Terdengar aneh memang, sudah punya perusahaan sendiri tapi masih ingin kerja di kantor orang lain.
Tapi memang itu keputusan Syafa, jadi tidak ada yang bisa mencegah nya.
***
"Pak ayo cepat bawa mobilnya pak," desak Syafa kepada supir taksi yang sedang dia naikin.
"Iya neng, sabar. Ini juga udah cepat neng," jawab sopir taksi tersebut.
Syafa masih saja terlihat gelisah. Kenapa tidak, hari ini adalah hari pertama dia bekerja. Dia tidak mau membuat kesan yang buruk di tempat kerja nya hanya karena dia datang terlambat.
Taksi pun sudah berhenti di depan kantor. Dengan cepat Syafa langsung berlari kearah kantor nya.
Brukkk
Syafa menabrak seseorang. Dengan merasa bersalah, Syafa langsung meminta maaf.
"Maaf pak saya gak sengaja."
Orang tersebut menatap tajam kearah Syafa. Namun emang dasarnya Syafa yang tidak pernah takut malah membalas tatapan orang tersebut.
"Hei pak, kenapa bapak natap saya seperti itu? Ada yang salah?"
"Iya, memang ada yang salah. Anda sudah membuat pagi saya menjadi buruk!"
"Apa maksud bapak bilang kayak gitu? saya tidak pernah punya masalah sama bapak," balas Syafa tak mau kalah.
"Anda sudah menabrak saya dan itu adalah masalah anda!"
"Pak, apa bapak tidak sadar. Bapak itu jalan sambil sibuk memainkan ponsel tanpa memperhatikan jalan. Jadi bapak juga bersalah dalam hal ini!" ujar Nayla tak mau kalah.
Orang tersebut menjadi semakin kesal kepada Syafa yang tidak mau disalahkan.
"Kenapa anda malah menuduh saya, jelas-jelas anda yang sudah menabrak saya.""Hei pak, kalau gak mau di tuduh itu, bikin jalan sendiri aja biar gak ada yang nabrak bapak lagi."
"Lama-lama pusing saya hadapin orang seperti anda. Mending saya pergi aja."
"Kalau mau pergi, ya pergi aja pak. Gak usah ngomong segala kali."
"Lama-lama nih orang bikin saya emosi!" ujar orang tersebut geram. Dia pun meninggal kan Syafa.
"Dasar orang aneh," ujar Syafa pelan tapi masih didengar oleh orang tersebut.
"Saya dengar!"
"Bagus deh kalau dengar."
Syafa pun melanjutkan langkahnya lagi.***
Para karyawan di kumpulkan oleh Deni selaku menejer di perusahaan ini. Hari ini ia mewakili CEO nya untuk memperkenalkan sekretaris baru untuk CEO mereka.
"Baiklah, maksud saya mengumpulkan kalian disini yaitu untuk memperkenalkan sekretaris baru di perusahaan ini," ujar Deni.
"Dia adalah saudara Syafa Sidqyah," lanjut nya lagi."Sekarang kalian semuanya boleh berkenalan dulu," ijar Deni.
Satu persatu karyawan datang menghampiri Syafa untuk berkenalan.
"Hallo Syafa, aku Rianti, salam kenal ya."
"Hallo Rianti, salam kenal juga."
"Hai Syafa, aku Fina."
"Ha juga Fina."Dan begitu selanjutnya mereka saling berkenalan.
Dan emang dasarnya Syafa itu orangnya mudah akrab dan cepat beradaptasi dengan orang baru, jadi dengan cepat ia langsung nyaman aja bicara dengan teman-teman barunya itu.Setelah acara perkenalan selesai, Syafa dan karyawan lainnya pun mulai bekerja.
"Syafa ini meja kerja kamu ya," ujar Deni menunjukkan meja kerja Syafa.
Dan kebetulan meja kerja nya berada di depan ruangan Devan."Oke, terima kasih pak," ujar Syafa.
"Sama-sama. Semoga betah ya."
"Insyaallah pak."
"Yaudah, kalau gitu saya permisi dulu. Selamat bekerja," pamit Deni.
"Baik pak," balas Syafa sambil menganggukkan kepalanya.
Setelah Deni pergi, Syafa pun memulai pekerjaannya.
"Hai Syafa, semoga kamu betah ya kerja disini," ujar Rianti yang menghampiri Syafa.
"Insyaallah mbak," balas Syafa sambil tersenyum.
"Eits, jangan panggil aku mbak, panggil Rianti aja," ujar Rianti memperingati Syafa.
Syafa sedikit tersenyum.
"Baiklah Rianti," jawab Syafa."Oh ya, kalau boleh tau kamu udah ada ketemu belum dengan CEO kita?" tanya Fina yang juga ikut menghampiri Syafa.
