Share

Namaku Sahasra Kaditula

"Angkat aku lebih dulu, baru bertanya!" protes suara asing itu. "Anak muda zaman sekarang, tidak punya sopan santun sama sekali."

Pandya yang masih terkejut--langsung mengambil pedang yang dia jatuhkan tadi, dan meletakkannya di atas ranjang.

Dia benar-benar tidak mengerti, dengan apa yang terjadi. Tapi, dia yakin suara yang dia dengar sama seperti orang yang membantunya semalam.

"Benar. Akulah yang membunuh semua musuh-musuhmu," ucap pedang itu, "Dan aku pula yang menyelamatkan nyawamu. Tapi, tidak perlu berterima kasih karena itu memang sudah tugasku."

Mata Pandya mengerjap cepat. "Bagaimana sebuah pedang bisa melakukan itu semua?" 

"Lalu tugas apa yang kamu maksud?"

Kebingungan Pandya menjadi hiburan bagi pedang itu. Dengan sombong, ia pun berkata, "Tentu aku bisa! "Aku relief langka yang memiliki kemampuan tinggi. Tenaga dalam yang aku berikan padamu bukan sekedar tenaga dalam biasa. Bahkan, itu bisa menyelamatkanmu yang hampir tewas karena mengandung elemen penyembuh yang akurat."

Pandya masih belum paham dengan penjelasan sang pedang. Dia masih belum bisa membayangkan itu semua terjadi pada dirinya.

Saat Pandya ingin menjawab, pintu ruang kesehatan tiba-tiba terbuka.

Tampak Akandra yang hanya memasukkan kepalanya untuk melihat Pandya yang tak kunjung keluar.

"Pandya! Kamu sedang apa?" tanya Akandra. "Air hangatnya sudah disiapkan untukmu, lebih baik kamu segera bergegas!"

Tanpa berpikir panjang, Pandya pun keluar ruangan sambil membawa pedang yang mengajaknya bicara. Dia khawatir pamannya akan curiga, jika dia tidak segera keluar dari ruangan itu lagi.

********

"Jadi, katanya kamu bisa menyembuhkan tubuhku?" tanya Pandya saat dirinya sudah berendam dalam bak mandi. "Sebenarnya, seberapa hebat kekuatanmu?"

"Jadi kamu sekarang sudah percaya dengan ucapanku?" tanya sang pedang.

"Sudahlah, jelaskan saja!" jawab Pandya tidak sabar. "Ini sudah tidak masuk akal untukku sejak awal."

"Anak muda tidak punya kesabaran!" teriak sang pedang. "Pantas tubuhmu sangat rusak seperti itu. Kamu memaksakan diri di luar kemampuan yang tubuhmu miliki dengan asal-asalan."

Pandya merasa tertampar oleh ucapan sang pedang. Dia menjadi semakin percaya, kalau apa yang dia alami saat ini bukanlah mimpi maupun halusinasi.

"Tenaga dalam milikku bisa membantu tubuhmu untuk menyembuhkan luka, akibat pukulan dari luar maupun kerusakan organ," jelas sang pedang. "Tapi untuk beberapa kondisi akan butuh waktu yang lebih lama. Tapi, semua bisa sembuh pada akhirnya."

"Begitu ya... kamu tidak melebih-lebihkannya?" tanya Pandya ragu. "Kalau aku uji coba, tidak akan ada masalah bukan?"

Pandya mengeluarkan pedang kecil miliknya, dan perlahan dia mencoba untuk melukai telapak tangannya dengan pedang kecil itu.

"AARGH.. Sakit!" erang Pandya.

Anehnya, tubuh Pandya tiba-tiba mengeluarkan sebuah cahaya yang mengalir menuju telapak tangan. Secara perlahan, darah yang barusan mengalir deras langsung terhenti. Dan luka di tangan mulai menutup dengan sendirinya.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya Pandya takjub. "Apakah ini tandanya aku tidak akan bisa mati?"

"Pertanyaan bodoh!" ejek sang pedang. "Tentu kau akan langsung mati, jika tertusuk atau tertebas di tempat fatal. Atau kamu juga akan mengujinya?"

Pandya sontak menggeleng.

"Tidak... terima kasih," jawabnya  panik, "aku sangat bersyukur masih bisa hidup sekarang."

"Aku kira kau masih tidak percaya dengan ucapanku," ejek sang pedang.

"Sebenarnya aku masih sulit percaya, walaupun sudah melihatnya sendiri," ucap Pandya jujur, "Yang jelas aku sudah tahu kemampuan penyembuhannya. Lalu selain itu, kemampuan apa lagi yang kau miliki?"

"Seperti yang aku katakan, kalau aku adalah relief dengan kemampuan tertinggi," ucap sang pedang kembali dengan nada sombongnya. "Pemilik sebelumnya sampai menamaiku Sahasra Kaditula yang berarti seribu pedang, karena itu kemampuan utamaku."

"Jadi, namamu Sahasra Kaditula? Kenapa namamu panjang sekali?" tanya Pandya heran. "Panggil aku Pandya, dan aku akan memanggilmu Sakra yang artinya kuat, itu lebih cocok denganmu."

"Sepertinya tidak buruk juga, aku suka dengan nama itu," jawab sang pedang sedikit senang.

"Memang itu lebih cocok untukmu," jawab Pandya bangga. "Sahasra Kaditula bisa kita gunakan untuk nama jurus nanti. Lalu, bagaimana kau bisa membantuku?" tanya Pandya penasaran.

"Aku sudah tertidur cukup lama. Karena setelah pemilik sebelumnya gugur, aku sudah diberi mantra sihir untuk menyembunyikan keberadaanku," ucap Sakra memulai cerita. "Leluhurmu yang membuat sihir itu. Dan yang bisa membukanya hanyalah keturunan yang nyawanya sedang terancam dan juga mewarisi kekuatannya."

"Jadi, karena aku hampir mati. Kamu terbangun dari mantra sihir itu?" tanya Pandya memastikan lagi. "Lalu, bagaimana kamu bisa menemukanku?"

"Berkat sihir dalam tubuhku, yang langsung mengarahkanku ke tempat kau berada saat itu," jelas Sakra. "Untunglah, saat aku temukan kau belum mati."

Pandya memejamkan mata kesal. "Kau tidak berharap aku mati, bukan?" tanyanya menyelidik.

"Tentu tidak, bodoh!" jawab Sakra kesal, "Kalau kau mati, aku akan kembali tersegel dalam mantra sihir itu."

"Jadi kamu akan kembali tersembunyi, hingga ada keturunan yang memiliki kekuatan leluhur terlahir lagi?" tanya Pandya memastikan.

Sakra, sang pedang hanya menaik turunkan badannya untuk menjawab. Ia sedari tadi melayang di hadapan Pandya, sebelum terdiam mendengar pertanyaan remaja itu.

"Lalu, siapa leluhurku itu?"

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status