"Pemilikku sebelumnya merupakan pendekar legendaris Empu Catra Arkatama. Nama itu selalu di elu-elukan pada masanya," ucap Sakra mengenang masa lalu.
"Arkatama?" Pandya mengerutkan dahinya. "Jadi, beliau leluhur dari ibuku? Bukan ayahku?""Jika Arkatama adalah marga dari ibumu, berarti itu benar," jawab Sakra.Pandya cukup terkejut mendengar fakta itu. Bahkan, selama ini ibunya dihujat dengan sebutan rakyat jelata. Hanya karena beliau anak haram.Namun, ternyata leluhur ibunya adalah sang pendekar legenda. Dan, Pandya adalah penerus kekuatannya itu? Sepertinya, ada banyak hal yang perlu diselediki."Hei, Pandya!" teriak Sakra."Sssttttt...!" Pandya menyuruh Sakra diam dengan isyarat jari yang didekatkan ke mulutnya."Kenapa kau teriak?" tanya Pandya panik, "Bagaimana jika orang lain juga mendengarnya?""Tidak akan ada yang mendengarku," jawab Sakra, "Hanya pemilikku yang dapat mendengarnya. Bahkan, kau tidak perlu berbicara secara langsung. Cukup pikirkan saja apa yang kau ingin katakan padaku."Jawaban Sakra membuat Pandya merasa lebih tenang. Walaupun, dia masih belum benar-benar mengerti maksud dari berbicara dalam pikiran.Setelah Pandya merasa sudah cukup berendam, Pandya langsung keluar dari dalam bak dan berniat membasuh tubuhnya.Namun, apa yang dia lihat dan rasakan, justru membuatnya terkejut.'Sakra,' panggil Pandya dalam hati. 'Ini tidak mungkin! Tubuhku menjadi lebih kekar. Dan luka tusukan di perutku juga hilang tanpa bekas,' ucapnya dengan antusias. 'Apa ini perbuatanmu juga?''Benar, bukankah kamu sudah merasakan tenaga dalam di tubuhmu?' tanya Sakra, 'Aneh jika tubuhmu tidak berkembang dengan tenaga dalam itu.'Tok...tok...tok...Salah satu dayang bernama Sumi mengetok pintu, tanda dia akan memakaikan pakaian untuk Pandya.Setelah mendapat jawaban, dayang itu masuk dan mulai memakaikan pakaian Pandya.'Lalu bagaimana dengan kemampuanmu yang lain?' tanya Pandya dalam hati tanpa menghiraukan sang dayang.'Tentu, masih banyak lagi kemampuanku. Kamu akan kaget mengetahui semua kemampuanku,' ucap Sakra membanggakan diri, "Tapi, dengan tenaga dan kekuatanmu saat ini yang tepat adalah ilmu menyerap ilmu.''Bagaimana cara kerja kemampuan itu? Apakah itu bisa digunakan dalam hal apapun?' tanya Pandya.'Kau bisa mempelajarinya dari buku," jawab Sakra.Setelah dayang Sumi selesai memakaikan pakaian, dia langsung pamit undur diri.Pandya mengambil Sakra dan berjalan keluar dari kamar mandi. Dia langsung menuju perpustakaan yang berada dalam sanggar Ajaran Pedang.******Pandya kini berjalan menyusuri bangunan utama sanggar Ajaran Pedang.Saat sampai di perpustakaan, Pandya mencari sebuah buku untuknya menguji kemampuan yang dikatakan oleh Sakra.Dia mencoba mencari buku, yang bisa membuat kemampuannya berkembang dari dasar.Walau rajin mempelajari tiga inti beladiri untuk melatih fisik dan mental, Pandya tetap tidak akan bisa mengejar keterlambatannya.Akan sulit baginya untuk menjadi pendekar tingkat atas, bahkan jika dia berlatih seumur hidup. Jadi yang dipilih Pandya pertama kali untuk mempelajarinya adalah, ilmu pengobatan dan dimulai dengan akupuntur.Pandya segera mengambil salah satu buku di rak bagian pengobatan. Setelahnya, dia menuju meja kursi yang berada di tengah ruangan perpustakaan.'Sakra, bagaimana aku bisa menyalin ilmu yang ada dibuku ini?' tanya Pandya kebingungan, "Apakah aku harus melihat orang lain mempraktikkannya dulu?''Tidak perlu hal sulit