"Dia!" Tunjuk seorang laki-laki dengan wajah yang sedang kebingungan itu.
"DIA ADALAH PACAR SAYA. DAN SAYA AKAN MENIKAHINYA," ucapnya lagi dengan lantang."Saya?" Tanya seorang wanita yang baru saja masuk dan berjalan ke arah mereka. Ia kemudian melihat ke kanan dan kiri takut seseorang mendengarnya. Untungnya ruangan itu kedap suara.Wanita itu adalah seorang sekretaris yang bernama Safiya. Ia biasa di panggil Fiya. Tapi orang-orang di perusahaannya memanggilnya dengan sebutan Sekretaris Sa. Ia baru enam bulan bekerja di sana. Fiya adalah lulusan dari luar negeri, Harvard University.Harvard University adalah sebuah kampus terbaik di dunia. Dan sudah di pastikan Fiya adalah sosok yang mempunyai segalanya. Ia cantik dan pintar. Membuat orang-orang di perusahaan tunduk dan tidak berani untuk mendekati Fiya. Di tambah Fiya yang tidak banyak omong. Selama di perusahaan ia tidak ada teman satupun. Mereka segan untuk mengobrol dengan Fiya. Mereka hanya saling berkomunikasi tentang pekerjaan. Tambah lagi Fiya berada di ruangannya dan jarang keluar. Sekalipun keluar hanya untuk ke toilet ataupun minum dan makan."Iya sayang," ucap laki-laki itu sembari mendekati Fiya. Ia memegang tangan Fiya. "Sudah seharusnya kita mengatakan ini ke orang tua aku."Fiya semakin kebingungan dengan tingkah laku laki-laki itu. Dia adalah Bos nya sendiri. Dan yang menyaksikan itu adalah Papanya, Presdir perusahaannya. Namanya adalah Aryan."Bapak kenapa?" Tanya Fiya berbisik."Ikutin aja," balasnya berbisik lalu membawa Fiya ke hadapan Papanya. "Duduk sayang," ucapnya sambil mempersiapkan Fiya duduk terlebih dahulu. Mereka benar-benar seperti pasangan.Fiya hanya bisa tersenyum ke arah Papanya. Ia bingung mimpi apa dia semalam. Mengapa tiba-tiba begini."Kalian udah lama pacaran?" Tanya Papanya yang tidak percaya dengan mereka. "Jawab bersamaan!""Enam bulan," ucap mereka berdua yang bersamaan. Kemudian keduanya saling melirik dan tersenyum."Kok bisa samaan?" Batin Fiya."Ya sudah nanti malam kamu ajak dia ke rumah," ucap Papanya yang membuat Fiya membeku. Papa Aryan berdiri dan menatap nanar wajah Arya dengan tegas."Masalah apa lagi ini," batinnya lagi.Ia terus-menerus berbicara dalam batinnya. Hingga Aryan kemudian mengiyakan ajakan Papanya. Kemudian ia tersenyum. Lebih tepatnya ia tersenyum paksa. Dengan cepat Aryan mencolek Fiya untuk ikut tersenyum juga. Apalah daya Fiya sekarang selain mengikuti kemauan Bosnya."Ingat jam tujuh malam. Jangan telat! Kalo telat," ancam Papa Aryan."Iya gak telat kok!" Ucap Aryan yang langsung menjawab karena takut jika Papanya akan meneruskan kalimat selanjutnya.Papa Aryan kemudian berjalan meninggalkan mereka berdua. Sekarang hanya ada keheningan di antara mereka berdua. Fiya sesekali melirik Aryan kemudian melirik ke lain arah. Otaknya benar-benar beku sekarang."Pak saya gak bisa," ucap Fiya singkat."Alasannya?"Fiya berfikir sejenak. Apalagi kalau bukan untuk mencari alasan. "Saya udah punya pacar.""Saya gak masalah."Jawaban Aryan yang singkat padat dan jelas itu membuat Fiya menggaruk kepalanya. Ia