"Yang Mulia, saya telah berhasil memukul mundur para demon dan vam...." Itu terdengar seperti suara Giga.
"Hayden, aku bilang kita harus menikah dulu," gumamku. "Oh, tidak!" sergah Giga yang begitu nyaring di telingaku. "Keluar dari kamarku, Giga!" teriak Hayden dengan wajah memerah. Tubuhku terasa sangat lelah sekarang setelah Hayden akhirnya menurutiku untuk melakukannya melalui pikiran, namun sialnya tenagaku malah semakin bertambah. Terkutuklah kelaparan sialan ini. Aku tidak mau menjadi budak nafsu hanya karena hubungan mate ini. Aku tidak mau merasakan sakit yang lebih parah lagi. Aku akan meminta tolong pada Sharon setelah ini, siapa tahu dia bisa menghentikannya. "Sudah, aku sudah tak sanggup lagi. Sekarang perutku yang kelaparan," keluhku. Aku berbaring di atas ranjang dengan tubuh penuh keringat. "Giga! Carikan pakaian wanita untuk ratuku!" perintah Hayden tanpa menoleh sama sekali. "Arrgghh...dasar raja sialan!" umpat Giga dengan suara lirih, namun masih bisa kudengar dengan jelas. "Aku mendengarnya, Giga!" teriak Hayden sambil memelukku dengan erat. "Lepaskan! Dasar raja mesum. Aku tak rela tubuhku dijamah oleh tanganmu yang kotor itu!" bentakku sambil menjambaki rambutnya lalu mendorong tubuhnya agar menjauh dariku. "Hei, hentikan! Kenapa kau selalu berkata seperti itu sejak tadi? Aku bahkan tidak menyentuhmu sama sekali. Hanya merobek bajumu saja. Kau akan merasa kepanasan jika pakaianmu tidak segera dilepas dalam kondisimu yang seperti itu," sergah Hayden seraya mengunci kedua tanganku. Aku menangis tersedu-sedu. "Aku merasa seperti wanita murahan. Aku marah saat tunanganku bercinta dengan kakakku, tapi aku sendiri malah seperti ini denganmu di kamarmu. Ditambah lagi kau adalah raja sialan yang suka bercinta dengan banyak wanita!" Aku memunggunginya dan menutup wajahku dengan kedua tanganku. "Candice, Sayang. Aku rasa kau belum tahu kenyataan yang sebenarnya. Hei, lihatlah aku. Kita memang belum saling mengenal, tapi aku akan jujur padamu. Setelah itu kau yang harus jujur padaku. Bagaimana?" Hayden menangkup wajahku dan menyuruhku untuk menatap matanya. Entah kenapa aku merasa nyaman setelah melihat mata itu. Bahkan rasanya seperti ada getaran yang membuat jantungku bekerja lebih cepat dari biasanya. Aku tak pernah merasakannya saat bersama dengan Alvon. "Bagaimana?" ulangnya dengan tatapan menunggu. Akhirnya aku mengangguk. Toh kalau dia memang jahat, dia akan berusaha membunuhku seperti yang dilakukan oleh kakak dan ayahku sendiri. Wajahku kembali murung. Sebegitu berbahayakah aku? Sebegitu menjijikkankah aku? Aku merasa seperti terbuang dan tak berarti apapun di dunia ini. Bahkan Raja Black Dacros sendiri tak sejahat itu hingga berusaha membunuhku seperti yang selama ini kukira. "Kau berjanji akan jujur padaku? Berjanji tidak akan membunuhku seperti yang ingin dilakukan oleh seluruh ras White Dacros?" tanyaku dengan ragu-ragu. Tiba-tiba aku merasa sedikit takut. Entahlah, aura kekuasaan menguar dengan sangat kuat dari tubuh Hayden. Dia