"Gile, kukira ukuran si Kalina cup B, ternyata cup C, jauh banget sama ukurannya si Yayang, yang emang Kutilangdara."
"Siapa yang kamu bilang kutilangdara?" Yayang yang baru saja tiba langsung melotot pada Hendri."Ta-tapi, di mataku kamu tetep yang paling perfek, kok, Yang. Sumpah," tambahnya.Yayang memutar bola mata, lalu mendengkus keras sebelum mengambil tempat di samping Della yang matanya terlihat membengkak setelah dipermalukan tadi."Mana si penyihir?" tanya Della beberapa saat setelah Yayang duduk di sebelahnya."Tuh!" tunjuk Yayang dengan dagu ke arah pintu."Excusme, can i help you?" tanya Kamila setelah dia melangkahkan kaki."Duduk!" pinta Bu Dahlia sembari menunjuk kursi di hadapannya."Oke." Kamila mengedikkan bahu, lalu mendarahkan bokong di atas kursi."Pertama-tama mama mau minta maaf kalau selama ini kamu merasa nggak dianggap.""Ma, tadi yang kita bahas bukan in--""Diam, Yayang!"Sanggahan Yayang langsung dipatahkan oleh Bu Dahlia. Akhirnya perempuan bertumbuh tinggi itu hanya terbungkam, dan terpaksa kembali duduk mendengarkan."Kami pikir selama ini kamu diam, karena memang nggak mau dipublikasi atau dicampuri. Makanya kita merahasiakan identitasmu sebagai istri dari Wisnu. Sepeninggalmu tadi, mama sudah mengumumkan secara resmi bahwa kamu adalah bagian dari keluarga ini.""Jadi?" Kamila menaikkan sebelah alis."Agar tidak terjadi kesalahpaham, mama cuma mau tanya, pergi dengan siapa kamu ke Paris setahun lalu? Sekadar mengingatkan, semua keuanganmu mama yang pegang. Segala transaksi yang kamu gunakan, laporannya pasti masuk pemberitahuan.""Palingan dia korupsi duit belanja bulanan, Mah. Terus ke Paris sama selingkuhan," celetuk Della tiba-tiba.Kamila mengurut dada dan memejamkan mata. Kemudian dia bergumam, "Tidak, Kawan. Ini bukan mau meluruskan permasalahan, tapi mau menyudutkan dengan gaya.""Kalau memang yang Della katakan tidak benar, kamu cukup katakan yang sebenarnya agar tidak terjadi kesalahpahaman.""Masih lama nggak, sih? Aku ada janji sama anak-anak motor siang ini?" celetuk Indra yang membuat Della mencubit perutnya."Sayang, ihh."Kamila menghela napas panjang, lalu menegakkan tubuh bersiap menumpahkan 1001 alasan yang sudah dia susun di kepala."Sebenarnya ak--""Kalina pergi denganku," sahut Wisnu tiba-tiba datang, yang berhasil membuat semua orang membisu di ruang itu.Kamila berdecak, lalu menggaruk rambut yang tak gatal."Ck, si Crocodile maunya apa, sih? Pake sok-sok'an jadi pahlawan kesiangan lagi," batin Kamila."Karena pangeran sudah datang untuk menjemput sang permaisuri. Aku rasa masalahnya udah selesai. Bye!" Kamila akhirnya beranjak dari kursi, meninggalkan semua orang yang terdiam memerhatikan. Tanpa dia sadari, Wisnu mengikuti di belakang."Jujur aku lebih suka kamu yang seperti ini," gumam Wisnu di telinga Kamila yang membuatnya melotot saat itu juga. "Terlihat lebih manusiawi."Kamila menoleh seketika, hingga membuat hidung mereka nyaris bertabrakan."Jelaslah aku manusiawi, daripada kauw manusia babi," ujar Kamila frontal.Bukannya tersinggung, Wisnu malah terkekeh mendengarnya."Dih, malah tawa. Situ sehat?" Kamila mendelik tajam, lalu berniat mempercepat langkah agar segera menghindar dari hadapan lelaki ini. Namun, sebelum sampai langkahnya mencapai pintu lift, tangan Wisnu lebih dulu menahannya."Karena aku sudah membantumu, tolong hapus fotoku dan Yuna yang ada di ponselmu!" pinta Wisnu.Kamila mendengkus kesal, lalu menepis tangan Wisnu. "Kirain udah berubah, ternyata cuma ada maunya." Dengan bibir yang tak henti menggerutu, Kamila mengeluarkan ponsel dalam saku dressnya. "Noh, udah!" Dia sodorkan benda dengan permukaan pipih itu ke hadapan Wisnu, kemudian berlalu....Bersambung."Ngapain Bang Wisnu belain, si Lina, sih?!" gerutu Della saat semua anggota keluarga berkumpul di ruang tengah, tanpa Kamila tentu saja. "Aku memang pergi ke Paris setahun lalu," balas Wisnu sedatar