanjat. Selama ini, dia mengenal Marvin memang orangnya pandai bicara dan berani, tapi untuk sekarang, dia melihat ada sesuatu yang berbeda dari Marvin.

Alasannya adalah dendam. Marvin sangat dendam terhadap dengan Raymond, meski saat ini Raymond masih jauh berada di atasnya, namun tidak untuk dalam waktu ke depan. Oleh karena itu, keberanian Marvin sangat terpompa.

Gennifer menatap cemas dan berkata lirih, “Sayang, jika kau tidak suka, letakkan saja cincinnya. Aku juga tidak akan pernah menerimanya. Berhentilah bicara!” Keresahaan tampak jelas di raut muka Gennifer. Helaan napasnya mulai tidak beraturan.

Raymond duduk di sebelah Russel, lalu berkata keras, “Apa kau kira, setelah keluar dari penjara, lantas kau bisa bicara seenaknya, Marvin Rock?!” Raymond mengangkat kakinya seperti bos seraya memberikan tatapan tajam ke arah Marvin. “Tarik kembali omonganmu, atau mulutmu akan robek!”

Marvin tidak gentar sedikit pun. Meski diancam, pundaknya tak goyah. Dia membalas dingin, “Simpanlah cincin yang katamu mahal dan bagus itu! Jika dibandingkan dengan Bunga Gloriest yang aku berikan, berarti aku sudah memberi sebanyak lima puluh biji cincin seperti itu!” Lalu dia kembali duduk pas di samping Gennifer.

Tak ingin kalah, Raymond berdiri dan mengambil bunga yang ada di sebelah Gennifer. “Bunga ini palsu!” koarnya sambil tersenyum miring.

Marvin mengalihkan pandangannya ke ibu mertuanya. “Bu, Anda sangat paham persoalan bunga. Anda sudah melihatnya dari tadi. Apa bunga itu asli?”

Elena melengos dan menjawab dingin, “Bunga itu asli. Tapi kami semua tidak yakin kalau kau yang telah memberikannya!” sentak Elena.

Russel menjadi orang yang paling setuju bahwa Bunga Gloriest seharga lima ratus ribu dollar itu bukanlah pemberian dari Marvin.

Atas omongan Russel, kedua orang tuanya sepakat bahwa pasti ada orang yang telah salah kirim.

Ada senyuman tipis dari Marvin buat Raymond. “Kau tidak bisa membedakan antara Bunga Gloriest asli dan palsu, Putra Harvard? Sungguh menyedihkan!” ejek Marvin makin emosi.

Baru kali ini Raymond sangat malu, dan yang lebih buat malu lagi adalah, dia dipermalukan oleh pria yang dianggapnya memalukan. Sungguh memalukan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status