menghela nafasnya."Saya akan kasih kamu apapun itu.""Saya gak butuh apa-apa Pak," jawab Fiya dengan polosnya."Kalo kamu gak mau ya terpaksa saya akan pecat kamu.""Gila kali ni orang! Gatau apa cari kerja susah!" Batin Fiya."Gimana?" Tanya Aryan sambil mengangkat alisnya dan tersenyum dengan penuh kemenangan. Dia yakin itu adalah kelemahan Fiya."Cuma makan kan Pak?" Gak di nikahin?""Ya cuma itu.""Emang kenapa sih kalo saya nikahin kamu," ucap Aryan dengan pelan."Kenapa Pak?" Tanya Fiya yang mendengar Aryan berbicara dengan pelan dan tidak jelas."Saya ngomong?" Tanya Aryan balik tanya."Baik Pak kalo gitu saya izin keluar," balas Fiya sambil menundukkan badannya sedikit. Karna itu adalah rasa hormatnya pada Bosnya."Eh tunggu bentar. Kamu ikut saya sekarang.""Ada kerjaan di luar Pak?" Tanya Fiya. "Perasaan hari ini gak ada Pak di jadwal Bapak. Cuma nanti sore ada meeting sama klien di kantor.""Siang ini saya ada kerjaan di luar.""Bukannya gak-""Ini yang bos nya siapa sih? Saya atau kamu?""Baik Pak kalo gitu saya siap-siap sekarang.""Gak usah, ayo sekarang."Fiya hanya bisa menuruti perintah Bos nya. Ia mengekori Bos nya dari belakang. Saat Fiya dan Aryan keluar dari ruangannya. Orang-orang yang di dekat ruangannya berbisik-bisik. Bagaimana tidak selama enam bulan ini. Baru kali ini Fiya berada lama di ruangan itu. Mereka penasaran apa yang telah terjadi di ruangan itu.Setelah memakan waktu beberapa menit di perjalanan. Akhirnya mereka sudah sampai. Saat di perjalanan mereka sama sekali tidak berbicara. Membuat supir merasa heran dengan tingkah mereka berdua. Biasanya mereka selalu berbicara. Walaupun tidak terlalu dekat setidaknya mereka saling berbicara tentang pekerjaan.Tapi kali ini tidak sama sekali. Saat sampai sama seperti tadi. Aryan berada di di depan dan Fiya mengekori nya di belakang dengan badan yang tegak dan tetap bersifat profesional. Walaupun otaknya sekarang sedang tidak baik-baik saja.Tiba-tiba saat berjalan Aryan berhenti. Membuat Fiya yang sedang bengong menabraknya begitu saja. Fiya yang kehilangan keseimbangan lalu terjatuh dan membuat heels nya rusak."Kamu gapapa?" Tanya Aryan yang tetap berdiri. Tidak ada rasa bersalah sama sekali.Pada saat itu juga, ingin rasanya Fiya lempar heels itu ke wajah yang hanya bagus di luar saja. "Gak kenapa-kenapa kok kok. Saya yang salah karena tidak fokus.""Ya sudah lain kali kamu harus hati-hati. Harus fokus kalau bekerja.""Iya Pak," ucap Fiya sambil tersenyum. Mereka melanjutkan mengelilingi Mall itu hingga Aryan berhenti di Dior. Yang isinya adalah barang-barang mahal."Duduk," ucap Aryan tanpa melihat Fiya yang saat itu sedang mengeker heelsnya."Akhirnya, sakit nih kaki gua gara-gara lu," ucap Fiya menatap malas belakang Aryan.Pelayan di sana lalu datang menghampiri Aryan dan bertanya-tanya apa yang mungkin bisa ia bantu. Aryan lalu berjalan-jalan tanpa menghiraukan Fiya yang masih tetap duduk.Hingga kemudian beberapa menit Aryan kembali lagi dan duduk di samping Fiya. "Heels kamu kenapa?""Pake nanya lagi nih orang," batin Fiya."Gak tau Pak kenapa, habis