Share

Bab 4

"Sharon, kau bilang kau sudah mengubah penampilanku. Tapi kenapa masih banyak yang melirikku?" bisikku sambil memeluk lengannya dengan erat.

Sharon tadi menggelung rambutku dan memberiku kacamata besar berbingkai hitam. Dia juga memoleskan lipstik berwarna nude dan bedak berwarna coklat agar wajahku terlihat tua dan kusam.

"Sepertinya tidak mempan. Kau terlalu menyilaukan. Kau lebih mirip seperti model Victoria's Secret ketimbang pekerja kantoran," bisiknya sebelum menarikku memasuki sebuah ruangan.

"Miss Devine, ada perlu apa kau kemari?" tanya seorang pria berambut pirang sambil tersenyum ramah pada Sharon.

Kutebak usianya di atas 30 tahun, dilihat dari kerutan-kerutan yang muncul di sekitar matanya meskipun wajahnya terlihat masih muda. Dia menatap Sharon dengan kagum. Pria itu tadi terlihat menikmati duduk di kursinya yang nyaman, tapi sekarang ia lebih memilih untuk berdiri dan menghampiri kami.

"Mr. Shayne, aku membawa temanku. Kuharap kau mengijinkannya bekerja di sini. Dia sangat membutuhkan pekerjaan," kata Sharon sambil menatap tepat di manik mata pria itu.

Alisku berkerut. Apa Sharon baru saja menggunakan kelebihannya untuk menghipnotis manusia malang ini?

"Tentu saja, Miss Devine. Apapun akan aku lakukan untukmu," jawab pria itu, lalu beralih menatapku. Dia melihatku dari ujung kepala sampai ujung kaki yang membuatku risih. "Cantik sekali," gumamnya. "Sepertinya kau sangat cocok menjadi sekretaris Mr. Sword yang dingin dengan kelembutanmu, Miss...." Perkataannya terhenti sambil menatapku dengan pandangan bertanya.

"Acacia. Candice Acacia," jawabku.

"Ah, Miss Acacia. Baiklah, mulai hari ini kau bisa langsung menempati meja sekretaris di depan ruangan Mr. Sword. Entah kenapa bisa kebetulan seperti ini. Mr. Sword baru saja memecat sekretarisnya karena terlalu agresif," keluhnya.

Sharon tertawa lalu mengedipkan sebelah matanya padaku, sedangkan aku hanya mengerutkan kening. Mr. Sword? Pedang? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu, tapi di mana?

"Kalau begitu, bolehkah aku mengantarkannya sekarang? Aku yakin Mr. Sword tidak akan suka jika menunggu lama," bujuk Sharon yang tentu saja diiyakan oleh Mr. Shayne dengan senang hati.

"Kebetulan sekali Mr. Sword telat datang karena harus ke luar kota terlebih dulu. Mungkin nanti siang dia baru kembali ke sini. Semoga harimu menyenangkan, Miss Acacia. Akan segera kuurus administrasi kepegawaianmu," ucap Mr. Shayne dengan tersenyum, lalu kembali menempati kursinya.

Sharon buru-buru menarikku keluar dari ruangan yang bertuliskan “HRD Department” itu menuju ke sebuah lift yang tak jauh dari sana.

"Kenapa mudah sekali? Kau menggunakan hipnotis?" tanyaku sedikit tak terima.

"Terlalu lama jika harus mengikuti prosedur, Can. Aku sedang malas membiarkanmu berlama-lama dengan manusia itu. Mereka pasti akan berakhir seperti Ashton, bahkan bisa-bisa lantai di bawahnya banjir karena air liur mereka," jawab Sharon dengan cuek sambil menekan angka 2 dan 5.

"Kau ini ada-ada saja. Kasihan manusia-manusia itu kau permainkan," tegurku sambil menggelengkan kepala.

"Yang terpenting kau sudah bisa bekerja saat ini, Can. Untungnya para manusia dan makhluk supernatural di sini sudah memasuki kandang masing-masing," jawabnya begitu pintu lift terbuka. Kami segera memasuki lift itu sebelum pintunya kembali menutup.

"Makhluk supernatural? Jadi, maksudmu ada makhluk selain manusia yang bekerja di perusahaan ini?"

Sharon mengangkat bahunya tak acuh. "Mereka hanya ingin merasakan hidup seperti manusia. Jadi kau harus berhati-hati, karena ada beberapa vampir yang bekerja di sini. Aku tak mau mereka lepas kendali jika mencium baumu dan langsung menerkammu," ucapnya memperingatkan.

Aku hanya mengangguk. Entah kenapa aku menjadi takut. Jangan-jangan akan ada dacros yang menyusup ke sini untuk mengejarku atau memata-mataiku. Bagaimana ini? Kugenggam kalung berliontin pedang di balik kemejaku. Aku harus percaya bahwa kalung ini akan menghalau para dacros agar tidak bisa mendeteksi keberadaanku.

"Hati-hati dengan Mr. Sword. Kalau kau melihatnya dan tidak memiliki pengendalian diri yang kuat, kau akan berubah menjadi agresif dan rela mencampakkan pakaianmu di hadapannya," ucap Sharon saat lift sudah mulai bergerak naik.

"Memangnya kenapa?" tanyaku heran.

