Share

Kubalas Madu dengan Manisnya Racun
Kubalas Madu dengan Manisnya Racun
Author: May za

Oleh-oleh Suamiku

Terbangun sendiri tanpa suami disisiku bukanlah hal yang asing bagiku, suamiku sering melakukan perjalanan bisnis mewakili ayahku yang sudah ingin pensiun dari perusahaannya.

Perusahaan ayah kelak akan menjadi milikku semuanya, karena aku satu-satunya anak dari orang tuaku.

Tidak ada yang berbeda dipagi ini, semua berjalan dengan semestinya, berulang kali aku mematut diri didepan cermin, pagi ini suamiku berjanji akan pulang, bahkan dia berkata membawa oleh-oleh untukku.

Sebab itu aku harus tampil sempurna didepannya, aku tidak ingin suamiku kecewa dengan penampilanku.

Terdengar suara mobil masuk halaman rumah, tanpa melihat aku tau itu mobil suamiku, gegas aku keluar kamar menuju ruang depan bersiap menyambut suami tercintaku.

Dan benar saja saat pintu terbuka suamiku dengan gagahnya berdiri didepan pintu, aku yang bersiap menghambur kedalam pelukannya seketika menghentikan langkah meskipun Mas Rian sudah merentangkan tangan bersiap menyambut pelukanku.

"Sayang kamu tidak rindu, kenapa tidak memelukku?" Tanya Mas Rian saat menyadariku terpaku ditempat.

Pandanganku tidak lepas dari perempuan yang berdiri dibelakang mas rian.

"Sayang?" Suamiku mendekat saat meyadariku tak bergerak dari tempat. Ia memeluk pundakku memabawaku lebih dekat dengan perempuan yang tak asing bagiku.

"Sayang kenalin dia Sarah, adik madumu." Tanpa basi-basi Mas Rian mengenalkan perempuan itu sebagai adik madu.

'Apakah ini yang dia maksud oleh-oleh?' Jangan ditanya bagaimana perasaanku, seperti ada serpihan kaca yang menancap dihati, perih itulah yang kurasa.

Sesaat otakku seperti tidak berfungsi, aku tidak bisa dengan mudah mencerna kalimat suamiku,

hingga panggilan Mas Rian menarikku dari gelapnya hati.

Aku masih terdiam, bahkan tidak menjabat uluran tangan dari perempuan yang dibawa Mas Rian.

Aku mengenal jelas siapa perempuan itu, dia sahabatku waktu berseragam putih abu-abu, meski tidak pantas dibilang sahabat dengan apa yang pernah dia lakukan terhadapku.

Seketika keinginan untuk balas dendam terlintas dipikiranku.

"Ya Mas?" Aku menjawab panggilan yang sudah entah keberapa.

"Maaf." Mas Rian yang menyadari perubahanku meminta maaf. "Mas akan jelaskan."

"Masuklah," ajakku acuh.

"Sayang, maafin Mas." Mas Rian yang sudah duduk didekatku kembali meminta maaf.

"Jelaskan."

"Dia Sarah ......."

"Aku tau, Mas sudah mengatakannya tadi." Pura-pura saja aku tidak mengenalnya, dan sepertinya Sarah juga begitu, pura-pura tidak mengenalku.

"Maafkan Mas, Mama memaksaku untuk menikah lagi, beliau menginginkan seorang cucu."

'What!!!!!!!! cucu????? sejak kapan Mama mertuaku menginginkan sesuatu selain uang?' Aku menjawab kalimat Mas Rian dalam hati.

Aneh saja, mertuaku yang notabene gila harta sejak kapan memiliki keinginan lain selain money.

"Mas janji akan adil terhadap kalian." Mas Rian kembali berkata saat aku tak menjawab kata-katanya.

"Adil soal apa Mas?" Tanyaku.

"Mas akan menafkahi kalian secara adil."

"Menafkahi????? bukankah selama ini aku yang menafkahimu Mas? lalu bagaimana jika aku meminta Ayah untuk memecatmu?" Aku berkata dengan setenang mungkin.

Kulihat wajah Mas Rian berubah pias, begitupun dengan perempuan yang katanya sebagai maduku, wajahnya seperti tersirat keterkejutan.

"Jangan dibahas," aku tau Mas Rian tidak bisa menjawab pertanyaanku. "Apa statusnya?" Aku mengalihkan pembicaraan soal nafkah.

"Dia gadis."

'Gadis????' Bukankah terakhir kali aku mendengar kabarnya dia telah menikah dengan lelaki hasil merebut dariku, lalu kenapa sekarang dia mengaku gadis, rencana apa yang ada diotak liciknya..

Baiklah kali ini aku akan mengikuti permainannya.