memang benar-benar sosok raja yang sejati. Hayden menangkup wajahku, lalu sebelah tangannya membelai pipiku dengan lembut. Jantungku kembali berpacu dan gelenyar panas menyebar ke seluruh tubuhku. Sialan! "Dengarkan aku, cantik. Terserah kau mau bilang apa, tapi yang pasti setelah kita bertemu dan melakukan kontak fisik pada malam itu, aku tahu bahwa kau adalah mate-ku. Kau adalah pasangan hidupku, dan aku tidak akan pernah melepaskanmu walaupun kau berkali-kali ingin lepas dariku." Malam itu? Oh, sial! Wajahku memanas saat mengingat betapa bodohnya aku yang hanya diam saja saat dia menciumku. Kalau saja waktu itu aku tidak menjadi buronan, aku tidak akan pernah mau menyelinap ke kamarnya hanya demi kalung sialan ini. "Kau sedang membayangkan malam itu?" tanyanya dengan tersenyum jahil. Tangannya menelusuri leherku, lalu turun ke dadaku yang membuatku merinding. "Demi kalung ini, kau rela menyelinap ke kamarku. Bolehkah aku tahu apa penyebabnya?" Dia mengamati kalungnya yang masih melingkar di leherku.Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, tiba-tiba Giga sudah kembali. "Yang Mulia, saya sudah menemukan....Sialan! Kenapa kalian masih dalam posisi seperti itu? Dasar raja sialan!" Aku menoleh ke pintu dan mendapati Giga yang tengah memejamkan matanya dengan wajah memerah. Di tangan kanannya terdapat sebuah bungkusan. Kenapa sih dengan pria itu? Kami bahkan tidak melakukan apapun di atas ranjang. Kebetulan saja dia melihat tangan Hayden yang tengah memegang kalungnya di leherku. Aku bahkan masih memakai pakaian dalam. Dasar kebanyakan drama!*** "Jadi, kenapa kau masih saja keras kepala mengatakan bahwa kita adalah mate?" tanyaku jengkel sambil memakan buah apel merah di atas sofa. "Apa kau tidak merasakan betapa lengkapnya hidupmu setelah bertemu denganku?" tanyanya sambil memandangiku. Dia memang benar. Aku merasa ada yang aneh setelah bertemu dengannya. Rasanya hidupku tak lagi kosong seperti dulu. Tapi saat aku tak bertemu dengannya, rasa kosong dan sepi itu meningkat berkali-kali lipat dari biasanya. Bahkan aku tak pernah merasakan ini saat bersama dengan Alvon. "Sayang, hanya pasangan mate yang bisa merasakan 'kelaparan' seperti yang kau alami. Apa kau pernah merasakannya saat bersama Alvon?" tanya Hayden lagi saat aku tak kunjung menjawabnya. Benarkah? Aku baru tahu mengenai hal itu. Atau jangan-jangan ini hanya akal-akalannya saja? "Kutebak kau pasti tak pernah membaca sejarah mengenai dacros." Aku menghela nafas lalu menelungkupkan kepalaku di atas lututku. "Aku lebih tertarik mempelajari tentang manusia, vampir, werewolf, dan makhluk lainnya selain dacros." "Kalau kau masih belum percaya bahwa kita adalah mate, kau bisa melihat tanda di dada kirimu. Aku juga memiliki tanda yang sama. Tiap mate memiliki tanda yang berbeda, tergantung dari jenis dan kekuatannya. Dan kita tidak akan pernah bisa dipisahkan, apapun yang terjadi dan oleh siapapun, termasuk oleh tunanganmu sendiri." Aku mendongak dan menatap mata birunya yang