biasanya. "Aku tahu. Tapi, kan nggak pergi sama si Lina, melainkan sama si Yuna!" tambah Della dengan suara tinggi. "Kita bertemu di PFW.""Bohong! Aku nggak liat, tuh si Yuna posting tentang kalian datang ke PFW," sanggah Della yang membuat Wisnu semakin terdesak. "Memangnya semua kegiatan yang kita lakukan, harus kamu tahu?" Suara Wisnu mulai meninggi. Kesal dengan Della yang terus-menerus mencecarnya. "Kalau memang kalian ketemu, kamu pasti tahu siapa yang pergi dengannya saat itu!" timpal Yayang yang sejak tadi diam memerhatikan dengan pikiran berputar mencoba mencari alasan masuk akal yang membuat Wisnu tiba-tiba berpihak pada Kalina.Wisnu mengepalkan tangan habis kesabaran. Dia bangkit dari posisi duduk dan menatap tajam Della dan Yayang. "Dengan siapa dan bagaimana kami berte
Di kamar bernuasan gold dan putih itu Kamila menatap barang-barang branded milik Kalina yang tertata di dalam etalase kaca dalam ruangan khusus di balik rak buku. Dia mondar-mandir memerhatikan satu per satu barang bernilai jutaan itu. "Kira-kira Kalina dapet semua barang ini dari mana, ya? Belanja jarang, terus tiga tahun hampir nggak pernah keluar kota apalagi keluar negeri. Mengherankan." Kamila mengusap dagu, sembari memicingkan mata penuh curiga. "Kalau dipikir-pikir ternyata ukuran sepatu kita beda satu angka. Punya Kalina agak kebesaran makanya harus kuganjal dengan tisu. Mana hampir nggak ada sneakers lagi."Tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu menginterupsi. Kamila beranjak tadi tempatnya, lalu menekan tombol untuk memutar dinding yang juga rak buku dari ruang barang, menuju ruang kamar. "Astaga naga srigala!" Dia terlonjak saat melihat Della sudah berdiri di hadapan dengan keadaan yang begitu mengkhawatirkan. Rambutnya acak-acaknya dengan eyeliner berantakan di kelopak dan
"Sebenarnya apa yang nggak kamu tahu tentang Kalina, sih, Van?" Pertanyaan Kamila di tengah perjalanan sukses membuat Revan tertegun. "Kalau boleh tahu, sedekat apa kamu sama dia?" Keheningan pekat menyelimuti keduanya. Sudah dua bulan sejak mengenal lelaki berdarah chinese ini, Kamila selalu bertanya-tanya tentang hubungan macam apa yang dimiliki saudara kembarnya dan asisten pribadi Wisnu."Kita dekat, tapi hanya sebatas sahabat," aku Revan akhirnya. "Aku sudah mengenal Kalina sejak kita duduk di sekolah menengah, mengingat Papa yang sudah lama mengabdi sebagai dokter pribadi keluarga ayahmu. Pekerjaan yang kulakukan sekarang juga semata-mata karena tugas yang diberikan beliau. Tidak ada alasan lain, just money." Tatapan lelaki berkulit putih itu terpaku pada jalanan di depan. Tak ada yang aneh dengan nada suara dan bagaimana cara dia menjelaskan.Kamila mangut-mangut tanda mengerti. "Kirain." Perempuan itu mengedikkan bahu, lalu kembali terpaku pada ponsel di genggaman tangan.Keh
Pagi-pagi sekali kediaman Wijaya sudah dihebohkan dengan suara nyaring wajan dan panci yang beradu. Kebisingan yang disebabkan salah satu menantu yang akhir-akhir ini berubah meresahkan itu menyebabkan para anggota keluarga lain yang masih menikmati hangatnya bergelung dalam selimut tebal, terganggu. Akhir pekan yang harusnya mereka manfaatkan dengan istirahat panjang, berujung keributan yang tak terelakkan."Perhatian!"Prang!"Perhatian!"Prang!Suara toa dan bisingnya alat-alat dapur membuat satu per satu penghuni rumah berdatangan dengan piama dan muka bantal."Si Lina ngapain, sih?" Della yang kebetulan kamarnya di lantai dasar, lebih dulu tiba sembari menggerutu. Sedangkan Indra yang masih setengah sadar menyandarkan dahi di daun pintu. "Sialan, jalang ini maunya apa, sih?" Yayang menyusul dari lantai dua sembari, menyeret Hendri yang masih memeluk bantal polkadotnya."Ada apa ini?" Dahlan dan Dahlia Wijaya turun dari lift. Sedangkan Wisnu menyusul di belakang Yayang dan Hendri
