Share

Permainan Dimulai

"Sudah puas istirahatnya?" Aku bertanya tanpa melihat wanita yang sedang berjalan menuju dapur.

"Bahkan aku tidak bisa memejamkan mata." Wanita yang paling ku benci itu duduk didepanku. Memperhatikanku yang sedang menyuapkan strawbery kedalam mulut, sambil memainkan gawaiku.

"Ana!"

"Hmmmm," aku masih terus fokus dengan gawaiku, tak sedikitpun ingin melirik Sarah.

"Kenapa kamu tidak mengatakan pada Mas Rian kalau kamu mengenalku?"

"Apa kamu ingin sendirian melahirkan bayimu yang entah siapa Ayahnya?" Kulirik sekilas wajahnya berubah pucat, namun sedetik kemudian Sarah berusaha menormalkan kembali ekspresinya.

"Maksudmu apa?"

"Ckkk," aku berdecak sebal "kamu bisa membodohi semua orang, tapi tidak denganku," tak ingin berlama-lama berhadapan dengan wanita beracun aku segera bangkit ingin melihat Mas Rian apakah sudah bangun atau belum, tidak etis rasanya jika Mas Rian tau sekarang.

"Sudah bangun Mas?" Begitu masuk kamar aku mendapati Mas Rian keluar dari kamar mandi sedang mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil.

"Sudah sayang," hening tak ada obrolan lagi, canggung itulah yang kurasa.

"Ana, apakah kamu benar-benar tidak bisa menerima Sarah?" Mas Rian kembali membuka suara memecah keheningan, ia duduk ditepi ranjang disebelahku.

"Tanyakan pada Ibumu, waktu dulu Ayahmu membawa Tante Dela kerumah bagaimana perasaannya?"

Ayah mertuaku juga dulu membawa madu kerumah, namun berbeda denganku yang ingin membalas secara elegan, Mama mertuaku justru langsung mengusir suami dan istri barunya.

Entah apa alasannya aku juga tidak begitu paham, aku hanya beberapa kali bertemu dengan Ayah mertuaku.

Tok tok tok!

Terdengar suara pintu kamar diketuk dari luar.

"Siapa?" Tadinya ingin langsung menyuruh masuk, tapi aku tak sudi jika perempuan liar itu yang datang dan menginjakan kaki dikamarku.

"Bibi non,"

"Masuk Bi!"

"Bu Fatma sudah kembali non," Bi Nani memberitahukan bahwa Mama mertuaku sudah pulang dari liburannya, setelahnya ia kembali menutup pintu setelah aku mengatakan akan menemuinya.

Aku memang melarang siapapun naik kelantai atas selain Mas Rian dan Bi Nani.

Semenjak bercerai dari suaminya Mama mertuaku lebih memilih tinggal bersamaku, kesepian alasannya, rumah yang dulu ia jual dan entah kemana uangnya.

"Sarah makan yang banyak biar bayinya sehat." Sayup-sayup kudengar suara Mama mertua,

aku lihat Sarah hanya tersenyum dan menganggukan kepala.

"Mama sudah pulang?" Mas Rian menyapa Mamanya sedangkan aku hanya mengekor dibelakang tak ada niatan sama sekali untuk menyapa.

Hilang sudah rasa hormatku setelah tau bahwa mertuaku yang meminta Mas Rian untuk menikah lagi.

"Mama kangen sama Sarah, apalagi sekarang Sarah tinggal bareng kita, Mama jadi ada teman buat ngobrol, tidak seperti Ana yang selalu sibuk dikamar, tidak pernah mau menemani Mama." Matanya sinis menatap kearahku.

Aku tidak peduli, semenjak aku mengaku mandul, perlakuan Ibunya Mas Rian semakin buruk terhadapku, sering mengataiku, biarkan saja suatu saat kebenaran juga akan terungkap.

"Rian lihatlah Mama punya oleh-oleh untuk menantu Mama yang cantik." Mertuaku mengeluarkan sebuah liontin dari dalam tasnya.

Ku amati liontin itu, sekilas tidak ada yang berbeda dari aslinya, namun aku paham itu kw, ketika dijual lagi tidak akan laku.

"Wah cantik banget, terimakasih Ma." Sarah seperti terpesona dengan perlakuan mertua.

"Hadiah untukmu karena sudah bersedia mengandung cucuku." Lagi-lagi ibu mertuaku melirik sinis kearahku.