menyejukkan. Apakah benar seperti itu? Apa aku akan terikat seumur hidupku dengannya? Aku sama sekali tak pernah berpikir akan menemukan mate dalam hidupku. Kupikir Alvon adalah jodohku, karena kami sama-sama saling mencintai. "Pasangan mate tidak akan pernah mengkhianati pasangannya. Aku tak akan pernah tertarik pada wanita lain karena aku sudah menemukanmu," ucapnya seakan-akan tahu apa yang tengah berkecamuk dalam benakku. Tiba-tiba jarak wajah kami semakin dekat. Seharusnya aku menolaknya atau mendorong wajahnya, karena aku masih mencintai Alvon. Biar bagaimanapun juga kami masih bertunangan. Tapi.... Ah, sentuhan bibirnya di bibirku mampu membuyarkan pikiranku. Benarkah aku masih mencintai Alvon? Tapi kenapa saat Hayden menyentuhku, aku sama sekali tidak bisa memikirkan hal lain selain dia?Aku seperti melayang, dan ini benar-benar hal yang baru bagiku. Dia seperti candu dan aku sudah tak tahan lagi. Setiap kali dia menyentuhku, aku menginginkan hal yang lebih. Mungkin sebaiknya aku harus segera... "Ehem." Hayden mengerang dan menoleh ke sampingnya dengan garang. "Kenapa kau tidak mencari mate-mu sendiri? Kau benar-benar mengganggu!" bentaknya yang hanya disambut dengan cengiran singkat dari Giga. Aku merasa malu sekali. Bisa-bisanya aku kehilangan kendali dan tak mempedulikan keadaan di sekelilingku saat tengah bersama dengan raja mesum ini. "Saya paham bahwa Anda ingin sekali terus berada di sini bersama Nona Candice. Tapi saya hanya ingin memberitahukan bahwa insiden tadi membuat beberapa vampir panik. Berita kemunculan Gold Dacros membuat mereka merasa terancam," kata Giga. "Gold Dacros? Siapa itu?" tanyaku bingung. Hayden dan Giga berpandangan sebelum beralih menatapku. Mendadak perasaanku menjadi tidak enak. "Kau, Sayang." Aku membeku sambil melihat mereka dengan mulut menganga. Gold Dacros? Kenapa aku baru mendengarnya sekarang? Bukankah aku adalah White Dacros? Oke, aku adalah hasil percampuran antara White Dacros dan Black Dacros. Tapi seharusnya aku adalah Gray Dacros, kan? Tapi sayapku berwarna...Oh, shit!"Lelucon kalian sama sekali tidak lucu," kataku lalu tertawa hambar, namun segera berhenti saat melihat wajah serius mereka.Aku berdehem lalu bangkit dari sofa untuk menuju ke dapur. Aku sedang tak ingin mendengarkan kenyataan apapun. Tidak, aku tidak siap. Atau mungkin belum."Apa yang menyebabkanmu menjadi buronan?" tanya Hayden tetap dari tempatnya."Bisakah kalian tidak membahas tentang hal ini? Rasanya...sakit," gumamku dengan lirih seraya mengambil sebotol air putih dan meneguknya langsung dari sana."Tidak, Candice. Kami harus mengetahui secara detail tentang mengapa kau bisa menjadi buronan, agar penjelasan mengenai kau adalah Gold Dacros bisa kau terima...""Harus berapa kali lagi kubilang jangan membahas tentang hal itu di depanku!" Aku melempar botol di tanganku ke lantai ubin sampai pecah berkeping-keping. Aku sedang tidak ingin membayangkan ibuku yang meregang nyawa di depanku.Tiba-tiba semua benda tajam melayang. Tubuhku gemetaran saat mengingat peristiwa terkutu