"Keuangan kita ini lagi nggak stabil, Wisnu. Bisa-bisa kamu transfer dia duit cuma buat dihambur- hamburin kayak gini?""Sadar, nggak, sih? Si Kalina makin keliatan licik sekarang. Sengaja banget nutup semua rekening setelah tahu kita pake kartu kreditnya buat belanja bulanan, terus ngotak-atik ATM Bang Wisnu dan traktir kita makan seolah-olah pake duitnya.""Kita nggak bisa diem aja kayak gini. Wanita sial itu bener-bener harus dikasih pelajaran!""Udahlah. Yang udah terjadi biar terjadi. Lagian kalau rumor tentang Kalina yang bakal ngambil alih perusahaan Poltaris benar-- semuanya bakal keganti lebih dari ini.""Iya juga, sih. Kita cuma bisa nunggu keputusan dalam sebulan ini. Kalau sampai Kalina nggak dapat apa-apa, lebih baik kalian cerai, Bang, terus dia kita tendang. Untung aja kalian nggak punya keturunan. Jadi, prosesnya lebih gampang."Brak! Suara meja yang dipukul keras terdengar nyaring. "Mau ke mana kamu, Wisnu!""Pulang!""Loh, terus ini gimana?"Kamila mendengus keras,
Tut ....Tutt .... Tuttt .... Nomber yang Anda tuju tidak dapat dihubungi, cobalah beberapa saat lagi. "Ck, ke mana, sih, si Revan? Lagi penting gini malah susah dihubungi. Aku, kan harus tanya tentang maksud Pak Dahlan kalau Kalina berpotensi mengambil alih kepemimpinan perusahaan." Kamila menggerutu saat mendengar jawaban sama setelah beberapa kali dia mencoba menghubungi Revan. "Apa samperin ke vila aja kali? Siapa tahu di sana dia lagi nungguin Kalina," putusnya final. "Tapi, kan vilanya lumayan jauh dari sini."Cukup lama Kamila larut dalam dilema. Akhirnya dia mendapatkan keputusan final demi mendapatkan cukup kejelasan dari pertanyaan yang mengganjal dalam pikiran. "Ah, bodo amat mau jauh apa enggak. Yang penting ketemu dulu."***Menjelang sore Kamila tiba di vila milik keluarga ayahnya yang ada di Puncak, Bogor. Bangunan seluas 500m² yang dikelilingi pohon pinus asli menyambutnya kala mobil terparkir di pekarangan. Tak seperti terakhir kali dia datang bersama Revan. Tem
Kamila menghela napas panjang, lalu menyambar kertas itu dan melemparnya ke tempat sampah yang ada di depan. "Jadi, ceritanya mereka mau balas dendam? Cih, nggak elegan. Mainnya keroyokan." Kamila mengedikkan bahu. "Dipikir aku takut ditinggal sendirian? Nggak layau, udah biasa. Lagian lebih enak juga begini. Aman, nyaman, dan ten--"Kamila mematung diambang pintu saat melihat keadaan kamarnya yang benar-benar berantakan. Jejak air kotor yang dia ketahui berbau got tercecer di lantai bersama dengan beberapa pakaian yang tersebar koyak di beberapa bagian. Ranjangnya penuh dengan lumpur dan rumput taman. Dan yang semakin membuat Kamila geleng-geleng kepala, kunci yang tergantung di lemari pakaiannya hilang, kamar mandi dibiarkan terbuka dengan bau air seni yang menyengat hingga menyebar ke ruang kamar. Bahkan skincare dan bodycare-nya dibuat untuk menyumbat closet. Kamila berlari kecil menuju balkon dan dibuat terkejut lagi saat melihat beberapa pakaian dalamnya dilempar ke kolam bere
"Sudah sedekat apa kamu dengan Revan? Setelah sebulan lalu aku melihat kalian berdua di Paris, lalu kemarin melihatnya mengantarmu membeli sepatu." "Pagi tadi, dia juga tiba-tiba mengirimkan surat resign tanpa alasan yang jelas. Apa ini ada hubungannya denganmu yang pergi ke sebuah vila yang ada di Puncak?"Kamila menelan ludah susah payah, sebisa mungkin dia mengendalikan ekspresi wajahnya agar tetap terlihat tenang. Pertanyaan Wisnu jelas di luar perkiraan, apalagi Kamila juga baru tahu ternyata kembarannya saat itu pergi ke Paris bersama Revan. Hanya ada dua kemungkinan kenapa Revan tiba-tiba menghilang. Pertama dia dan Kalina memang ada hubungan, atau Revan pandai membaca situasi agar mereka tidak ketahuan bertukar peran. "Ekhmm." Kamila berdeham, lalu menegakkan tubuh menghadap Wisnu. "Bukannya Revan adalah asisten pribadimu? Seharusnya kamu yang lebih tahu! Jangan coba untuk lempar batu sembunyi tangan, Wisnu. Cuma karena kamu melihat kami beberapa kali bersama, bukan berart