"Ke mana saja kamu selama ini, Kalina?" Pertanyaan dari ayah mertuanya membuat kegiatan makan Kalina terhenti.
"Ke mana atau di mana aku selama ini, apakah kalian benar-benar peduli?" cibir perempuan itu dengan senyum miring yang tersungging. "Bahkan aku yakin selama dua bulan kalian nggak benar-benar mencari.""Kalina!" Wisnu mengingatkan istrinya yang mulai berani."Kenapa?" balas Kalina tak kalah sengit. "Apa aku harus merengek dan minta dikasihani? Terus mengadu kalau selama dua bulan tinggal di jalanan, kedinginan, kesepian, butuh kehangatan. Cih, itu, kan yang kalian inginkan?""Kalina Fathira!" Suara Wisnu meninggi. Dia bahkan sampai berdiri dan mengepalkan tangan di samping sang istri."Sudah Wisnu! Mungkin Kalina masih kelelahan. Biarkan dia makan, baru kita bicara lebih rinci," sela Bu Dahlia.Wisnu mengempaskan tubuhnya kembali, masih dengan tatapan tajam yang belum lepas dari sang istri."Nggak ada lagi yang perlu dibicarakan. Dua bulan aku memang kecelakaan, dan mobilku masuk ke jurang, beruntung aku berhasil selamat. Cerita selesai!" pungkas Kalina yang membuat beberapa orang yang duduk di meja makan susah payah menahan geram."Cih ...." Nada merehkan keluar dari mulut Yayang. "Setidaknya selama dua bulan lo, kan bisa kasih kabar sama kita! Bukannya ngilang, terus datang lagi kayak gini. Beruntung kita belum sempet pesen karangan bunga dan ngumumin ke media kalau Bang Wisnu resmi menduda."Brak!Semua orang terlonjak saat Kalina tiba-tiba bangkit dan menggebrak meja tepat di hadapan Yayang."Mulut lo masih aja sekotor comberan, Yang. Emang kenapa kalau gue mati terus Bang Wisnu menduda. Mau lo embat juga dia? Ambil, Yang! Tapi sebelum itu mungkin lo harus langkahin dulu mayat si pelakor Yun--""KALINA!" Wisnu sudah benar-benar kehilangan kesabaran. Dia berdiri di hadapan istrinya dan bersiap melayangkan tangan."Apa? Mau nampar? Sebentar!" Kalina menahan tangan Wisnu yang sudah melayang di udara. "Cici! Sini, Ci! Tolong rekam momen ini. Biar aku ada bukti bahwa adanya kekerasan di rumah tangga ini." Telapak tangan Wisnu yang sudah terbuka lebar tiba-tiba terkatup dan mengepal erat. Dia menepis tangan Kalina, lalu memalingkan pandangan dengan wajah merah padam."Nggak jadi, Ci. Dia cemen." Dengan santai Kalina meniup dan mengelap telapak tangan bekas memegang Wisnu tadi. "Kayaknya sesi wawancara udah selesai! Kalau begitu aku permisi." Kalina beranjak meninggalkan semua orang yang masih menatapnya tak percaya."Duh, pegel kali nih kaki." Tanpa beban dia melepas kedua alas kaki bertumit tinggi dan dan berjalan menuju tangga dengan bertelanjang kaki.Di undakan tangga ketiga, Kalina tiba-tiba berhenti. Dia mengalihkan pandangan pada mereka. "Kalau ada perlu lagi bisa kasih tahu dulu Cici, jangan maen ngelonong masuk ke kamar. Oh, iya Della!" Mendengar namanya dipanggil Della yang masih shock dengan kenyataan ini, mengangkat kepala perlahan."Aku masih nunggu kamu balikin sepatunya! Lain kali kalau pinjem barang harus pakai attitude, biar nggak jadi kebiasaan." Setelahnya Kalina benar-benar berlalu.