"Tidak salah Mama menikahkan Rian denganmu, tidak butuh waktu lama kamu sudah hamil, wanita subur memang berbeda dengan wanita mandul." Entah apa yang ada diotak mertuaku, hidup numpang denganku tapi selalu menghinaku, baiklah sabar dulu.

"Mas kamu mau makan apa? kamu pasti laper kan, aku masakin ya?" Ku abaikan drama didepanku, pura-pura jadi istri yang baik untuk suamiku.

"Apa aja sayang."

"Duduklah Mas, setengah jam lagi siap." Kemudian aku berlalu kedapur meninggalkan mereka yang sedang menjalankan perannya masing-masing.

Setengah jam kemudian menu yang kumasak sudah siap, hanya masak untuk dua porsi jadi tidak butuh waktu lama, kupanggil Mas Rian untuk duduk diruang makan, tanpa disuruh Ibu dan Sarah juga ikut mengekor dibelakang Mas Rian.

Aku melayani suamiku dengan cekatan, mengambilkan nasi, kemudian menuang sop bakso dan ayam goreng, juga sedikit sambal tomat kesukaan Mas Rian,

tak lupa aku juga mengambil untuk diriku sendiri.

"Menantu tak tau diri sudah untung Rian tidak menceraikanmu, dibaiki malah nglunjak!" Ibu dari suamiku marah-marah ketika mendapati sop dimangkok sudah habis tak bersisa, padahal ditangannya sudah ada nasi.

Sedangkan Sarah masih memperhatikan, dia belum berani mengambil nasi.

"Jika mama tidak menyukaiku, mama boleh meminta Mas Rian untuk menceraikanku, aku tunggu surat gugatan cerainya beserta surat pengunduran diri." Aku berkata tanpa melihat muka bumer, kemudian menyuap nasi kedalam mulut, napsu makanku tak terganggu sama sekali.

"Sarah digudang ada kulkas nganggur, kamu bisa mengisi sesuai kebutuhanmu, minta Pak Min membantu membawa kedalam kamarmu, aku tidak mau dapurku berantakan karena ada perabot yang tak berguna." Muka Sarah memerah menahan marah, biarkan saja, aku nyonya dirumah ini, apapun harus sesuai dengan keinginanku.

"Maksudmu apa, disini sudah ada kulkas, Sarah bisa menggunakan itu!" Mama mertua juga tak terima dengan perlakuanku terhadap Sarah.

"Itu milikku."

Selesai makan aku meminta Bi Nani membereskan sisanya, kulihat piring Mas Rian masih tersisa setengahnya, mungkin ia tak berselera makan karena Ibunya tak ikut makan bersama.

πŸ’πŸ’πŸ’

"Mama mau kemana?" Tanyaku saat melihat Bu Fatma naik tangga.

"Kekamarlah, cape liat muka kamu!"

"Kamar Mama sekarang berada didekat kamar menantu kesayangan Mama dilantai bawah."

Aku yang sedari tadi rebahan sofa depan tivi kini merubah posisi menjadi duduk.

"Sejak kapan?"

"Sejak wanita tak tau diri itu datang."

mertuaku urungkan niatnya menaiki tangga, ia balik badan menuruni kembali tangga yang baru dinaiki dua tingkat.

"Menantu kurang ajar." Mama berlalu sambil memakiku.

πŸ’πŸ’πŸ’

Pagi ini masih seperti biasa, aku membuatkan sarapan nasi goreng sosis kesukaan Mas Rian.

Apapun yang aku masak akan selalu menjadi makanan kesukaannya, seperti biasa aku hanya memasak dua porsi, dan sejak kemarin Sarah hanya memesan makanan via online.

Saat mengantar Mas Rian berangkat kerja Sarah juga ikut mengantar, namun Mas Rian hanya mengulurkan tangan setelah itu ia berlalu masuk kedalam mobil.

Berbeda saat berpamitan denganku, ia mencium keningku begitu lama.

Aku begitu bahagia melihat mukanya yang menyiratkan kecemburuan, tak kupedulikan Sarah yang melihatku seperti musuh "jangan lupa bersihkan lantai bawah!" Aku berkata santai sambil berlenggang berlalu masuk kedalam rumah setelah mobil Mas Rian tak lagi terlihat.

"Sarah bukan pembantu, jangan seenaknya kamu memerintah!" Mama menghardiku sepertinya ia mendengar perintahku terhadap Sarah, menantu kesayangannya.

"Aku tidak memerintah, hanya mengajarkan caranya menjadi istri yang baik."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status