Share

Bab 6

"Yang Mulia, saya telah berhasil memukul mundur para demon dan vam...." Itu terdengar seperti suara Giga.

"Hayden, aku bilang kita harus menikah dulu," gumamku.

"Oh, tidak!" sergah Giga yang begitu nyaring di telingaku.

"Keluar dari kamarku, Giga!" teriak Hayden dengan wajah memerah.

Tubuhku terasa sangat lelah sekarang setelah Hayden akhirnya menurutiku untuk melakukannya melalui pikiran, namun sialnya tenagaku malah semakin bertambah. Terkutuklah kelaparan sialan ini. Aku tidak mau menjadi budak nafsu hanya karena hubungan mate ini. Aku tidak mau merasakan sakit yang lebih parah lagi. Aku akan meminta tolong pada Sharon setelah ini, siapa tahu dia bisa menghentikannya.

"Sudah, aku sudah tak sanggup lagi. Sekarang perutku yang kelaparan," keluhku. Aku berbaring di atas ranjang dengan tubuh penuh keringat.

"Giga! Carikan pakaian wanita untuk ratuku!" perintah Hayden tanpa menoleh sama sekali.

"Arrgghh...dasar raja sialan!" umpat Giga dengan suara lirih, namun masih bisa kudengar dengan jelas.

"Aku mendengarnya, Giga!" teriak Hayden sambil memelukku dengan erat.

"Lepaskan! Dasar raja mesum. Aku tak rela tubuhku dijamah oleh tanganmu yang kotor itu!" bentakku sambil menjambaki rambutnya lalu mendorong tubuhnya agar menjauh dariku.

"Hei, hentikan! Kenapa kau selalu berkata seperti itu sejak tadi? Aku bahkan tidak menyentuhmu sama sekali. Hanya merobek bajumu saja. Kau akan merasa kepanasan jika pakaianmu tidak segera dilepas dalam kondisimu yang seperti itu," sergah Hayden seraya mengunci kedua tanganku.

Aku menangis tersedu-sedu. "Aku merasa seperti wanita murahan. Aku marah saat tunanganku bercinta dengan kakakku, tapi aku sendiri malah seperti ini denganmu di kamarmu. Ditambah lagi kau adalah raja sialan yang suka bercinta dengan banyak wanita!" Aku memunggunginya dan menutup wajahku dengan kedua tanganku.

"Candice, Sayang. Aku rasa kau belum tahu kenyataan yang sebenarnya. Hei, lihatlah aku. Kita memang belum saling mengenal, tapi aku akan jujur padamu. Setelah itu kau yang harus jujur padaku. Bagaimana?"

Hayden menangkup wajahku dan menyuruhku untuk menatap matanya. Entah kenapa aku merasa nyaman setelah melihat mata itu. Bahkan rasanya seperti ada getaran yang membuat jantungku bekerja lebih cepat dari biasanya. Aku tak pernah merasakannya saat bersama dengan Alvon.

"Bagaimana?" ulangnya dengan tatapan menunggu.

Akhirnya aku mengangguk. Toh kalau dia memang jahat, dia akan berusaha membunuhku seperti yang dilakukan oleh kakak dan ayahku sendiri. Wajahku kembali murung. Sebegitu berbahayakah aku? Sebegitu menjijikkankah aku? Aku merasa seperti terbuang dan tak berarti apapun di dunia ini. Bahkan Raja Black Dacros sendiri tak sejahat itu hingga berusaha membunuhku seperti yang selama ini kukira.

"Kau berjanji akan jujur padaku? Berjanji tidak akan membunuhku seperti yang ingin dilakukan oleh seluruh ras White Dacros?" tanyaku dengan ragu-ragu.

Tiba-tiba aku merasa sedikit takut. Entahlah, aura kekuasaan menguar dengan sangat kuat dari tubuh Hayden. Dia memang benar-benar sosok raja yang sejati.

Hayden menangkup wajahku, lalu sebelah tangannya membelai pipiku dengan lembut. Jantungku kembali berpacu dan gelenyar panas menyebar ke seluruh tubuhku. Sialan!

"Dengarkan aku, cantik. Terserah kau mau bilang apa, tapi yang pasti setelah kita bertemu dan melakukan kontak fisik pada malam itu, aku tahu bahwa kau adalah mate-ku. Kau adalah pasangan hidupku, dan aku tidak akan pernah melepaskanmu walaupun kau berkali-kali ingin lepas dariku."

Malam itu? Oh, sial! Wajahku memanas saat mengingat betapa bodohnya aku yang hanya diam saja saat dia menciumku. Kalau saja waktu itu aku tidak menjadi buronan, aku tidak akan pernah mau menyelinap ke kamarnya hanya demi kalung sialan ini.

"Kau sedang membayangkan malam itu?" tanyanya dengan tersenyum jahil. Tangannya menelusuri leherku, lalu turun ke dadaku yang membuatku merinding. "Demi kalung ini, kau rela menyelinap ke kamarku. Bolehkah aku tahu apa penyebabnya?" Dia mengamati kalungnya yang masih melingkar di leherku.

Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, tiba-tiba Giga sudah kembali.

"Yang Mulia, saya sudah menemukan....Sialan! Kenapa kalian masih dalam posisi seperti itu? Dasar raja sialan!"

Aku menoleh ke pintu dan mendapati Giga yang tengah memejamkan matanya dengan wajah memerah. Di tangan kanannya terdapat sebuah bungkusan. Kenapa sih dengan pria itu? Kami bahkan tidak melakukan apapun di atas ranjang. Kebetulan saja dia melihat tangan Hayden yang tengah memegang kalungnya di leherku. Aku bahkan masih memakai pakaian dalam. Dasar kebanyakan drama!

***

"Jadi, kenapa kau masih saja keras kepala mengatakan bahwa kita adalah mate?" tanyaku jengkel sambil memakan buah apel merah di atas sofa.

"Apa kau tidak merasakan betapa lengkapnya hidupmu setelah bertemu denganku?" tanyanya sambil memandangiku.

Dia memang benar. Aku merasa ada yang aneh setelah bertemu dengannya. Rasanya hidupku tak lagi kosong seperti dulu. Tapi saat aku tak bertemu dengannya, rasa kosong dan sepi itu meningkat berkali-kali lipat dari biasanya. Bahkan aku tak pernah merasakan ini saat bersama dengan Alvon.

"Sayang, hanya pasangan mate yang bisa merasakan 'kelaparan' seperti yang kau alami. Apa kau pernah merasakannya saat bersama Alvon?" tanya Hayden lagi saat aku tak kunjung menjawabnya.

Benarkah? Aku baru tahu mengenai hal itu. Atau jangan-jangan ini hanya akal-akalannya saja?

"Kutebak kau pasti tak pernah membaca sejarah mengenai dacros."

Aku menghela nafas lalu menelungkupkan kepalaku di atas lututku. "Aku lebih tertarik mempelajari tentang manusia, vampir, werewolf, dan makhluk lainnya selain dacros."

"Kalau kau masih belum percaya bahwa kita adalah mate, kau bisa melihat tanda di dada kirimu. Aku juga memiliki tanda yang sama. Tiap mate memiliki tanda yang berbeda, tergantung dari jenis dan kekuatannya. Dan kita tidak akan pernah bisa dipisahkan, apapun yang terjadi dan oleh siapapun, termasuk oleh tunanganmu sendiri."

Aku mendongak dan menatap mata birunya yang menyejukkan. Apakah benar seperti itu? Apa aku akan terikat seumur hidupku dengannya? Aku sama sekali tak pernah berpikir akan menemukan mate dalam hidupku. Kupikir Alvon adalah jodohku, karena kami sama-sama saling mencintai.

"Pasangan mate tidak akan pernah mengkhianati pasangannya. Aku tak akan pernah tertarik pada wanita lain karena aku sudah menemukanmu," ucapnya seakan-akan tahu apa yang tengah berkecamuk dalam benakku.

Tiba-tiba jarak wajah kami semakin dekat. Seharusnya aku menolaknya atau mendorong wajahnya, karena aku masih mencintai Alvon. Biar bagaimanapun juga kami masih bertunangan. Tapi....

Ah, sentuhan bibirnya di bibirku mampu membuyarkan pikiranku. Benarkah aku masih mencintai Alvon? Tapi kenapa saat Hayden menyentuhku, aku sama sekali tidak bisa memikirkan hal lain selain dia?

Aku seperti melayang, dan ini benar-benar hal yang baru bagiku. Dia seperti candu dan aku sudah tak tahan lagi. Setiap kali dia menyentuhku, aku menginginkan hal yang lebih. Mungkin sebaiknya aku harus segera...

"Ehem."

Hayden mengerang dan menoleh ke sampingnya dengan garang. "Kenapa kau tidak mencari mate-mu sendiri? Kau benar-benar mengganggu!" bentaknya yang hanya disambut dengan cengiran singkat dari Giga.

Aku merasa malu sekali. Bisa-bisanya aku kehilangan kendali dan tak mempedulikan keadaan di sekelilingku saat tengah bersama dengan raja mesum ini.

"Saya paham bahwa Anda ingin sekali terus berada di sini bersama Nona Candice. Tapi saya hanya ingin memberitahukan bahwa insiden tadi membuat beberapa vampir panik. Berita kemunculan Gold Dacros membuat mereka merasa terancam," kata Giga.

"Gold Dacros? Siapa itu?" tanyaku bingung.

Hayden dan Giga berpandangan sebelum beralih menatapku. Mendadak perasaanku menjadi tidak enak.

"Kau, Sayang."

Aku membeku sambil melihat mereka dengan mulut menganga. Gold Dacros? Kenapa aku baru mendengarnya sekarang? Bukankah aku adalah White Dacros? Oke, aku adalah hasil percampuran antara White Dacros dan Black Dacros. Tapi seharusnya aku adalah Gray Dacros, kan? Tapi sayapku berwarna...Oh, shit!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status