jatuh tadi tiba-tiba aja haknya rusak."Setelah Aryan menanyakan itu, tidak lama datang seorang pelayan yang membawa beberapa dress yang terlihat santai namun begitu cantik."Itu kamu pilih buat nanti malam.""Kayaknya gak perlu deh Pak. Dress saya ada kok.""Oh iya, sama heels yang cocok untuk dia ukuran 38," ucap Aryan tanpa menghiraukan pertanyaan Fiya."Hah? Gak salah? Kok tau? Hah? Apa sih?" Fiya bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana tidak, Aryan tau dengan ukuran heelsnya."Kok-""Kalau kamu ngomong saya potong gaji kamu!"Fiya tidak bisa berbuat apa-apa. Kesal nya Fiya saat itu bukan main-main. Aryan benar-benar membuatnya naik darah hari ini. Jika saja ia mendapat penawaran dari perusahaan lain. Mungkin ia akan segera pergi dari sana. Menghadapi Bos yang semena-mena terhadap karyawannya membuat semuanya mungkin butuh psikiater. Terkena tekanan batin. Gaji memang tinggi, tapi pergi ke psikiater pun juga harus mempunyai nominal yang bagus."Sekarang kamu coba semua dress itu!" Suruh Aryan dengan ketus."GAK. Bapak emang semena-mena ya sama karyawannya. Bapak gak sadar diri? Bapak tuh sekarang udah benar-benar kelewatan batas. Saya bukan pacar Bapakk!""Kamu berani sama saya?""Fiya?" Tanya Aryan yang sedari tadi memperhatikan wajah Fiya yang bengong. "Kenapa Pak?" "Kamu gak dengar apa yang saya bilang tadi?" "Baju?" Tanya Fiya sambil memikirkan khayalan sesaat tadi. Khayalan yang tidak mungkin ia lakukan. Aryan hanya mengangguk kecil dan menyilangkan kedua tangannya. Ia menatap tajam Fiya yang sedari tadi tidak bergerak. Fiya yang malas mencari masalah lalu langsung masuk ke ruang ganti dan diikuti oleh pelayan di sana. Setelah bolak-balik mencoba baju agar sesuai dengan keinginan Bos nya. Akhirnya selesai juga dengan dress berwarna putih yang panjangnya hanya selutut sedikit kembang. Aryan yang sedang memilih-milih heels untuk Fiya terhenti sejenak. Siapa yang tidak terkesima dengan Fiya. Apalagi menggunakan dress yang sangat jarang ia pakai saat bekerja. Saat bekerja Fiya sudah sangat terbiasa menggunakan baju kemeja ataupun kalau tidak ya menggunakan outer dengan bawahan rok span panjang selutut atau celana. Benar-benar mencerminkan seorang sekre
Aryan mengambil tisu dan mengelap bibir Fiya yang terkena air. Aryan sekarang benar-benar berbeda. Seperti memiliki kepribadian ganda. Fiya tentunya agak shock mendengar itu. Tidak mungkin ia menikah dengan orang seperti Aryan. "Jangan sampe deh hidup gua kayak di novel-novel yang ntar gua di hamilin, terus di selingkuhin, terus di tinggal. Jadi janda anak satu. Enggak. GAK BOLEH. JANGAN SAMPAI! Kan gua pengen nikah sama orang yang gua suka dan dia juga suka gua." Batin Fiya. Mama Aryan benar-benar tidak bisa berkata apa-apa sekarang. Apalagi melihat Papa Aryan yang sepertinya menyukai Fiya dan Aryan yang sangat perhatian pada Fiya. "Papa setuju kalau kamu nikah sama Fiya. Tidak masalah dia sekretaris kamu. Bukannya malah bagus. Karna dia pasti ngerti, dan selama ini kinerjanya juga bagus dan layak di samping kamu," ucap Papa Aryan. "Makasih Pa, aku juga yakin dia bisa jadi pendamping hidup aku," ucap Aryan sambil menatap Fiya sambil tersenyum, Fiya pun membalas senyumannya kemudi