Aku tiba di sebuah hutan yang sangat lebat dan luas dengan suara gemuruh tak jauh dari tempatku berpijak. Entah berada di mana ini, sepertinya tempat ini memiliki sesuatu yang sangat luar biasa dan akan menarik minat siapa saja untuk datang ke sini. Mungkin lebih baik aku tinggal di sini saja. Dengan lesu aku bersandar di sebuah pohon besar yang di sekitarnya terdapat berbagai macam tanaman liar yang sudah berbuah dan siap untuk dimakan.Kembali aku teringat dengan penjelasan Giga dan Hayden mengenai darahku yang beracun bagi dacros. Itukah sebabnya mengapa Airis menjebakku? Aku kira itu hanyalah perkiraanku saja bahwa ibuku meninggal karena darahku. Aku berharap bukan itu yang menjadi penyebabnya.Mataku memanas dan dadaku terasa sesak. Sakit sekali. Aku benar-benar sendiri sekarang. Tak ada yang mau menerimaku. Aku bahkan tak yakin bahwa Hayden benar-benar mencintaiku seperti yang tadi dia bilang. Bisa saja kan, dia mendekatiku karena ada maksud tertentu. Omong kosong dengan cin
"Kenapa?" tanyaku dengan polos.Fidel terlihat menelan ludahnya kemudian mundur dengan perlahan. "Dacros? A-aku kira kalian hanyalah mitos. A-aku tidak tahu bahwa...""Candice? Apa yang kau lakukan di sini?"Aku dan Fidel menoleh ke asal suara itu. Fidel menggeram dan menatapku dengan pandangan menuduh. Ada apa dengan makhluk ini? Tanpa berkata apapun lagi, dia berbalik kemudian berubah kembali menjadi serigala gendut berbulu coklat dan berlari dengan cepat meninggalkanku. Hahh, baru saja aku mendapatkan teman baru, tiba-tiba pergi begitu saja karena kehadiran makhluk lain.Aku berbalik dan menatap makhluk itu dengan tajam. "Kau menakutinya!" sergahku sambil menunjuk wajahnya.Dia menyeringai salah tingkah sambil menggaruk tengkuknya. "Aku hanya mengeluarkan taringku."Aku menepuk keningku sebelum meninggalkannya menuju ke sumber suara gemuruh yang sejak tadi sebenarnya sudah menarik perhatianku. Semakin dekat ke sumber suara, semakin berdebar jantungku karena pemandangan yang
Dalam satu sentakan kuat, tubuhku sudah berada dalam pelukan seseorang dengan posisi berdiri dan aku berada di depannya. Mulutku dibekap dengan sebelah tangannya dan kami mundur beberapa langkah menjauhi Ashton. Kulihat Ashton mendadak kebingungan dan pandangannya beredar ke segala arah."Candice? Di mana kau?"(Hei, aku masih berada di depanmu, bodoh. Kenapa dia tidak bisa melihatku?)"Berbisiklah kalau kau ingin berbicara agar kehadiran kita tidak diketahui," bisik pria yang memelukku dari belakang."Hayden, kenapa kau bisa menemukanku?" tanyaku ikut berbisik."Dacros akan sangat mudah melacak keberadaan pasangannya. Apalagi kita sudah bertukar darah dan tanda mate di dada kiri kita menjadi penghubung," jawabnya lalu memakaikan sesuatu ke leherku.Bertukar darah? Bukankah dacros akan meninggal jika meminum darahku? Lagipula sejak kapan dia meminum darahku?"Tenang saja, Sayang. Aku adalah mate-mu, jadi aku tak akan terkena racunmu. Kau tahu, aku adalah semacam penawar bagimu.
