Share

Arisan Sosialita

Arisan sosialita kali ini melingkupi para wanita dengan status sosial tinggi yang diketahui sebagai para istri dari crazy rich Surabaya.

Wanita-wanita yang ber-atribut barang-barang mahal keluaran merk terkenal itu terdiri dari lima belas orang. Lima di antaranya berumur dua puluhan dan sisanya berusia 32-70 tahun.

Keluarga Wijaya diwakili Yayang, Hendri, Della, Indra, dan Bu Dahlia. Mereka memang sengaja meluangkan waktu untuk acara bergengsi yang biasa diadakan tiap tiga bulan sekali, dengan arisan bernilai milyaran dalam bentuk beragam. Mulai dari tas, saham, tiket liburan, mobil, dan perhiasan.

Di depan stan menu penutup terlihat Cici kelimpungan mencari keberadaan Kamila yang tiba-tiba menghilang setelah acara dimulai.

"Kamu yakin nggak liat Nyonya Kalina setelah dia selesai ngupas buah tadi?" tanya Cici pada pelayan lain yang lalu-lalang menyiapkan jamuan.

"Nggak, tuh. Mungkin nyonya kecapean makanya dia langsung tepar. Coba cek aja ke kamar!"

Cici tertegun sejenak. "Bener juga." Tanpa ba bi dia langsung mengikuti usulan salah satu temannya tadi. Namun, sebelum sampai kakinya berpijak di undakan tangga pertama. Langkah kaki dari atas sana membuat dia mengurungkan niat, dan mematung seketika.

Dia melihat Kamila yang tadi tiba-tiba menghilang, sudah berada di hadapan. Berjalan dengan elegan menjinjing tas branded dengan outfit trendi, berhias stilleto bertumit lima centi, dan hair do bergaya french twist. Dia berjalan hati-hati menghampiri, lalu duduk di samping Hendri yang menatap tanpa berkedip, karena melihat dress yang Kamila kenakan cukup berani.

"Loh, bukannya dia pelayan yang waktu itu jaga stan Thai tea? Ngapain duduk bareng kita?" ujar salah satu ibu sosialita yang juga menghadiri perayaan Thea dua bulan lalu.

Della nyengir kikuk, dia meremas paha Yayang, lalu berbisik pada wanita berusia empat puluh tahun yang diketahui Jeng Susi.

"Sebenere dekne iku bojo simpenane pengusaha, seng tanggane awak'e dewe kae lo, Shay. Klambi karo barang-barang seng dienggo, paling lah kawe, alias sekend. (Sebenarnya dia itu istri simpanan salah seorang pengusaha yang juga tentangga kita, Shay. Outfit sama barang-barang yang dipake juga palingan kawe.)

"Loh, Jeng Della, kok ujuk-ujuk ngomong bahoso jowo?

(Loh, Jeng Della, kok tiba-tiba ngomong bahasa Jawa?)" tanya Jeng Susi heran.

"Rak popo, lagi pengen wae, podo-podo wong Jember, luweh penak ngomong koyok ngene.

(Nggak apa-apa, lagi pengen aja, sesama orang Jember lebih enak komunikasi begini)," kilah Della sembari terkekeh kecil.

Padahal aslinya Della tengah mengelabui Kamila yang dia ketahui lahir dan tumbuh besar di Jakarta, walaupun sekarang keluarganya berdomisili di Surabaya. Jadi, dia cukup yakin Kamila tak akan paham perkataan mereka.

"Trus ngopo dekne melu arisan sosialita, wong gak selefel Karo kene-kene. (Terus ngapain dia ikut arisan sosialita kalau nggak selevel sama kita?" sahut yang lain.

"Jere utek'e rodok owah, sene tau di-jor bojo sah. Koplak, wong iki dino dadi babu, sesok dadi kang sedot WC, sesok neh dadi bakol pecel. Yo amergo kurang di gatekno, makane di maklumi, kalo dekne iku rodok edan.

(Katanya otaknya agak geser semenjak dilabrak istri sah. Suka linglung gitu. Misal hari ini jadi pelayan, besoknya tukang sedot WC, kadang dagang pecel juga. Sebenarnya kasian, sih. Dia itu kurang perhatian, jadi mohon dimaklumi kalau rada-rada gila)," timpal Yayang dengan senyum miring penuh arti. Seolah puas mengolok-olok Kamila yang dia pikir tidak tahu apa-apa.

"Hadeuh ...." Kamila memutar bola mata dan sengaja mengembuskan napas dengan keras. "Bok pikir aku goblok. (Kalian pikir aku bego)." Perempuan itu bangkit dari kursi dan berdiri di hadapan para ibu-ibu rumpi.

Della, Yayang, dan semua genk sosialita yang menghadiri undangan arisan siang ini tampak tercengang.

"Perkenelaken, kulo niki garwane mas Wisnu Adiwijaya, mantu nomor setunggal sakengv Keluarga Wijaya ingakang mboten nate penjenangan sedoyo sumerepi. Bileh menawi panjeengan sedanten, tangklet, menopo Kulo wonten mriki.

Jelas kulo gadah hak, amergi kulo istri ingkang berkelas tor layak dipun seetara'aken. (Perkenalkan saya adalah istri dari Wisnu Adiwijaya dan menantu pertama dari keluarga Wijaya yang tak pernah kalian lihat selama ini. Jadi, kalau kalian bertanya-tanya kenapa saya ada di sini, jelas saya berhak karena saya juga ikut bagian dari wanita berkelas yang layak ikut serta)." Kamila berhenti sejenak hanya untuk meraih tas yang dia letakkan di atas sofa.

"For your information ... everything I wear is basically original. This bag is an L* brand that only five are produced in the world and I bought it myself at the Paris fashion show last year, while the outfit I'm wearing belongs to Gucc*, and the shoes are CL. Maybe someone wants to ask about accessories, watches, or even underware?

(Semua yang saya kenakan ini basicly originaly. Tas ini adalah merk L* yang cuma diproduksi lima di dunia dan saya beli sendiri saat acara Paris fashion show tahun lalu, sementara outfit yang saya kenakan milik Gucc*, dan sepatunya CL. Mungkin ada yang ingin menanyakan aksesoris, jam tangan, atau bahkan dalaman?)"

Semua orang terdiam dengan ekspresi beragam. Ada yang mengerjap beberapa kali, ada yang tak berkedip sama sekali, bahkan ada yang terngaga lebar dengan wajah tak terkendali.

"Oh, iya. Della! Kalau sudah selesai pakai sepatu dan tasnya tolong kembalikan lagi. Aku nggak tahu kapan kamu mengambilnya, tapi yang pasti itu punyaku. Kalau begitu saya permisi, kebetulan hari ini saya masih harus menghadiri pertemuan dengan para perancang busana terkemuka se-Indonesia Raya Tercinta." Kamila melenggang pergi dengan anggun dan elegan walaupun hentakkan kakinya sengaja dibuat nyaring menghantam ubin.

Walaupun semua perkataan Kamila tak sepenuhnya benar, tapi dia cukup puas melihat ekspresi para anggota keluarga Wijaya.

Termasuk Wisnu yang tertegun di ambang pintu.

.

.

.

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status