seperti itu, kau cukup mengumpulkan tenaga dalam di area mata dan bacalah buku itu dengan cepat,' jelas Sakra, 'Semua tulisan yang ada di dalam buku itu, akan langsung masuk ke otakmu dan membuatmu bisa langsung memahaminya.'Pandya ragu dengan penjelasan yang diberikan oleh Sakra. Karena untuk mengumpulkan tenaga dalam menjadi satu titik saja dia belum pernah mencobanya.Tapi Pandya mencoba mengingat, bagaimana saat para prajuritnya berlatih. Diapun menirukan cara itu, dan langsung berhasil pada percobaan pertama.Pandya pun mulai membuka buku yang dia bawa. Tanpa diduga dia bisa membaca semua tulisan di dalam buku dengan sangat cepat.Bahkan, satu buku yang sangat tebal, bisa dia selesaikan hanya dalam hitungan detik.Namun, efek samping setelahnya, dirasakan oleh Pandya yang langsung merasa pusing dan mual. Semua ilmu masuk dengan sangat cepat ke dalam otaknya, dan itu membuatnya sedikit kewalahan.'Kau akan segera mengatasinya,' ucap Sakra dengan santainya.Pandya duduk sambil memegangi kepalanya, yang masih terasa seperti berputar. Butuh cukup waktu hingga dia dapat mengatasi efek samping itu, hingga rasa pusing dan mual itu menghilang.'Lalu aku harus bagaimana sekarang?' tanya Pandya setelah dia merasa lebih baik.'Kau hanya perlu memikirkan apa yang kamu pelajari tadi dan mencobanya,' jelas Sakra, 'Saat ini semua sudah ada di otakmu, Pandya.''Lumayan juga mendengarmu memanggil namaku.' ucap Pandya dengan nada mengejek.'Bukankah kau sendiri yang memintaku memanggil dengan nama itu?' tanya Sakra dengan nada suara meninggi.'Baguslah kalau begitu. Berarti pendekatan kita berhasil, ucap Pandya. "Kalau begitu apakah aku harus mempraktikkan kepada seseorang?''Hanya memikirkan saja apa yang kamu ketahui, nantinya kamu akan paham dengan apa yang aku maksud.'Pandya masih ragu harus bagaimana memulainya, yang bisa dia lakukan hanya mengingat apa saja yang dia tahu tentang akupuntur.'Akupuntur... Akupuntur berhubungan dengan titik tubuh untuk melancarkan aliran darah. Titik tubuh contohnya titik aliran darah dan titik akupuntur. Jika titik aliran darah ditusuk dengan jari, maka akan berhenti sejenak...'Pandya terdiam. Dia merasa ini terlalu luar biasa untuk menjadi kenyataan."Hahaha... tidak mungkin ini benar-benar terjadi, kan?"Bersambung...Pandya terlihat tampak tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Karena, saat ini apa yang diucapkan terlihat dengan matanya.Semua seperti terpindai dengan mata, dan memperlihatkan dimana saja letak titik aliran darah dan titik akupuntur itu berada dengan tulisan yang sangat jelas.Awalnya, Pandya ragu dan mencoba untuk mengusap matanya. Namun, setelah itupun dia tetap dapat melihat tulisan-tulisan itu dengan sangat jelas."Ini bukannya curang?" tanya Pandya skeptis, "Aku tidak hanya menghapalnya, tapi juga bisa mengamatinya," ucap Pandya sambil tertawa sarkas.'Jangan cepat senang, Pandya!' Sakra mengingatkan, 'Kamu masih belum tahu kekuatan itu sepenuhnya,' ucap Sakra mengingatkan.Pandya menjadi semakin tertarik dengan kemampuan yang belum diketahuinya itu. Padahal, kemampuan menyerap ilmu sudah sangat luar biasa.'Memang apa yang belum aku ketahui?' Pandya kembali antusias, 'Apakah kekuatan ini bisa jauh lebih hebat dari sekarang?''Tentu saja! Semua kekuatan yang aku berikan, ha
