Share

bab 4

DIJEBAK PELAKOR

πŸ’πŸ’πŸ’

RIAN

πŸ’πŸ’πŸ’

Malam itu hujan gerimis, setelah mengerjakan semua pekerjaan kantor diri ini berniat langsung pulang, bertemu istri tercinta yang pasti sedang gelisah menungguku.

Namun saat diri ini hendak membuka pintu mobil, terdengar gawaiku berdering, aku lihat ternyata Mama menelpon,

[Rian, Mama tunggu kamu di kafe xxx, sekarang!] tanpa basa-basi Mama memintaku menyusul kekafe yang telah ditentukan.

"Rian baru keluar kantor Ma,, mau pulang dulu sekalian ajak Ana."

[Tidak perlu, cukup kamu sendiri saja, dan jangan pulang dulu, kelamaan!]

Dari sinilah awal kehancuran hubunganku dengan Ana, istri cantikku.

Ternyata Mama ingin mengenalkanku dengan seorang wanita anak teman Mama.

Setelah sedikit basa-basi Mama meninggalkanku berdua dengan Sarah.

Entah bagaimana ceritanya saat aku bangun aku sudah tidak mengenakan sehelai benangpun, apakah Sarah menjebakku bahkan aku tidak ingat apapun yang terjadi.

Aku lihat perempuan itu menangis diujung ranjang, menutup tubuhnya dengan selimut.

Bimbang, entah apa yang harus aku lakukan saat ini, Ana pasti menungguku semalaman, tapi jika aku pergi bagaimana dengan perempuan itu,

ahhhh, sialllll.

"Maaf apa yang sebenarnya terjadi?" Kuberanikan diri untuk bertanya setelah mengenakan pakaian lengkapku.

"Kamu tidak ingat apa yang terjadi semalam?" Kali ini aku menggeleng.

"Kamu, kamu sudah merenggut kesucianku Mas, semalam kamu memaksaku melayanimu, menginginkan anak dariku, karena istrimu tak bisa memberikanmu keturunan!" aku semakin bingung mendengar ceritanya,, bagaimana bisa aku yang memaksa, tapi aku tidak mengingat apapun.

Sudahlah aku pikirkan nanti yang penting sekarang aku harus menghubungi Ana.

Ternyata gawaiku kehabisan daya, bagaimana aku menjelaskannya nanti, tidak biasanya aku tidak pulang seperti ini.

"Maafkan aku," kuberanikan diri untuk meminta maaf, namun tidak berusaha mendekatinya.

"Jika masalah akan selesai hanya dengan kata maaf, maka penjahat dibumi ini akan semakin meraja." Sarah menjawab dengan suara parau, namun dirinya tidak melihatku sama sekali.

Begitu terpukulkah dirinya atas perbuatanku?

"Lalu aku harus bagaimana?"

"Nikahi aku!" Dengan tegas Sarah menjawab keinginannya.

Aku masih diam, menikah, aku bahkan tidak pernah terfikirkan untuk mengkhianati istriku, lalu bagaimana tiba-tiba harus menikah.

"Aku punya istri."

"Aku tahu, kita bisa menikah diam-diam, aku tidak meminta lebih, aku hanya ingin kamu bertanggung jawab karena sudah merenggut kesucianku." lagi-lagi kata-katanya membuatku merasa semakin bersalah.

Meskipun aku tidak yakin kalo dirinya masih gadis, namun aku juga melihat bercak darah disprei bekas tidur semalam.

πŸ’πŸ’πŸ’

Akhirnya dengan kesepakatan bersama aku dan Sarah menikah, meski hanya sekedar nikah siri namun aku merasa aku sangat mengkhianati Ana.

Dua bulan setelah pernikahan keduaku, aku mengajak Sarah pulang kerumah Ana, aku pikir ini sudah waktunya untuk mengakui kesalahanku.

Selama itu juga aku tidak pernah menyentuh Sarah sama sekali.

Sesampainya dirumah Ana, Sarah tidur dikamar tamu sementara aku tetap tidur dikamar utama bersama Ana.

Dari sikapnya aku tau Ana tak lagi ingin aku sentuh, namun juga tidak pernah membiarkanku tidur bersama Sarah.

Meskipun tidak ada keinginan menyentuh Sarah sama sekali, bagaimanapun juga aku harus memantau kondisinya yang sedang hamil.

Mengingat kata hamil aku jadi sangsi bahwa bayi yang ada dirahim Sarah memang bukan darah dagingku.

Namun aku juga tidak berani menuduh sembarangan karena jatuhnya nanti fitnah, teringat perkataan Ana beberapa waktu lalu.