Syafa menggeleng.
"Belum pernah.""Kami harap nih ya, kalau kamu ketemu sama CEO nanti, kamu harus punya kesabaran yag ekstra," ujar Rianti tiba-tiba.
"Emangnya kenapa?" tanya Syafa bingung.
"Soalnya, dia itu orang nya galak," jawab Fina dengan membuat ekspresi seperti orang marah.
"Dia itu kerjaannya suka marah-marah mulu," tambah Rianti lagi yang semakin mengompori.
"Kalian ini ada-ada aja deh. Masa bos sendiri di bilang gitu," ujar Syafa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tapi ini beneran lho Fa," ujar Rianti lagi yang mencoba meyakinkan Syafa.
"Udah lah, gak baik ngomongin bos sendiri nanti orangnya dengar bisa berabe urusannya," ujar Syafa mengingatkan.
"Mending kalian lanjut kerja lagi. Dari pada nanti kena marah gara-gara ngerumpi pas jam kerja," ujar Syafa lagi.
"Hehe iya deh Fa. Ini kami juga mau kerja kok," balas Rianti dan Fina sambil nyengir kuda.
Belum beberapa lama Syafa memulai pekerjaannya, tiba-tiba Deni datang untuk memanggil nya.
"Syafa!" panggil Deni.
Syafa pun menoleh kearah sumber suara.
"Iya pak," balas Syafa."Kamu di suruh pak Devan ke ruangannya," ujar Deni.
"Baiklah pak, saya akan kesana," balas Syafa sambil mengangguk.
"Cepat ya, kamu sudah ditunggu."
"Baik, terima kasih pak."
Syafa pun mulai melangkahkan kakinya menuju ruangan Devan.
Tok...tok...tok
"Masuk!"
Syafa yang mendengar suara itu pun langsung membuka pintu dan memasuki ruangan tersebut.Terlihat seseorang yang sedang duduk membelakangi pintu.
"Bapak memanggil saya?" tanya Syafa setelah masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Iya. Silahkan duduk!"
Syafa pun langsung duduk didepan meja bosnya tersebut."Ada apa ya bapak memanggil saya kesini?" tanya Syafa setelah duduk di depan meja Devan.
"Apakah anda sekretaris baru itu?" tanya Devan yang masih membelakangi Syafa.
"Iya pak," balas Syafa.
Orang tersebut pun membalikkan kursinya agar duduk menghadap ke arah Syafa.
Seketika mata Syafa membulat melihat siapa orang yang ada didepannya ini.
Jadi dia bos aku?
Tanya Syafa dalam hati.
Devan tersenyum mengejek ketika melihat ekspresi Syafa.
"Oo, jadi kamu yang menjadi sekretaris saya?" ujar Devan sambil menampilkan ekspresi yang tidak dapat di artikan.
"I...iya pak," jawab Syafa yang entah sejak kapan mulai terlihat gugup.
"Tapi sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya. Tapi dimana ya?" Devan mengetok-ngetok jarinya diatas meja dengan gaya arrogannya seperti orang yang sedang berfikir.
Mati lah diriku.
ujar Syafa dalam hati.
"Oh iya, saya ingat. Kamu wanita yang tadi pagi bukan?" tanya Devan sambil menatap Syafa.
"I...iya, pak," balas Syafa gugup.
"Aneh emang. Kenapa wanita seceroboh seperti kamu bisa jadi sekretaris saya," ujar Devan seperti mengejek Syafa.
"Maksud bapak apa?" Syafa tidak terima dengan ucapan Devan tersebut.
"Ya pikir saja sendiri," jawaban Devan berhasil membuat Syafa menahan kesal nya.
"Ngeselin banget sih punya bos kayak dia," ujar Syafa pelan.
"Kamu bilang apa?"
"Eh, enggak ada kok pak."
Setelah itu wajah Devan berubah menjadi serius.
"Perkenalkan nama kamu!" ujarnya tegas."Nama saya Syafa Sidqyah pak."
Devab mengangguk kan kepalanya."Sekarang kamu sudah mulai bekerja. Tapi ingat jangan sekali-kali bikin kesalahan kalau kamu gak mau di pecat!" ujar Devan tegas.
"Baiklah pak. Kalau begitu saya permisi dulu," pamit Syafa.
"Silahkan," balas Devan tanpa melihat kearah Syafa, karena dia sudah mengalihkan pandangannya ke arah laptop nya.
Syafa pun keluar dari ruangan Devan dengan rasa kesal yang sedari tadi ia tahan.
"Kamu kenapa Fa?" tanya Fina yang sadar dengan raut wajah Syafa.
