Share

EMPAT

"Kepergianmu menciptakan luka lebar dan bagian terparahnya, rindu membuat luka semakin parah.”

Di sebuah mansion mewah suasana sepi juga sunyi menyelimuti.

Tidak ada ramai yang mengisi karena luka masa lalu yang enggan tertutup.

Setiap saat, harap mereka mulai menipis sebab belum ada sama sekali

tanda-tanda sosok yang dicari lekas ditemukan. Ingin rasanya menyerah.

Sudah belasan tahun mencari-cari, tetapi tak membuahkan hasil sama

sekali.

Wanita paruh baya memandangi figura berisi foto anak kecil yang

begitu cantik, bahkan mungkin sekarang lebih cantik. Air matanya

mengalir seiring rasa kerinduan yang kian menggunung. Sosok ibu yang

sangat terpukul. Hingga saat ini ia pun masih meyakinkan diri bahwa

putrinya masih hidup.

“Sayang, kamu di mana? Mom rindu sama kamu. Apa kamu baikbaik saja di luar sana? Setiap hari Mom tidak pernah absen untuk

merindukanmu dengan memandang wajah cantik kamu.”

Tangis sosok ibu itu terdengar pilu. “Mengapa orang seperti mereka

jahat kepadamu? Mengapa harus kamu yang diculik?”

Tanpa sadar, perkataan wanita itu terdengar oleh sang suami. Pria

itu juga sama merasakan kerinduan yang sulit untuk dideskripsikan.

Bergegas ia menarik sang istri dalam dekap. Mereka menangis dalam

diam, lebih tepatnya ia hanya bisa merapalkan beribu-ribu doa agar

segera dipertemukan dan berkumpul kembali dengan putri tercinta.

Aku rindu, Mas ....” Rossa membenamkan wajah dalam dada

suaminya dengan isak tangis tak terbendung. “Kapan putri kita akan

ditemukan, Mas? Aku kangen sama dia.”

“Sabar, Sayang. Sebentar lagi, sebentar lagi pasti putri kita akan

ditemukan,” balas Sauqi mencoba menenangkan juga memberi sedikit

kekuatan dengan membelai kepala sang istri. Embus napas panjang

terdengar. “Ini semua salahku. Andai saja Mas berpikir dua kali untuk

memecat dia, pasti sekarang putri kita masih bersama kita.”

“Nggak, Mas. Dia yang tidak memiliki otak. Dia egois karena tidak

menyadari kesalahannya sendiri. Dia yang korupsi, membuat laporan

keuangan yang tidak sesuai. Memang pada dasarnya dia dendam.”

Ucapan Rossa terdengar memelan. “Tapi ... kenapa harus ke putri kita,

Mas, kenapa?”

***

Putra sulung dari tujuh bersaudara sedang merenung. Tatapannya

yang kosong tertuju ke depan. Hidupnya begitu berantakan semenjak

sosok itu pergi. Rasa bersalah hingga kini memeluknya erat.

“Princess ... kamu di mana? Hidup Abang berantakan. Hidup Abang

tidak lagi berwarna semenjak kamu hilang. Maafkan Abang, Sayang,

karena tidak becus menjaga kamu.”

“Tidak bisakah takdir secepatnya menemukan kita? Abang sangat

merindukanmu.” Laki-laki itu mendongak, menatap langit-langit

aparteman yang polos. “Abang nggak pernah pulang ke mansion semenjak

kamu hilang, Sayang.”

Mata laki-laki itu terpejam. Rindunya membelenggu kuat hingga

rasa sakit menekan dada. “I miss you.” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status