Share

Marrying My Boss
Marrying My Boss
Author: Jisa

Pacar? Nikah?

"Dia!" Tunjuk seorang laki-laki dengan wajah yang sedang kebingungan itu.

"DIA ADALAH PACAR SAYA. DAN SAYA AKAN MENIKAHINYA," ucapnya lagi dengan lantang.

"Saya?" Tanya seorang wanita yang baru saja masuk dan berjalan ke arah mereka. Ia kemudian melihat ke kanan dan kiri takut seseorang mendengarnya. Untungnya ruangan itu kedap suara.

Wanita itu adalah seorang sekretaris yang bernama Safiya. Ia biasa di panggil Fiya. Tapi orang-orang di perusahaannya memanggilnya dengan sebutan Sekretaris Sa. Ia baru enam bulan bekerja di sana. Fiya adalah lulusan dari luar negeri, Harvard University.

Harvard University adalah sebuah kampus terbaik di dunia. Dan sudah di pastikan Fiya adalah sosok yang mempunyai segalanya. Ia cantik dan pintar. Membuat orang-orang di perusahaan tunduk dan tidak berani untuk mendekati Fiya. Di tambah Fiya yang tidak banyak omong. Selama di perusahaan ia tidak ada teman satupun. Mereka segan untuk mengobrol dengan Fiya. Mereka hanya saling berkomunikasi tentang pekerjaan. Tambah lagi Fiya berada di ruangannya dan jarang keluar. Sekalipun keluar hanya untuk ke toilet ataupun minum dan makan.

"Iya sayang," ucap laki-laki itu sembari mendekati Fiya. Ia memegang tangan Fiya. "Sudah seharusnya kita mengatakan ini ke orang tua aku."

Fiya semakin kebingungan dengan tingkah laku laki-laki itu. Dia adalah Bos nya sendiri. Dan yang menyaksikan itu adalah Papanya, Presdir perusahaannya. Namanya adalah Aryan.

"Bapak kenapa?" Tanya Fiya berbisik.

"Ikutin aja," balasnya berbisik lalu membawa Fiya ke hadapan Papanya. "Duduk sayang," ucapnya sambil mempersiapkan Fiya duduk terlebih dahulu. Mereka benar-benar seperti pasangan.

Fiya hanya bisa tersenyum ke arah Papanya. Ia bingung mimpi apa dia semalam. Mengapa tiba-tiba begini.

"Kalian udah lama pacaran?" Tanya Papanya yang tidak percaya dengan mereka. "Jawab bersamaan!"

"Enam bulan," ucap mereka berdua yang bersamaan. Kemudian keduanya saling melirik dan tersenyum.

"Kok bisa samaan?" Batin Fiya.

"Ya sudah nanti malam kamu ajak dia ke rumah," ucap Papanya yang membuat Fiya membeku. Papa Aryan berdiri dan menatap nanar wajah Arya dengan tegas.

"Masalah apa lagi ini," batinnya lagi.

Ia terus-menerus berbicara dalam batinnya. Hingga Aryan kemudian mengiyakan ajakan Papanya. Kemudian ia tersenyum. Lebih tepatnya ia tersenyum paksa. Dengan cepat Aryan mencolek Fiya untuk ikut tersenyum juga. Apalah daya Fiya sekarang selain mengikuti kemauan Bosnya.

"Ingat jam tujuh malam. Jangan telat! Kalo telat," ancam Papa Aryan.

"Iya gak telat kok!" Ucap Aryan yang langsung menjawab karena takut jika Papanya akan meneruskan kalimat selanjutnya.

Papa Aryan kemudian berjalan meninggalkan mereka berdua. Sekarang hanya ada keheningan di antara mereka berdua. Fiya sesekali melirik Aryan kemudian melirik ke lain arah. Otaknya benar-benar beku sekarang.

"Pak saya gak bisa," ucap Fiya singkat.

"Alasannya?"

Fiya berfikir sejenak. Apalagi kalau bukan untuk mencari alasan. "Saya udah punya pacar."

"Saya gak masalah."

Jawaban Aryan yang singkat padat dan jelas itu membuat Fiya menggaruk kepalanya. Ia menghela nafasnya.

"Saya akan kasih kamu apapun itu."

"Saya gak butuh apa-apa Pak," jawab Fiya dengan polosnya.

"Kalo kamu gak mau ya terpaksa saya akan pecat kamu."

"Gila kali ni orang! Gatau apa cari kerja susah!" Batin Fiya.

"Gimana?" Tanya Aryan sambil mengangkat alisnya dan tersenyum dengan penuh kemenangan. Dia yakin itu adalah kelemahan Fiya.

"Cuma makan kan Pak?" Gak di nikahin?"

"Ya cuma itu."

"Emang kenapa sih kalo saya nikahin kamu," ucap Aryan dengan pelan.

"Kenapa Pak?" Tanya Fiya yang mendengar Aryan berbicara dengan pelan dan tidak jelas.