"Apa kamu yakin benihmu yang ada dirahimnya?"

"Aku yang sudah merenggut kesuciannya." Ana tidak lagi menjawab, entahlah sepertinya dia tahu banyak hal, namun enggan untuk bercerita padaku.

Diana sebenarnya wanita yang lembut hati, serta penyayang, bisa dibilang aku dan Mamaku yang menumpang hidup dirumahnya, Mama tidak menyukai Ana sejak dirinya mengaku divonis mandul, aku bekerja diperusahaan Ayahnya, walaupun jabatanku hanya seorang manager, namun aku bebas menggunakan uang perusahaan, puncaknya saat aku membawa Sarah pulang kerumah, sejak saat itu aku seperti tidak mengenal Dianaku lagi.

Dia tidak lagi menghormati mertuanya, dan juga sangat acuh terhadapku.

Meskipun masih melakukan kewajiban istri seperti biasa, hanya satu yang tidak dia lakukan, melayaniku diatas ranjang.

Aku terima apapun resikonya asalkan tidak kehilangannya, aku sangat mencintai Ana, namun aku juga tidak bisa lepas tanggung jawab terhadap Sarah.

Aku hanya bisa membiarkan apapun yang Ana lakukan, meski Sarah sering mengeluh atas sikap dan perbuatan Ana, namun aku tidak bisa membelanya, termasuk perlakuannya terhadap Mama, aku bahkan tidak bisa menegurnya.

Bukan karena aku takut istri, hanya saja aku sedang membiarkan Ana meluapkan emosinya terhadap orang- orang yang sudah menyakitinya termasuk Mama.

Mama selalu ikut campur terlalu jauh kedalam kehidupanku.

Apalagi saat aku hanya menerima gaji pokok, kartu kredit yang aku berikan pada Sarah juga tidak bisa digunakan, Mama semakin membenci Ana, mengatakan jika Ana serakah.

Bukankah sudah kewajibanku menafkahi istri, sedangkan Ana sendiri justu acuh dengan tudingan Mama, hingga suatu hari Ana memintaku tidak menafkahinya lagi.

Bukankah itu artinya ana meminta cerai dariku?

Jujur saja aku tidak sanggup untuk kehilangan wanita tercintaku.

πŸ’πŸ’πŸ’

"Mas, aku ingin bicara?" Saat aku sedang sendiri ditaman samping rumah, tiba- tiba Sarah menghampiriku.

"Bicaralah!"

"Kenapa sekarang kamu berubah, kamu tidak lagi mencintaiku?" Sejak kapan aku mencintainya? tidak terlintas sedikitpun dihatiku nama perempuan itu.

"Tidak ada yang berubah!"

"Aku merindukanmu," Sarah menggeser duduknya semakin dekat denganku, tentu saja aku risih.

"Menjauhlah!"

"Kenapa? Apa kamu takut istri mandulmu melihat?"

"Tentu saja, aku sudah menyakiti hatinya dengan membawamu kesini, aku tidak ingin menyakiti lebih dari ini dan jangan pernah menyebutnya seperti itu lagi!" Aku berkata sedikit keras, berharap Sarah paham bahwa aku tidak suka dia menyebut Ana dengan sebutan istri mandul.

"Aku menginginkanmu malam ini!" Sarah berkata manja, berusaha merayuku supaya aku menyentuhnya.

"Aku tidak akan melakukannya!" Jujur saja aku juga sangat menginginkan peperangan diatas ranjang, namun tentu saja bukan dengan dirinya.

"Kenapa? aku ini istrimu, aku berhak mendapat nafkah batin darimu!"

"Bukankah sudah aku katakan, aku tidak ingin lebih menyakiti Diana!"

"Kamu jahat Mas, bahkan semenjak kamu mengucap ijab kabul, kamu sama sekali tidak pernah menyentuhku!" Aku melihat Sarah terisak disetiap kata yang ia ucapkan.

"Kesalahan terbesarku adalah membiarkanmu masuk kedalam kehidupanku."

"Jahat!" Setelah mengatakan itu Sarah kembali kedalam, bukan aku tidak memikirkan perasaannya, namun aku lebih menjaga perasaan istriku, Diana.

Biarkan saja dia terluka atas sikapku, dan menjauh dengan sendirinya, seandainya benih dalam rahimnya benar anakku, aku akan menjaga sepenuh jiwaku, meskipun Diana tidak bisa menerimanya.

Satu hal yang aku inginkan Diana tau bahwa aku sangat mencintainya, sekalipun kita harus berpisah aku sudah ikhlas, demi kebahagiaannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status