"Benarkah?? wahhh beruntung sekali suamiku mendapatkan seorang gadis," kulirik Sarah yang seperti salah tingkah.

Tenang Sarah, aku tidak akan membongkar bangkaimu sekarang.

"Sarah!"

"Ya....." kata-katanya menggantung sepertinya dia bingung harus memanggilku apa.

"Panggil aku Mba,, sekarang kamu adik maduku." Dan aku akan menjadi kakak racunmu.' Kulanjutkan kata-kataku dalam hati.

"Ya mba," meski tidak ada kerelaan namun Sarah tetap mengikuti kata-kataku.

"Darimana kamu mengenal Mas Rianku?" Ku tekankan kata Mas Rianku, agar dia tersadar bahwa Mas Rian memang milikku.

"Mamaku yang mengenalkannya, katanya dia anak temen Mama." Kali ini Mas Rian yang menjawab.

"Sudah berapa lama Mas Rian menikahinya?" Aku bertanya pada Mas Rian, kepala aku senderkan dipundaknya, biarkan saja sekalipun aku sangat membenci Rian saat ini, tapi aku ingin membuat hati Sarah panas menyaksikan kemesraanku.

"Dua bulan," jawabnya sambil membelai rambutku.

"Apakah dia sudah hamil?" Tanyaku menyelidik.

"Sudah."

'Hamil' Sarah hamil, hamil anak siapa?' Aku bermonolog dalam hati, Mas Rian mandul tidak mungkin dia bisa menghamili.

Yang Mas Rian dan Ibunya tau akulah yang mandul, karena aku mengaku seperti itu demi menjaga harga diri Mas Rian, tapi tidak disangka kebaikanku mereka balas dengan pengkhianatan.

"Sudah berapa minggu?"

"Tujuh minggu," hebat memang Sarah bersandiwara,

" Mas, apakah kamu ingin aku menerima Sarah dirumahku?" Aku menangkup kedua pipinya agar menghadapku, masih terpancar jelas dimatanya rasa cinta dan kerinduan mendalam untukku.

Hanya anggukkan kepala sebagai jawaban dari Mas Rian, matanya tak lepas menatapku, membuat wanita yang duduk berhadapan denganku menahan emosi.

"Baiklah aku punya beberapa syarat!"

"Katakan sayang!"

"Sarah harus tidur dikamar tamu, dia juga harus melakukan pekerjaan ibu rumah tangga, termasuk mencuci dan bersih-bersih rumah, memasak hanya untuk dirinya, dan dirimu jika kamu mau, untukku aku akan memasak sendiri, kulkas itu area pribadiku jangan menyentuhnya, dan satu lagi aku tetap jadi satu-satunya nyonya dirumah ini." Aku tidak ingin ditindas. Kulihat wajah Mas Rian dan Sarah secara bergantian, terlihat jelas raut keberatan diwajah mereka, biarkan saja jika mereka tak setuju boleh angkat kaki dari rumahku.

"Memangnya disini tidak ada ART?" Jelas Sarah sangat tidak setuju dengan syarat dariku yang memintanya mengerjakan pekerjaan rumah.

"Ada, tapi dia hanya melayaniku," jawabku acuh tanpa memandang wajahnya.

"Jika kamu mau, silahkan cari ART sendiri untuk melayanimu, bayar dengan uang bulananmu yang dari Mas Rian, jangan memberatkan lelakiku dengan memintanya membayar ART juga, bagianmu lantai bawah, kamu tidak perlu membersihkan lantai atas!" Perintahku seperti tidak ingin dibantah.

"Sayang apa itu tidak keterlaluan?" Mas Rian juga sepertinya keberatan.

"Jika kalian menganggap aku keterlaluan, aku rasa kalian masih tau pintu keluar," meski tersenyum saat mengatakan namun tak dapat dipungkiri ada yang berdenyut didalam diriku, hati.

"Maksudmu? kamu mengusir kami?"

"Tidak Mas, hanya saja jika tidak betah tinggal dirumahku, aku juga tidak akan memaksa diri untuk menahan kalian tetap tinggal." Masih dengan senyum yang menghiasi wajahku.

"Mas pasti cape ya, apa tidak ingin istirahat dulu?" Tanpa menunggu mereka menjawab perkataanku, aku kembali berkata mesra pada Mas Rian, tujuannya tentu saja untuk membuat Sarah cemburu.

Dan benar saja wajahnya terlihat seperti baju baru keluar dari mesin cuci.

"Bi Nani!" Aku memanggil asisten rumah tanggaku, memintanya mengantarkan Sarah menuju kamar tamu, bahkan dari tadi aku lupa menawari mereka minum.

"Ya non?" Bi nani berlari tergopoh-gopoh dari ruang belakang.

"Tunjukan kamar tamu untuknya, tunjukan saja tidak usah membantu membereskannya."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status