Aryan terkejut dan marah mendengar permintaan kliennya itu. Baginya, Fiya bukanlah sekedar aset perusahaan yang bisa dijual untuk keuntungan. "Maaf Pak, saya tidak bisa menerima permintaan Bapak. Fiya adalah karyawan saya sekaligus pacar saya. Saya tidak akan menyerahkannya begitu saja demi uang," tegas Aryan.Klien itu terlihat kesal mendengar penolakan Aryan. "Jadi Bapak menolak kerja sama yang sangat menguntungkan ini hanya karena perempuan itu? Bapak pasti bercanda!""Saya serius, Pak. Ada hal-hal dalam hidup yang lebih berharga dari sekedar uang dan keuntungan bisnis. Lagipula masih banyak peluang kerja sama lain yang bisa kita jajaki," balas Aryan tegas.Aryan lalu berdiri dan berkata, "Saya gak perlu kerja sama ini," ucapnya lalu berjalan mencari Fiya. Klien itu hanya tersenyum tipis melihat kepergian Aryan. Entah apa yang terjadi dengan klien tersebut. Dan entah apa juga yang terjadi dengan Aryan. Padahal apa yang klien katakan adalah benar adanya. Tapi Aryan dengan cepat m
Fiya melihat lekat pelayan yang membawa bunga itu. Memastikan bahwa dia tidak ke arahnya. Tapi sepertinya tidak sesuai harapan. Sekarang ia sudah telat berada di meja makan mereka. Aryan mengambil bunga itu sambil berdiri dan tersenyum. Kemudian ia berjalan pelan ke arah Fiya dan mengulurkan tangannya. Wajah Aryan menyiratkan ia harus melakukan hal romantis itu sekarang. Dengan terpaksa, Fiya menggapai tangan Aryan sambil tersenyum. "Bunga ini buat aku?" Tanya Fiya sambil tertawa bahagia. Aryan tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya. "Gimana? Kamu suka kan sayang?" Tanyanya sambil memberikan bunga itu. Fiya mengambil buket bunga itu dan menganggukkan kepalanya. Ia tersenyum begitu indah hingga kantong matanya terlihat. "Makasih." Mereka berdua lalu berpelukan. Orang-orang di sana yang melihat keromantisan itu tentu saja ikut turut bahagia. Hingga yang ada di sana memberikan tepuk tangan yang meriah. Fiya kira kejutan itu sudah sampai sini saja. Tapi ternyata itu baru saja p
"Saya izin keluar Pak," ucap Fiya lalu langsung keluar dari mobil Aryan dan berlari kecil tanpa melihat ke belakang sekalipun. Ia benar-benar bisa gila sekarang. Saat sampai di apartemennya, Fiya melakukan segala aktivitas malamnya sambil memikirkan kejadian tadi dan tentang lamaran Aryan tadi. Sampai akhirnya, sekarang adalah waktunya Fiya tidur. Ia mencoba memejamkan matanya tapi pikirannya terus-menerus berputar ke Aryan. Fiya kemudian melihat obat tidur yang biasanya ia makan. Ya, dia adalah insomnia. Mempunyai penyakit susah tidur, apalagi ketika banyak pikiran. Menjadi seorang sekretaris merupakan bukanlah hal yang mudah. Apalagi ia tidak punya pengalaman. Tapi entah kenapa, dari banyaknya orang yang mendaftar. Fiya adalah satu-satunya yang terpilih. Bukankah harusnya ia syukuri itu sekarang. "Gak bisa!" Fiya kemudian mengambil obat itu dan meminumnya. Kemudian perlahan ia memejamkan matanya. Menunggu obat itu bereaksi. Di sisi lain, Aryan yang menatap layar laptopnya terus