"Mr. Sword benar-benar sangat tampan dan menggiurkan. Entahlah, aku rasa dia juga bukan manusia biasa meskipun baunya seperti manusia. Dia benar-benar tidak bisa diterima oleh akal sehat. Sudah puluhan bahkan ratusan kali Mr. Shayne mencarikan sekretaris baru karena kelakuan mereka yang begitu agresif ketika berada di dekat Mr. Sword. Bahkan makhluk supernatural pun tak ada yang mampu menahan pesonanya. Meskipun bagiku, dia lebih terlihat seperti seorang pembunuh yang paling kejam tanpa sedikitpun memiliki rasa belas kasihan terhadap lawannya," jelas Sharon panjang lebar.

Akhirnya pintu lift terbuka. Kami melangkah keluar dan menuju ke sebuah meja di depan ruangan yang terlihat mewah. Lantai ini sepi sekali. Mungkin ini khusus untuk pimpinan perusahaan.

"Ingat, kau harus bisa menahan diri. Aku yakin kau tidak akan tersihir oleh pesona Mr. Sword. Semoga berhasil," pesan Sharon lalu mencium pipi kananku.

Dia melambaikan tangannya sebelum melesat kembali ke dalam lift, meninggalkanku sendirian di lorong yang sepi ini. Aku memutuskan untuk merapikan meja sekretaris dan meletakkan tas milik Sharon di bawah meja. Apa yang harus kulakukan? Mungkin aku bisa memulainya dengan membaca dokumen-dokumen ini terlebih dulu.

Saatnya berakting menjadi seperti manusia pada umumnya. Aku berharap Tuan Pedang itu bukanlah seseorang yang kukenal atau kutahu, karena nama itu benar-benar mulai mengusikku saat ini. Semoga saja firasatku salah kali ini dan aku akan melewati hari ini dengan nyaman tanpa kejadian apapun.

***

Aku membolak-balikkan kertas-kertas di hadapanku dengan bosan. Tak kusangka pekerjaan manusia sebegini membosankannya. Mungkin aku harus mencari pekerjaan lain yang lebih menyenangkan dan tidak membuatku jenuh seperti sekarang ini.

Tadi dalam perjalanan menuju ke sini, aku melihat ada toko yang menjual berbagai macam bunga. Kelihatannya menyenangkan. Aku bisa meminum air bunga sepuasku sambil melayani para manusia yang membeli bunga.

"Ehem."

Aku mendongak dan seketika itu juga tubuhku mematung. Hidungku mencium bau yang sangat kuhafal. Black Dacros. Bau ini tidak ada di dunia manusia. Jika mereka bisa mencium bau Black Dacros, mereka akan mabuk saat itu juga karena bau mereka sungguh wangi dan menggairahkan.

Tapi sayang sekali, aku tidak bergairah memandang seseorang yang saat ini sedang menyipitkan matanya untuk mengamatiku. Yang kurasakan saat ini adalah waswas. Brengsek! Kenapa makhluk ini harus berada di sini? Kupikir dia akan mendekam di istana dan menemani rajanya yang kesepian itu.

"Sepertinya aku tahu siapa dirimu," ucapnya dengan menatap tajam yang pasti akan membuat musuhnya gemetar.

"Ma-maaf Mr. Saya adalah pegawai baru di sini. Mr. Shayne mengatakan bahwa saya adalah sekretaris untuk Mr. Sword," jawabku dengan pura-pura gugup.

Tentu saja, sialan! Mr. Sword yang dimaksud oleh Shayne adalah Giga Sword—ksatria terhebat dari Black Dacros—yang selalu bertarung dengan Alvon jika ada kesempatan.

"Oh, ya? Kau yakin kau hanyalah pegawai baru di sini?" tanyanya lagi, kali ini sambil mendekatiku dengan perlahan.

Tenang, Candice! Jangan menunjukkan gelagat apapun. Aku menatapnya takutpura-pura takut tepatnya. Siapapun boleh takut pada makhluk sialan ini, tetapi tidak denganku.

"Mari kita lihat siapa kau sebenarnya," ucap Giga sambil menyeringai mengerikan.

Dia mengeluarkan taringnya, lalu merentangkan tangan kanannya. Seketika itu juga muncul sebuah pedang besar dengan ukiran naga berwarna emas di gagangnya. Apa dia sudah gila? Kenapa dia mengeluarkan pedang andalannya? Dia kira aku Alvon atau Galeo? Kurang ajar! Tenang, Candice. Tunjukkan bahwa kau hanyalah manusia biasa.

"A-apa yang akan Anda lakukan? Ke-kenapa Anda..."

Belum sempat aku melanjutkan perkataanku, Giga sudah mengayunkan pedangnya hingga jaraknya hanya tinggal beberapa inchi saja dari leherku. Refleks aku menghilang dan sekejap kemudian berada di atap gedung perusahaan.

"Sudah kuduga kau adalah Putri Candice. Apa yang kau lakukan di sini, Tuan Putri? Oh, aku lupa. Tentu saja kau sedang melarikan diri," ejeknya lalu terkekeh.

Aku tidak meresponnya sama sekali. Aku tidak ingin berkelahi dengannya, karena saat ini kami sedang berada di dunia manusia.

"Aku benar-benar heran padamu. Kau ini sebenarnya sedang melarikan diri dari kejaran anak buah ayahmu, atau dari kejaran Rajaku?" tanyanya dengan tersenyum mengejek.

"Apa maksudmu?" tanyaku tak mengerti.

Giga mendekatiku hingga jarak kami hanya tinggal beberapa kaki saja.

"Kau telah mencuri kalung milik Raja Black Dacros dan itu adalah sebuah kejahatan," jawabnya sambil menatapku tajam. Matanya yang tadi berwarna abu-abu, kini berubah menjadi merah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status