Di dalam Padepokan Nagendra, terdapat sejumlah ajaran bela diri yang sangat menjunjung tinggi ilmu bertarung serta Padepokan Nagendra itu sendiri. Lalu ada enam ajaran yang menjadi dasar Padepokan Nagendra. Ada Ajaran Pedang, Ajaran Api, Ajaran Ramuan, Ajaran Sihir, Ajaran Panah dan Ajaran Pengintai. Pemimpin Padepokan Nagendra menyambut banyak gadis perawan dari enam ajaran tersebut. Dan terjalinlah kesepakatan untuk melahirkan keturunan.Keturunan pemimpin dari setiap ajaran, akan tumbuh di keluarga sang ibu dan memiliki hak menjadi calon pemimpin di setiap ajarannya. Nantinya, mereka akan masuk ke dalam akademi Padepokan Nagendra saat cukup umur.Akademi itu di buka setiap 10 tahun sekali, dan selalu di pimpin oleh para empu dari padepokan Nagendra.Tujuannya adalah untuk mempertandingkan para calon pendekar baru dari setiap ajaran, dan meningkatkan kemampuan bela diri hingga tahap akhir.Tidak hanya pemimpin dan calon pemimpin dari setiap ajaran yang boleh mengikuti akademi ini,
Di dalam sanggar Ajaran Pedang. Tampak Pandya yang sedang berada di atas ranjang dengan mata yang terbuka.Matanya, menatap lurus ke langit-langit kamar sudah sejak semalam. Dari wajah Pandya tampak guratan wajah bingung seperti memikirkan sesuatu dan tidak menemukan jawabannya.Detik berikutnya, Pandya berdiri dan berniat membuka jendela dalam kamarnya itu."Karena terlalu banyak pikiran aku jadi tidak bisa tidur. Apakah ini masih terlalu pagi?" Pandya bangun dari ranjang.KREEK!Suara jendela yang di bukanya terdengar memecah kehehingan di kamar itu. Matahari yang masih bersembunyi hanya memperlihatkan semburat warna jingganya."Akhirnya hari ini tiba," ucap Pandya sambil menatap langit pagi. "Hari dimana aku akan masuk ke dalam Akademi Nagendra."Dari kejauhan, Pandya tanpa sengaja melihat sang Paman yang sedang pemanasan pagi."SYUUK!""CHWAAK!""PAATS!""BWAATS!" suara gerakan Akandra yang menembus udara terdengar menggema di lapangan sanggar Ajaran Pedang.Pandangan Pandya tidak
'Apa masuk ke dalam akademi begitu penting?' tanya Sakra kesal, 'bukankah kau sudah bisa mempelajari segala macam hal dengan kemampuan yang aku berikan?''Itu salah satu syarat agar aku tetap bisa menjadi calon pewaris!' jawab Pandya dengan nada meninggi."AARGH!"Pandya kembali mengerang karena rasa sakit yang tidak ada hentinya. Semua otot dalam tubuhnya menarik dan mengendur terus menerus hingga terasa seperti terobek.'Kalau begitu masih ada satu cara," ucap Sakra memberikan jalan keluar.'Bagiamana?!' tanya Pandya dengan rahang terkatup.'Proses adaptasi bisa dipacu dengan kontrol tenaga dalam. Tapi...,' ucap Sakra ragu.'Tapi apa?!!!' teriak Pandya frustasi. 'Aku sudah kesakitan seperti ini tapi kau malah bicara setengah-setengah!'Pandya kembali mengepalkan kedua tangannya untuk menahan rasa sakit dan rasa frustasinya. Dia mencoba mengatur napas untuk mengalihkan pikirannya dari rasa sakit itu.'Tapi hanya 1% kemungkinan kamu bisa bertahan dalam keadaan sadar. Karena rasa sakit
BUAKKK!'Bangun!' teriak Sakra yang menggema di pikiran Pandya.Pukulan tubuh pedang Sakra membangunkan Pandya dari tidurnya."UAAGH – HAAH– HAH," Pandya terkejut dan bangun dari tidurnya. Dia menghembuskan napas dengan kasar, seperti baru saja menemukan kembali napasnya.'Aku sudah selesai mengontrol otot dan pembuluh darahmu dengan tenaga dalam. Kini semua otot dalam tubuhmu sudah beradaptasi dengan jurus yang kau salin,' Sakra mulai menjelaskan."Aku tidak akan melakukan ini lagi!" ucap Pandya menyesal.'Aku sudah memperingatkanmu sebelumnya!' elak Sakra membela diri.Pandya tidak menghiraukan jawaban Sakra. Dia masih fokus untuk menetralkan kembali pernapasannya.Secara perlahan Pandya mulai merasakan perbedaan pada tubuhnya. Badannya terasa jauh lebih ringan dari sebelumnya. Bahkan, kini dia merasa jauh lebih bertenaga ketika bergerak."Eh–tapi kenapa aku bisa tidur dengan posisi seperti ini? Apa Paman tadi sempat masuk?" tanya Pandya sambil turun dari ranjangnya.'Pamanmu tadi l