"Coba cerita sama kakak," ucap Fiya dengan lembut. Tapi Rini hanya menggelengkan kepalanya. Fiya hanya terdiam, tidak tau harus bagaimana. "Emm, ya udah kalo gak mau cerita gak apa-apa," ucap Fiya sambil berpikir ia harus bagaimana. "Oh iya nama kucing ini siapa? Lucu kayak kamu tau.""Namanya Kitty," ucapnya tertawa begitu bahagia. "Namanya bagus, lucu lagi," ucap Fiya sambil ikut tersenyum. Sekitar tiga puluh menit, Fiya menemani Rini. Hingga kini Aryan sudah kembali dan menghampirinya. "Papa," ucap Rini sambil memeluknya begitu erat. "Papa?" Tanya Fiya yang kebingungan. Apa yang terjadi sekarang? Apakah Aryan mempunyai anak? Ia baru tau sekarang? "Kamu baik-baik aja kan selama Papa gak ada?" Tanya Aryan sambil tersenyum kepada anak itu. Fiya semakin membulatkan matanya. Bagaimana tidak Aryan sendiri memanggilnya dengan sebutan Papa. Sangat begitu jelas terdengar. Apa itu benar anak Aryan? Pertanyaan itu sangat ingin Fiya tanyakan. Tapi ia bungkam, karena ia bukan siapa-siapa
Setiap orang mempunyai rahasia masing-masing. Fiya punya rahasia, bukankah begitu juga dengan Aryan. Tidak mungkin bukan jika tidak ada rahasia. Percakapan mereka hanya cukup sampai di situ. Mereka hanya saling terdiam dan hanya menikmati apa yang sedang mereka lihat sekarang. Tidak lupa sesekali Fiya memotret pemandangan itu. Dan tanpa sengaja ia memotret Aryan yang tengah memandang ke laut. "Sempurna," batin Fiya melihat foto itu di handphonenya. Setelah melihat matahari terbenam, mereka berdua kembali ke vila untuk beristirahat. Setelah seharian bersama, Fiya merasa ia semakin mengenal Aryan. Tapi semakin mengenal, Fiya semakin ingin menjauh. Karena ia begitu sempurna. Sedangkan ia hanya sebatang kara. Berjuang keras untuk menghidupi dirinya sendiri. Flashback on. Suara petir yang menggelegar begitu terdengar menakutkan. Tapi tidak dengan Fiya saat enam bulan lalu. Saat ia benar-benar tidak mempunyai uang untuk menyewa tempat yang lebih layak untuk ia tinggali. Pada saat itu
"Pak, saya siap untuk jadi istri bapak." "Bagus, itu adalah keputusan yang luar biasa. Besok kita nikah. Lalu kita akan punya anak banyak. Bagaimana kalau sepuluh? Apakah kamu mampu? Rasanya ingin lebih, tapi ya sudahlah sepuluh saja cukup," ucapnya sambil tersenyum tipis. "Baik Pak." "Kamu memang harus nurut sama saya. Karena saya adalah Bos kamu." Fiya menutup buku itu, ia benar-benar ternganga dengan alur cerita yang peran wanitanya benar-benar bodoh. Sangat tidak waras. Orang mana yang membaca cerita seperti itu. "Ya kali 10 anak," ucap Fiya sambil mengambil kentang goreng itu. "Kenapa?" tanya Dito yang datang dengan wajah kebingungan. "Gak apa-apa, ini ceritanya agak di luar nalar. Emang ada ya cewek yang mampu buat anak sampe 10?" Tanya Fiya yang heran. "Ada sih pasti. Bahkan lebih."Fiya hanya terdiam dan memikirkan. Hingga tanpa ia sadari bahwa Dito sadar akan hal yang berbeda dari diri Fiya. "Fiya kamu mau nikah?" Tanya Dito. "Nikah?" Tanya Fiya yang kebingungan. "