***"Haahhh ...."Helaan napas panjang terdengar bersamaan dengan tubuh Kalina yang terhempas di ranjang. Dia mengedarkan pandangan menyisir sekeliling kamar dengan pikiran jauh melayang. Tatapannya tiba-tiba memburam dengan sebulir air mata yang jatuh perlahan."Ternyata berat juga bersikap seperti ini."Perempuan itu kembali bangkit dan terduduk di tepi ranjang. Baru saja hendak melepas pakaian, suara ketukan pintu menginterupsi.Ceklek!"Henri?" Kalina mengernyitkan dahi.Tanpa diduga lelaki dengan blazer bunga-bunga dan sepatu panfotel mencolok itu menarik Kalina dalam pelukan."Aku senang sekali kamu kembali. Bayangkan betapa hampanya dua bulan ini tanpa kehadiranmu di sisi."Kalina mengangkat sudut bibir, berjengit jijik."Bagaimana penampilanku hari ini?" Henri melerai pelukan, memasang wajah semringah menunggu respons iparnya ini.Kalina memicingkan mata, dia menatap Henri dari atas ke bawah dengan saksama."Norak!"Jleb!Bak sembilu yang baru saja menikam ulu, saat itu juga Henri membeku."Nggak ada yang bisa dibanggakan dari outfit yang kamu kenakan. Semuanya menggelikan dan menjijikkan.""Menggelikan? Menjijikan?" Henri membeo dengan mata mengerjap beberapa kali."Ya. Sekarang keluar! Aku sibuk."Blam!"Buang-buang waktu aja."Pintu tertutup, Kalina memutar bola mata, kemudian meraih ponselnya.Setelah selesai mengirim pesan pada seseorang yang dia beri nama 'My Guardian' Kalina meletakkan kembali benda dengan permukaan pipih itu di atas nakas samping ranjang. Dahinya bertautan saat melihat ponsel lain ber-softcase hitam sudah lebih dulu ada di sana. Sedang di-charger."Kita, kan tidur terpisah. Ngapain dia cas hape di kamarku?" gumam Kalina saat mengadari ponsel itu ternyata milik Wisnu.Sejak tadi notifikasi dari W* grup-nya terus-menerus berdering."Nggak dikunci," ujar Kalina sembari mengedikkan bahu.WAG Wijaya FamilyDahlan WijayaDahlia Wijaya (Admin)Wisnu Adiwijaya (Admin)Indra PrawijayaHendri DanuwijayaYayang KumalaDella PelitaTentu saja tidak ada Kalina di dalamnya.Tiba-tiba ide culas terbersit dalam benak Kalina.***Wijaya FamilyDella Pelita :Kayaknya Lina sengaja numpahin semua amarah yang udah dipendam selama bertahun-tahun, makanya dia sampe begitu. Aku sampe sawan. 😥Hendri Danuwijaya :Ternyata palanya bukan cuma kepentur, tapi dia udah bener-bener gila, kejam, dan nggak berperasaan. Baru kali ada yang bilang kalau outfitku norak ðŸ˜Yayang Kumala :Kita liat aja, sampe kapan dia bisa bertahan dengan sikap barbar bak preman. Aku yakin ada yang sedang jalang itu rencanakan.Dahlan Wijaya :Bagaimana pun kita harus tetap sabar menghadapi sikapnya. Seberapa bencinya kita, dia dan keluarganya cukup berjasa untuk perusahaan dan bisnis kita.Dahlia Wijaya :No komen, kepala Mama pusing.Indra Prawijaya :Pa, mobil yang biru aku pake hari ini, ya!Della Pelita :Sayang, ih. Kenapa kamu malah oot 😤Dahlan Wijaya :Jangan yang biru, pake yang merah aja. Itu mau Papa pake!Wisnu Adiwijaya menambahkan Kalina Fathira.Henri Danuwijaya :Anjir, apenih 😲Kalina mengetik ....Dahlan Wijaya keluarYayang Kumala keluarDahlia Wijaya keluarKalina Fathira :Lah, baru juga masuk udah pada keluar 😒...Bersambung."Emang cemen mereka semua, beraninya cuma ngomongin di belakang. Pas disamperin, langsung pada ngilang." Kalina melempar ponselnya ke ranjang saat menyadari kalau anggota yang tersisa di grup WA hanya tinggal dia dan Wisnu. Beberapa menit hanyut dalam lamunan sembari menatap langit-langit kamar, tiba-tiba pintu dibuka oleh seseorang. Kalina melotot dan langsung meloncat ke ranjang saat menyadari ternyata Wisnu yang ada di hadapan sekarang, sementara tubuhnya hanya terbungkus dalaman. Tepat sepeninggal Hendri dia memang langsung menanggalkan semua pakaian, mengingat dress pas badan yang dikenakan serasa tak nyaman. "Nggak sopan. Ketok pintu dulu bisa, kan?" sungut Kalina sembari berusaha menutupi tubuhnya dengan bedcover tebal. "Memangnya apa yang mau kamu tutupi? Lagipula aku sudah melihat semuanya," cetus Wisnu datar. Dia berjalan santai mencabut charger pada ponselnya. "Ng ... tapi, kan ... itu--tau, ah. Keluar sana!" Tiba-tiba Kalina gelagapan dengan wajah merah padam. Namun,