Pandanganku mendadak kosong. Di otakku sekarang tengah memutar kembali kenangan manis beberapa tahun yang lalu di mana hanya ada aku dan Alvon, tak ada yang lain. Tak ada yang mengusik kisah cinta kami, dan dia adalah sosok pria idaman yang selalu kuimpikan. Alvon selalu menghujaniku dengan cinta dan kasih sayang. Dia selalu ada untukku baik di saat susah maupun senang. Perjuangan gigihnya untuk menarik perhatian kedua orangtuaku akhirnya membuahkan hasil. Ayahku—ayah tiriku—memberikan restunya kepada kami sehingga kami berhasil melangsungkan pesta pertunangan.Ibuku begitu bahagia, begitu juga dengan Airis. Alvon adalah sahabat Airis, dan wanita itu sangat senang karena sahabatnya akan menjadi adik iparnya. Lalu bencana itu datang, dan impianku untuk hidup bersama dengan pria yang kucintai selamanya hancur berantakan hanya karena satu kejadian. Alvon dan Airis bercinta, saat aku tengah menyaksikan ibuku meregang nyawa setelah meminum darahku.Pandanganku memburam dan mataku teras
"Bagaimana bisa kau menemukannya di hutan dekat Air Terjun Niagara? Jarak antara Georgia dan New York begitu jauh dan Candice sama sekali belum tahu tempat-tempat yang ada di dunia manusia." Sayup-sayup suara Sharon memasuki indra pendengaranku."Aku tidak tahu. Tiba-tiba saja dia sudah berada di sana dan aku menemukannya dalam keadaan seperti ini saat hendak mengejar seekor beruang. Bukankah dia seharusnya bekerja di kantormu?" Kali ini suara Ashton yang terdengar seperti sedang mengelak."Aku juga tidak tahu. Aku pikir saat itu dia sedang keluar kantor bersama Mr. Sword untuk menemui klien atau rapat penting, jadi aku tidak mengkhawatirkannya sama sekali," balas Sharon dengan suara yang terdengar semakin jelas.Percakapan mereka masih terus berlanjut dan lama-kelamaan semakin terdengar nyaring di telingaku. Aku mengernyit. Rasanya tubuhku begitu lemah dan sakit. Ada apa dengan tubuhku? Bukankah seharusnya aku masih berada di hutan itu?"Ashton, pelankan suaramu! Kau membangunkan
Demi Raja Malaikat yang katanya sungguh tampan, demi Malaikat Pencabut Nyawa yang katanya mengerikan, demi Malaikat Penjaga Neraka yang sudah pasti menakutkan, demi...Oke, hentikan itu Candice! Ini semua salahmu sendiri karena tidak menanyakan nama perusahaan tempat Sharon bekerja. Lebih sialnya lagi kau tidak bisa menghubunginya dan tidak tahu harus menggunakan apa jika ingin menghubungi vampir. Menggunakan telepati? Oh, yang benar saja! Hanya Hayden dan Giga yang bisa mendengarnya, dan aku tak sudi jika harus memanggil mereka. Lalu bagaimana?Tin Tin!"Hei, menyingkirlah dari sana! Kau pikir ini halaman rumahmu?" Tiba-tiba seseorang membentakku dengan kasar.Berhubung aku sedang malas untuk marah-marah dan kelelahan karena berlari dari rumah Sharon ke tempat ini, aku hanya berbalik untuk menatap datar siapapun yang tadi membentakku. Sebuah mobil berwarna merah yang lebih bagus dari milik Sharon berada tepat di hadapanku. Di dalam mobil itu terdapat dua manusia. Salah satunya a
Rasanya kenyang sekali. Makanan ini semuanya lezat. Entah apa nama makanan ini, yang pasti aku sangat menyukai makanan bangsa manusia. Lain kali aku akan membawa satu atau dua manusia untuk memasakkan makanan mereka untukku. Tunggu! Memangnya mereka mau kubawa kemana? Rumah di dunia dacros saja aku tidak punya. Baiklah, sekarang waktunya untuk meminum air bunga yang begitu menyegarkan. Oh, rasanya seperti berada di alam terbuka yang begitu alami dan indah. Aku sangat menyukai air bunga."Selesai," ucapku sambil mengelus-elus perutku dengan puas.Aku menatap tiga dacros di depanku dengan kening berkerut. Mereka semua melihatku dengan mulut terbuka dan tampang bodoh. Oh, mungkin karena aku baru saja menghabiskan 10 piring makanan, 3 gelas besar susu, dan 2 gelas besar air bunga? Hm, sepertinya tak ada yang salah dengan itu. Atau aku terlalu rakus? Tapi, bukankah itu adalah hal yang wajar mengingat aku tidak makan selama seminggu?Aku kembali melihat Giga yang menatapku, lalu menatap