"Aku gak nyangka aja kalau pria itu yang jadi bos kita," balas Syafa.
"Siapa maksud kamu? Pak Devan?"
"Ya siapa lagi."
Fina terkekeh.
"Emang kenapa? Diapain kamu barusan sama pak Devan?""Menurut aku ya, dia itu cowok yang ngeselin banget tau gak," ujar Syafa.
Tawa Rianti dan Fina pun pecah."Kan emang udah kami bilangin tadi, kamu sih gak percaya. Pak Devan itu emang kayak gitu orangnya," ujar Fina yang ketawa melihat wajah kesal Syafa.
"Awas aja ya kalau tuh orang berani-beraninya sama aku, bakal aku jadiin peyek dia," ujar Syafa yang membuat Fina bergidik ngeri.
"Siapa yang kamu maksud?"
ujar seseorang dari belakang Syafa.***
***"Siapa yang kamu maksud?"ujar seseorang dari belakang Syafa.Tubuh Syafa menegang. Mampus.Syafa pun berbalik melihat siapa pemilik suara tersebut. Sedangkan Fina, entah sejak kapan dia kabur dari tempat tersebut."Eh pak Devan. Ada apa ya pak?" tanya Syafa yang hanya bisa nyengir kuda saja.Devan menatap Syafa datar, melebihi datarnya triplek."Ini waktu kerja, bukan waktu buat gibahin saya!""Hehe, maaf pak saya gak sengaja," ujar Syafa yang hanya menampilkan wajah tak berdosa nya."Gibahin orang pake gak sengaja segala. Selesai kan laporan ini, setelah itu temani saya meeting dengan klien." Devan pun memberikan sebuah file kepada Syafa."Sekarang pak?" tanya Syafa polos."Minggu depan juga gak papa," balas Devan yang sudah menatap Syafa tajam."Oh gitu, masih lama pak mendin
***Devan yang melihat Syafa tiba-tiba tak sadarkan diri langsung sigap membawa Syafa ke mobilnya. Setelah itu, ia langsung melajukan mobilnya menuju rumah sakit dengan kecepatan tinggi. Sebelum itu, ia memutuskan untuk membatalkan pertemuan dengan klien.Sesampainya di rumah sakit, Syafa langsung di bawa ke UGD."Bagaimana keadaannya dok?" tanya Devan datar."Pasien gak papa kok. Cuma asam lambungnya kambuh, mungkin karena dia telat makan," jelas dokter tersebut.Devan hanya mengangguk saja."Kalau begitu saya permisi dulu pak.""Silahkan."Devan pun masuk kedalam ruang UGD dan melihat Syafa yang sudah sadar."Pak Devan! Kenapa kita bisa ada disini? Bukanya kita mau meeting ya?" Tanya Syafa polos."Kamu mau tau kenapa kita ada Disini?" Syafa mengangguk."Karena di bawa sama angin." Jawab Devan datar.
***Syafa yang baru saja dimarahi oleh Devan langsung masuk keruang kerja nya dengan wajah kesal. Syafa sadar kalau dia melakukan kesalahan, tapi Syafa juga bisa meninggalkan kewajibannya sebagai manusia untuk saling membantu."Kamu kenapa Fa? telat?" tanya Fina yang baru menyadari kedatangan Syafa. Syafa hanya menganggukkan kepalanya saja."Aku tebak, pasti kamu habis dimarahi sama pak Devan ya?" ujar Fina lagi yang sudah terkekeh."Iya! Baru sekali aja telat tapi marahnya udah kayak orang yang habis ditinggal kawin aja," jawab Syafa kesal. Tawa Fina pun langsung meledak."Ya kamu sih, udah tau pak Devan galak, masih aja cari gara-gara.""Siapa juga yang nyari gara-gara sama tu orang. Lagian aku kan gak sengaja datang terlambat nya.""Yaudah, biarin aja. Yang penting kamu gak usah ulangi lagi. Bisa-bisa nanti kamu langsung dipecat sama pak Devan," ujar Fina
Devan sedari tadi melihat gelagat aneh Syafa. Wanita itu terlihat sangat gelisah, di tambah lagi Nathan yang selalu melirik ke arah Syafa."Baiklah, saya menyetujui kerjasama kita ini," ujar Nathan. Dapat Syafa rasakan kalau Nathan emang sengaja menyetujui kerja sama ini hanya agar bisa menganggu dirinya."Baiklah pak Nathan, terima kasih atas kerjasamanya," ujar Devan."Sepertinya, pertemuan kita kali ini cukup sampai disini, kami permisi dulu," pamit Devan. Syafa akhirnya bisa bernapas lega karena Devan seperti tahu dengan kondisi Syafa.Devan memasuki mobilnya diikuti oleh Syafa. Devan merasa sedikit heran, pasalnya kenapa wanita cerewet yang ada disampingnya ini mendadak jadi pendiam seperti ini. Devan hanya mengangkat bahunya acuh.***Syafa sudah kembali kekantor nya. Namun Syafa tidak seperti biasanya. Ia lebih banyak diam membuat para karyawan disana menjadi bert