"Apa?" sungut Kamila, saat melihat Revan menatapnya dengan penuh kecurigaan sekembalinya dia dari restoran. "Sumpah aku cuma nyapa si Wisnu sama si gundik doang, abis itu pamitan," dalihnya sembari meletakkan tas tangannya di atas dasbord, lalu melembar heels ke bangku belakang. "Yakin?" Revan menaikkan sebelah alis. "Yakinlah.""Terus itu apa?"Tok! Tok! Tok! "Kalina ... buka pintunya! Hapus foto itu sekarang!" Wisnu sudah berdiri di luar mobil yang dinaiki Kalina dan Revan, lelaki dengan setelan formal itu menggedor-gedor kaca satu arah yang melapisi kendaraan, lalu memanggil istrinya dengan suara tinggi. "Kamu beneran nggak ngapa-ngapain, kan, Mil?" desak Revan yang membuat Kamila memutar bola mata kesal."Nggak. Udahlah, buruan cabut sekarang! Sebelum si Della sama Yayang koar-koar.""Oke."Revan akhirnya menyerah mendebat. Karena bagaimana pun identiknya fisik mereka, tak akan mengubah kenyataan bahwa Kamila dan Kalina adalah dua orang yang berbeda.Mesin mobil pun dinyalakan
Arisan sosialita kali ini melingkupi para wanita dengan status sosial tinggi yang diketahui sebagai para istri dari crazy rich Surabaya. Wanita-wanita yang ber-atribut barang-barang mahal keluaran merk terkenal itu terdiri dari lima belas orang. Lima di antaranya berumur dua puluhan dan sisanya berusia 32-70 tahun. Keluarga Wijaya diwakili Yayang, Hendri, Della, Indra, dan Bu Dahlia. Mereka memang sengaja meluangkan waktu untuk acara bergengsi yang biasa diadakan tiap tiga bulan sekali, dengan arisan bernilai milyaran dalam bentuk beragam. Mulai dari tas, saham, tiket liburan, mobil, dan perhiasan.Di depan stan menu penutup terlihat Cici kelimpungan mencari keberadaan Kamila yang tiba-tiba menghilang setelah acara dimulai. "Kamu yakin nggak liat Nyonya Kalina setelah dia selesai ngupas buah tadi?" tanya Cici pada pelayan lain yang lalu-lalang menyiapkan jamuan. "Nggak, tuh. Mungkin nyonya kecapean makanya dia langsung tepar. Coba cek aja ke kamar!"Cici tertegun sejenak. "Bener j
Di dalam Mobil Alphard berwarna hitam yang terparkir di depan gerbang, Kamila duduk santai dengan bertumpang kaki. Sesekali dia menyeruput soda sembari menyaksikan satu per satu mobil mewah yang berlalu meninggalkan pelataran kediaman Keluarga Wijaya di jam 11 siang ini."Ternyata acara pamer berkedok arisan selesai lebih cepet daripada waktu yang dijadwalkan. Bisa jadi yang punya hajat kena mental duluan, atau para tamu undangan insecure setelah mengetahui menantu yang selama ini diremehkan ternyata meresahkan." Kamila menegakkan tubuhnya, dan membusungkan dada dengan bangga. "Lagian Kamila Anindira dilawan."Beberapa saat kemudian dia melihat Revan yang berjalan cepat ke arahnya."Mau apa lagi si ganteng? Mana tuh muka tegang banget kayak yang nunggu giliran suntik vaksin."Pintu mobil yang memang tidak terkunci langsung dibuka olehnya. Revan melongokan kepala ke dalam."Ikut aku!" Lelaki bermata sipit itu menarik tangan Kamila."Ke mana? Kalau mau muji yang tadi di sini aja!" Kamil