"Saya ngomong?" Tanya Aryan balik tanya.

"Baik Pak kalo gitu saya izin keluar," balas Fiya sambil menundukkan badannya sedikit. Karna itu adalah rasa hormatnya pada Bosnya.

"Eh tunggu bentar. Kamu ikut saya sekarang."

"Ada kerjaan di luar Pak?" Tanya Fiya. "Perasaan hari ini gak ada Pak di jadwal Bapak. Cuma nanti sore ada meeting sama klien di kantor."

"Siang ini saya ada kerjaan di luar."

"Bukannya gak-"

"Ini yang bos nya siapa sih? Saya atau kamu?"

"Baik Pak kalo gitu saya siap-siap sekarang."

"Gak usah, ayo sekarang."

Fiya hanya bisa menuruti perintah Bos nya. Ia mengekori Bos nya dari belakang. Saat Fiya dan Aryan keluar dari ruangannya. Orang-orang yang di dekat ruangannya berbisik-bisik. Bagaimana tidak selama enam bulan ini. Baru kali ini Fiya berada lama di ruangan itu. Mereka penasaran apa yang telah terjadi di ruangan itu.

Setelah memakan waktu beberapa menit di perjalanan. Akhirnya mereka sudah sampai. Saat di perjalanan mereka sama sekali tidak berbicara. Membuat supir merasa heran dengan tingkah mereka berdua. Biasanya mereka selalu berbicara. Walaupun tidak terlalu dekat setidaknya mereka saling berbicara tentang pekerjaan.

Tapi kali ini tidak sama sekali. Saat sampai sama seperti tadi. Aryan berada di di depan dan Fiya mengekori nya di belakang dengan badan yang tegak dan tetap bersifat profesional. Walaupun otaknya sekarang sedang tidak baik-baik saja.

Tiba-tiba saat berjalan Aryan berhenti. Membuat Fiya yang sedang bengong menabraknya begitu saja. Fiya yang kehilangan keseimbangan lalu terjatuh dan membuat heels nya rusak.

"Kamu gapapa?" Tanya Aryan yang tetap berdiri. Tidak ada rasa bersalah sama sekali.

Pada saat itu juga, ingin rasanya Fiya lempar heels itu ke wajah yang hanya bagus di luar saja. "Gak kenapa-kenapa kok kok. Saya yang salah karena tidak fokus."

"Ya sudah lain kali kamu harus hati-hati. Harus fokus kalau bekerja."

"Iya Pak," ucap Fiya sambil tersenyum. Mereka melanjutkan mengelilingi Mall itu hingga Aryan berhenti di Dior. Yang isinya adalah barang-barang mahal.

"Duduk," ucap Aryan tanpa melihat Fiya yang saat itu sedang mengeker heelsnya.

"Akhirnya, sakit nih kaki gua gara-gara lu," ucap Fiya menatap malas belakang Aryan.

Pelayan di sana lalu datang menghampiri Aryan dan bertanya-tanya apa yang mungkin bisa ia bantu. Aryan lalu berjalan-jalan tanpa menghiraukan Fiya yang masih tetap duduk.

Hingga kemudian beberapa menit Aryan kembali lagi dan duduk di samping Fiya. "Heels kamu kenapa?"

"Pake nanya lagi nih orang," batin Fiya.

"Gak tau Pak kenapa, habis jatuh tadi tiba-tiba aja haknya rusak."

Setelah Aryan menanyakan itu, tidak lama datang seorang pelayan yang membawa beberapa dress yang terlihat santai namun begitu cantik.

"Itu kamu pilih buat nanti malam."

"Kayaknya gak perlu deh Pak. Dress saya ada kok."

"Oh iya, sama heels yang cocok untuk dia ukuran 38," ucap Aryan tanpa menghiraukan pertanyaan Fiya.

"Hah? Gak salah? Kok tau? Hah? Apa sih?" Fiya bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana tidak, Aryan tau dengan ukuran heelsnya.

"Kok-"

"Kalau kamu ngomong saya potong gaji kamu!"

Fiya tidak bisa berbuat apa-apa. Kesal nya Fiya saat itu bukan main-main. Aryan benar-benar membuatnya naik darah hari ini. Jika saja ia mendapat penawaran dari perusahaan lain. Mungkin ia akan segera pergi dari sana. Menghadapi Bos yang semena-mena terhadap karyawannya membuat semuanya mungkin butuh psikiater. Terkena tekanan batin. Gaji memang tinggi, tapi pergi ke psikiater pun juga harus mempunyai nominal yang bagus.

"Sekarang kamu coba semua dress itu!" Suruh Aryan dengan ketus.

"GAK. Bapak emang semena-mena ya sama karyawannya. Bapak gak sadar diri? Bapak tuh sekarang udah benar-benar kelewatan batas. Saya bukan pacar Bapakk!"

"Kamu berani sama saya?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status