***Devan yang baru saja hendak pulang, tidak sengaja melihat mobil Syafa yang keluar dari area kantor. Entah hasutan dari mana, Devan mengikuti mobil Syafa tersebut dari belakang.Namun, di tengah perjalanan, ia melihat mobil Syafa yang tiba-tiba saja berhenti. Hal itu membuat Devan juga ikut menghentikan mobilnya, tapi dari jarak yang cukup jauh.Dari kejauhan, terlihat Syafa yang keluar dari mobilnya. Seperti nya ada masalah pada mobil Syafa pikir Devan. Devan hanya mengamati dari mobilnya saja, tanpa berniat menghampiri wanita itu.Namun tidak berselang lama, sebuah mobil berhenti di dekat Syafa. Seorang laki-laki keluar dari mobil tersebut. Devan mengernyit kan keningnya dan memperhatikan siapa pria tersebut.Nathan?Devan terlihat berpikir. Untuk apa Nathan menghampiri Syafa? Apa hubungan di antara keduanya? Dan kenapa dia itu seolah-olah sudah mengenal Syafa seja
"apa maksudnya ini om?" tanya Syafa."Seperti yang kamu lihat, Fa. Perusahaan Nathan ingin mengajukan kerja sama dengan perusahaan kita," jawab om Sharul."Apa dia tahu kalau perusahaan ini milik keluarga Sanjaya?" Tanya Syafa lagi."Sepertinya tahu, soalnya dia juga mencantumkan nama kamu sebagai pemilik perusahaan ini." Syafa memijit kening nya.Apa lagi ini, kenapa semuanya malah menjadi rumit seperti ini."Jadi, menurut om kita harus bagaimana?" tanya Syafa."Sebaiknya kita tolak saja. Om takut dia ada berniat jahat sama kamu," usul om Sharul.Syafa pun mengangguk."Baiklah om. Semuanya Syafa serahkan sama om," ujar Syafa lagi."Baiklah, Syafa. Om akan berusaha mengurus nya sebaik mungkin.""Terima kasih om. Kalau gitu Syafa pamit pulang dulu.""Kamu pulang nya sama siapa Fa? Apa perlu di antar?" tanya om Sharul la
"LEPASKAN, NATHAN!" bentak Syafa lebih keras lagi."Tidak semudah itu, sayang." Nathan kembali menarik tangan Syafa lebih keras lagi.Syafa terus saja memberontak, namun yang namanya tenaga perempuan itu tidak sebanding dengan tenaga laki-laki.***Devan sedang menunggu Syafa di ruangan rapat. Namun, sampai sekarang Syafa belum datang juga. Bagaimana dengan Devan? Jangan di tanya lagi.Devan sudah menahan amarahnya dari tadi. Kalau bukan karena ada klien nya, maka sudah di pasti Devan akan mengomel tidak tentu.Waktu rapat pun sudah di mulai, namun Syafa belum juga datang. Devan sudah sangat marah rasanya. Dia juga akan memarahi Syafa setelah rapat ini selesai.Rapat terpaksa di lakukan tanpa kehadiran Syafa. Devan terpaksa harus menghandle rapat ini sendirian, karena ia tidak mau pertemuan ini di batalkan hanya karena Syafa. Apa lagi ini adalah proyek yang sangat p
Syafa baru saja terbangun dari tidurnya. Ia melihat kesekeliling nya."Loh, ini kan kamar aku? Siapa yang bawa aku kesini?" Ketika sedang sibuk dengan pikirannya, Bi inah masuk kedalam kamarnya."Eh, non Syafa udah bangun?" ujar bi Inah."Siapa yang bawa aku kesini, bi? tanya Syafa."Oh, itu tadi tuan Devan yang gendong non Syafa kesini." Mata Syafa pun langsung melebar."Apa bi? Jadi pak Devan gendong aku kesini?""Iya, non." Sumpah demi apa, Syafa rasanya ingin tenggelam saja saat ini. Itu semua karena Devan. Berani nya laki-laki itu menggendongnya, mau di letakkan di mana mukanya.Tapi ya mau bagaimana lagi, semuanya sudah terjadi. Syafa hanya bisa menerima saja, jangan sampai ada orang yang melihat Devan yang menggendong dirinya. Kalau tidak bisa timbul masalah baru lagi.***"Halo, kirim orang untuk menjaga Syafa!" ujar Devan pada s