"Gile, kukira ukuran si Kalina cup B, ternyata cup C, jauh banget sama ukurannya si Yayang, yang emang Kutilangdara.""Siapa yang kamu bilang kutilangdara?" Yayang yang baru saja tiba langsung melotot pada Hendri."Ta-tapi, di mataku kamu tetep yang paling perfek, kok, Yang. Sumpah," tambahnya.Yayang memutar bola mata, lalu mendengkus keras sebelum mengambil tempat di samping Della yang matanya terlihat membengkak setelah dipermalukan tadi."Mana si penyihir?" tanya Della beberapa saat setelah Yayang duduk di sebelahnya."Tuh!" tunjuk Yayang dengan dagu ke arah pintu."Excusme, can i help you?" tanya Kamila setelah dia melangkahkan kaki."Duduk!" pinta Bu Dahlia sembari menunjuk kursi di hadapannya."Oke." Kamila mengedikkan bahu, lalu mendarahkan bokong di atas kursi."Pertama-tama mama mau minta maaf kalau selama ini kamu merasa nggak dianggap.""Ma, tadi yang kita bahas bukan in--""Diam, Yayang!"Sanggahan Yayang langsung dipatahkan oleh Bu Dahlia. Akhirnya perempuan bertumbuh ti
"Ngapain Bang Wisnu belain, si Lina, sih?!" gerutu Della saat semua anggota keluarga berkumpul di ruang tengah, tanpa Kamila tentu saja. "Aku memang pergi ke Paris setahun lalu," balas Wisnu sedatar biasanya. "Aku tahu. Tapi, kan nggak pergi sama si Lina, melainkan sama si Yuna!" tambah Della dengan suara tinggi. "Kita bertemu di PFW.""Bohong! Aku nggak liat, tuh si Yuna posting tentang kalian datang ke PFW," sanggah Della yang membuat Wisnu semakin terdesak. "Memangnya semua kegiatan yang kita lakukan, harus kamu tahu?" Suara Wisnu mulai meninggi. Kesal dengan Della yang terus-menerus mencecarnya. "Kalau memang kalian ketemu, kamu pasti tahu siapa yang pergi dengannya saat itu!" timpal Yayang yang sejak tadi diam memerhatikan dengan pikiran berputar mencoba mencari alasan masuk akal yang membuat Wisnu tiba-tiba berpihak pada Kalina.Wisnu mengepalkan tangan habis kesabaran. Dia bangkit dari posisi duduk dan menatap tajam Della dan Yayang. "Dengan siapa dan bagaimana kami berte
Di kamar bernuasan gold dan putih itu Kamila menatap barang-barang branded milik Kalina yang tertata di dalam etalase kaca dalam ruangan khusus di balik rak buku. Dia mondar-mandir memerhatikan satu per satu barang bernilai jutaan itu. "Kira-kira Kalina dapet semua barang ini dari mana, ya? Belanja jarang, terus tiga tahun hampir nggak pernah keluar kota apalagi keluar negeri. Mengherankan." Kamila mengusap dagu, sembari memicingkan mata penuh curiga. "Kalau dipikir-pikir ternyata ukuran sepatu kita beda satu angka. Punya Kalina agak kebesaran makanya harus kuganjal dengan tisu. Mana hampir nggak ada sneakers lagi."Tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu menginterupsi. Kamila beranjak tadi tempatnya, lalu menekan tombol untuk memutar dinding yang juga rak buku dari ruang barang, menuju ruang kamar. "Astaga naga srigala!" Dia terlonjak saat melihat Della sudah berdiri di hadapan dengan keadaan yang begitu mengkhawatirkan. Rambutnya acak-acaknya dengan eyeliner berantakan di kelopak dan
"Sebenarnya apa yang nggak kamu tahu tentang Kalina, sih, Van?" Pertanyaan Kamila di tengah perjalanan sukses membuat Revan tertegun. "Kalau boleh tahu, sedekat apa kamu sama dia?" Keheningan pekat menyelimuti keduanya. Sudah dua bulan sejak mengenal lelaki berdarah chinese ini, Kamila selalu bertanya-tanya tentang hubungan macam apa yang dimiliki saudara kembarnya dan asisten pribadi Wisnu."Kita dekat, tapi hanya sebatas sahabat," aku Revan akhirnya. "Aku sudah mengenal Kalina sejak kita duduk di sekolah menengah, mengingat Papa yang sudah lama mengabdi sebagai dokter pribadi keluarga ayahmu. Pekerjaan yang kulakukan sekarang juga semata-mata karena tugas yang diberikan beliau. Tidak ada alasan lain, just money." Tatapan lelaki berkulit putih itu terpaku pada jalanan di depan. Tak ada yang aneh dengan nada suara dan bagaimana cara dia menjelaskan.Kamila mangut-mangut tanda mengerti. "Kirain." Perempuan itu mengedikkan bahu, lalu kembali terpaku pada ponsel di genggaman tangan.Keh