DRRRRK!KRIEEETT!Suara meja yang didorong paksa oleh Akandra terdengar sangat nyaring. Akandra seperti sudah tahu sejak awal, apa yang tersembunyi di bawah meja itu. Sedangkan Pandya sudah tidak bisa mengelak lagi setelah jejak kaki terakhirnya terlihat dengan jelas."Ini adalah jurus belati rahasia sebelum masuk ke tahap kedua—jejaknya terlihat dengan sangat jelas," ucap Akandra sambil melihat jejak kaki Pandya yang berada di bawah meja tadi."A–aku bisa menjelaskannya Paman. Ini bukan seperti yang paman pikirkan," ucap Pandya tergagap sembari mencari alasan."Aku tidak salah melihatnya!" Akandra mengatakannya dengan wajah tegang.Pandya hanya bisa menundukkan kepalanya. Dia benar-benar merasa bersalah, karena mencuri jurus orang lain itu dilarang di dunia persilatan. Tapi, dia malah mencuri karena tergoda dengan kemampuan menyalinnya.'Bagaimana ini Sakra? Aku tidak bisa mengelak lagi. Bagaimana jika Paman membenciku?' Pandya bertanya pada Sakra dengan frustasi.'Aku juga tidak tahu
Siang hari di halaman utama akademi Padepokan Nagendra, tampak ratusan orang mulai berkumpul dan mencari tempat untuk berbaris. Suara riuh dari orang-orang yang antusias untuk mengikuti ujian pertama akademi—terdengar memadati halaman itu tanpa ada yang berusaha menenangkan."Apa benar semua calon pewaris dari setiap ajaran Padepokan Nagendra berkumpul tahun ini?" ucap salah satu pemuda yang bertubuh gempal dan bermata sipit."Sepertinya rumor itu benar. Lihatlah barisan depan! Ujian masuk akademi kali ini menjadi sangat banyak peminatnya," jawab pria kurus disebelahnya sambil memperbaiki posisi buntalan kain pembungkus yang tergantung di pundaknya.Mereka berdua yang hanya penduduk biasa dari salah satu ajaran, dengan mudahnya terdorong oleh orang-orang lain yang mengikuti ujian siang itu. Mereka hanya bisa mengikuti arus, yang pada akhirnya membuat mereka mendapat barisan paling belakang."Seberapa banyak kira-kira yang mengikuti tes kali ini?" Pria bertubuh gempal mengedarkan pandan
"Apa benar tidak ada namaku di pengambilan nomor urut?" Pandya tampak berdebat dengan seseorang yang mengurus pendaftaran masuk akademi."Iya. Hanya nama Pangeran dari Ajaran Pedang yang tidak ada," jawab orang itu. "Sepertinya Pangeran harus menunggu hingga nomor urut Pangeran ditemukan," tambahnya."Baiklah! Akan aku tunggu," Pandya lantas pergi dari meja pendaftaran dan berdiri di ujung tembok gerbang akademi. Dia hanya bisa menunggu hingga pengurus itu menemukan nama untuk nomor urutnya. Walaupun dia tahu itu ulah siapa, tapi dia juga tidak bisa apa-apa untuk saat ini. Pandya mencari tempat yang cukup bersih untuknya duduk di bawah, sambil menunggu namanya ditemukan.'Ini pasti ulah salah satu saudaraku dari ajaran lain. Jelas sekali mereka sengaja melakukan ini padaku,' pikir Pandya dengan wajah masamnya.'Kau yakin ini ulah salah satu saudaramu? Untuk apa mereka melakukannya?' Sakra merespon pikiran Pandya karena penasaran.'Mungkin mereka tidak mau berbaris denganku. Lagipula t