Share

TERIMA SAJA!

“Apa benar itu Fasha?” tanya Rangga pada Mamah Tari.

“Benar Rangga!!” jawab mantap Mamah Tari.

Rangga terpaku mendengar kenyataan yang harus ia hadapi sekarang. Wanita yang dulu begitu sulit ia lupakan kini datang dan hadir kembali dalam kehidupannya. Bahkan sekarang dia akan menjadi calon istrinya.

Jika hal ini terjadi sebelum dirinya menikah dengan Dinda wanita yang kini begitu ia cintai, tentu itu akan menjadi sebuah kebahagiaan baginya, tapi kali ini ceritanya sudah berbeda.

“Mamah tau kalian dulu pernah saling mencintai jadi bukan  hal sulit buat kamu untuk menjalin kembali kedekatan itu dengan Fasha!” ucap Mamah Tari yang agak memaksa.

Mamah Tari benar-benar keterlaluan, sampai hati dia berbicara seperti itu di hadapan menantunya. Bagi Dinda kesal pun tidak akan merubah keputusan Mamah Tari untuk mengurungkan niatnya tersebut, jadi Dinda memilih untuk tidak berkomentar apapun dan menerima semua keputusan dari keluarga Rangga.

“Mas terima saja!” singkat Dinda.

“Sayang ini bukan perkara yang bisa kita putuskan seenak jidat,” ucap Rangga yang terus saja menolak.

“Sekeras apapun kita menolak, kenyataan ini gak akan bisa kita ubah Mas. Aku hanya seorang wanita yang mandul!!” tegas Dinda yang langsung berlalu dari ruang keluarga.

Dinda tidak peduli dengan kometar dari kedua mertuanya. Dia sudah lelah dengan diskusi yang tarik ulur  seperti ini. Padahal hasil akhirnya sudah jelas Rangga pasti akan tetap menikah dengan Fasha. Ia pergi dengan terburu-buru, namun dengan langkah yang gontai menuju kamarnya. Dinda hanya ingin berbaring, beristirhat bahakan jika diizinkan ia ingin sekali tidur nyenyak dan berharap ini semua hanyalah mimpi buruknya.

Rangga ikut berdiri saat Dinda beranjak dari ruang keluarga, ia mencoba mengejar Dinda dan menghentikan langkahnya. Lalu Rangga memapah langkah Dinda.

Sedangkan Mamah Tari berkata dengan sinis, “Drama baru mau di mulai, bakalan pura-pura sakit.”

“Jaga ucapanmu Mah, Dinda sepertinya kelelahan dengan pembicaraan kita kali ini. Apa lagi Mamah yang begitu memojokan posisinya!” peringatkan Papah Harto pada istrinya, yang masih saja berkomat-kamit mulutnya ngedumel melihat sikap Dinda kali ini.

“Mandul itu bukan penyakit Pah, tapi itu takdir. Mau dikasih obat juga mandul itu gak bakalan sembuh,” hina Mamah Tari pada Dinda.

Meskipun Dinda yang sudah malas untuk menanggapi Mamah Tari, namun ucapanya kali ini sudah keterlaluan.

Dinda yang sedang dipapah oleh Rangga berjalan menuju tangga tiba-tiba menghentikan langkahnya.

Ia menoleh lalu berkata, “Aku memang tidak bisa mengubah takdirku Mah, tapi Mamah juga tidak berhak menghinaku demikian!” suara Dinda terdengar bergetar menahan rasa sakit dari setiap hinaan yang dilontarkan padanya.

Dinda lalu berbalik kembali  dan berjalan menuju kamarnya.

“Mamah benar-benar gak puya hati!” Papah Harto pun beranjak dari ruangan tersebut karena  sudah muak juga dengan kata-kata yang terus terucap dari mulut istrinya.

“Aku kaya gini demi kelangsungan keluarga kita juga Pah,” Mamah Tari yang berusaha mencari pembenaran.

“Tapi ide kamu itu hanya membuat Rangga dan Dinda dalam posisi yang sulit. Lalu ucapan-ucapan kamu pada Dinda itu semua sudah keterlaluan Mah!!” nasihat Papah Harto pada istrinya yang begitu keukeuh dengan keinginannya.

“Sejak awal juga aku gak pernah sedikitpun setuju pada pernikahan mereka,” sinis Mamah Tari.

“Aku dulu terpaksa merestui mereka,” tambah Mamah  Tari singkat.

Papah Harto hanya menggelangkan kepalanya melihat kelakuan istrinya. Ia pun meninggalakan sendiri istrinya di ruang keluarga.

****

Namun justru saat dirinya menenangkan diri dari keadaan rumah yang sedang kacau di taman belakang. Matanya malah tertuju pada sebuah album yang terletak di saung bermain tempatnya dulu sering menghabiskan waktu bersama Rangga kecil.

Papah Harto meraih album tersebut dan secara otomatis memorinya menyetel kenangan beliau bersama Rangga putra semata wayangnya. Potret yang memancarkan kebahagiaan keluarganya membuat Papah Harto merindukan masa-masa tersebut.  Rangga yang begitu lucu dengan tingkahnya membuatnya bisa melepas kepenatan setelah pulang bekerja.

Tanpa sadar Papah Harto berkata, “Andai aku punya cucu…”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status