Share

BERUSAHA KUAT

Keesokan harinya Mamah Tari sejak pagi buta sudah sangat sibuk di dapur menyipakan berbagai jenis hidangan bersama Bi Darmi.

Papah Harto turun ke bawah karena mendengar keributan di dapur. Ia melihat jam tanganya yang masih menujukan pukul setengah enam pagi.

“Masih jam segini sudah ribut-ribut di dapur Mah?” tanyanya penasaran.

“Eh… Papah udah bangun!!” sapa Mamah Tari pada suaminya.

“Hari ini kita akan kedatangan tamu spesial Pah,” tambah Mamah Tari yang menjawab pertanyaan suaminya.

“Tamu spesial??” Papah Harto masih belum paham.

“Evan dan Maya akan datang ikut sarapan di rumah kita Pah,” jawab istrinya sambil sibuk kesana kemari menyiapakan bahan masakan.

Dinda yang sedang berjalan di tangga menuju ke bawah menghentikan langkah kakinya, saat mendengar keluarga Fasha akan datang berkunjung.

Harapannya bahwa semua ini adalah mimpi buruk ternyata salah, yang sekarang ia hadapi adalah sebuah kenyataan. Matahari saja belum terbit atau mungkin mulai saat ini hari-harinya tak akan lagi secerah pagi yang selalu memberi semangat dan keceriaan baginya.

Mamah Tari sejak dulu memang tidak setuju dengan pernikahan Dinda dan Rangga, namun ia tidak pernah memperlihatkan ketidak sukaanya pada Dinda. Selama sepuluh tahun ini Dinda selalu diperlakukan baik-baik saja. Hal yang agak mencolok yang selalu Mamah Tari bahas hanya seputar tentang keinginannya memiliki seorang cucu, selebihnya tak ada sedikitpun perlakuan dan perkataan kasar yang ia lontarkan pada Dinda. Hingga Mamah Tari memaksa Dinda dan Rangga untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh dan akhirnya mengetahui kemandulan Dinda kemarin yang sudah benar-benar di vonis oleh dokter, membuat sikap Mamah Tari amat sangat berubah pada Dinda.

Dinda berbalik badan dan memutusakan untuk naik lagi ke kamarnya, namun tak di sangka sudah ada Rangga dibelakangnya.

“Mas…” panggil lirih Dinda.

Tanpa banyak bicara Rangga langsung memeluk istrinya.

“Ini pasti mimpi!” gumam Dinda dalam hatinya.

Lalu Rangga mengajak Dinda untuk turun ke bawah. Sambil menggandeng erat tangan istrinya Rangga mengajak Dinda keluar rumah menghirup udara segar untuk menenangkan hati dan pikiran mereka.

Belum sampai di pintu depan Mamah Tari sudah memanggil Rangga.

“Sayang, kamu sudah bangun...” panggil Mamah Tari pada putranya. Ia lalu menghampiri putranya.

“Hari ini keluarga Fasha akan datang berkunjung jadi kamu harus siap-siap, batalkan semua schedule kamu di kantor!” perintah Mamah Tari.

“Pagi ini aku ada rapat penting Mah,” ucap Rangga yang ingin sekali menghindar dari pertemuannya dengan keluarga Fasha.

“Jika itu dengan insvetor baru kamu batalkan saja!!” paksa Mamah Tari.

“Mamah atur pertemuan keluarga kita kali ini bukan hanya untuk kamu saja, tapi untuk kepentingan perusahaan juga karena orangtua Fasha sudah setuju untuk menjalin kembali kerja sama dengan perusahaan keluarga kita. Jadi kamu tidak usah khawatir!” terang Mamah Tari.

“Mah….” Rangga yang kesal dengan semua keputusan sepihak dari Mamah Tari.

Dinda perlahan melapaskan gengaman tangannya dari Rangga dan mengurungkan niatnya untuk mengirup udara pagi di luar.

Ia melangkah menuju dapur dan membantu Bi Darmi yang sedang memasak hidangan untuk keluarga Fasha.

“Nah gitu dong,” kata Mamah Tari yang berbalik dengan gaya menyilangkan tangannya.

“Adinda!!” panggil Rangga pada istrinya.

“Aku bantu Mamah dulu Mas, lagi pula ini kan tamu penting keluarga kita. Kasian Mamah kalau harus menyiapkannya sendiri,” ujar Dinda dengan pasrah.

Rangga menarik tangan istrinya dari dapur dan tanpa sengaja menyenggol wajan berisi air mendidih sehingga air tersebut tumpah mengenai tangan Dinda.

“Awww… PANAS!!” teriak Dinda.

“Ya ampun, sayang,” Rangga dengan sigap meraih tangan istrinya.

Papah Harto yang melihat langsung menyuruh Bi Darmi untuk mengambil haduk basah.

“Bi Darmi cepat ambil handuk basah!!” suruh Papah Harto pada asisten rumah tangganya.

“Maaf sayang, pasti panas kan??” Rangga terlihat begitu panik.

Ia lalu mengompres tangan Dinda dengan handuk basah agar lukanya tidak terlalu parah.

“Alahh… ini pasti cuma akal-akalan kamu buat gagalin acara Mamah pagi ini,” celetuk Mamah Tari.

“Orang kena musibah ko malah di sangka macem-macem sih Mah,” ujar Papah Harto.

“Cepet obati istrimu Rangga, bawa dia ke rumah sakit!” suruh Papah Harto.

Rangga lalu membawa Dinda ke rumah sakit untuk diobati.

“Ko malah, di suruh ke rumah sakit sih Pah? Kan mau ada tamu,” kesal Mamah Tari pada suaminya.

“Mereka ke dokter juga gak mungkin berjam-jam ko Mah!” ucap Papah Harto.

“Lagi pula selagi mereka ke dokter Mamah persiapkan saja acara sarapa kita dengan keluarga Evan!” suruh Papah Harto pada istrinya.

Sebenarnya Papah Harto menyuruh Rangga mengantar Dinda ke rumah sakit supaya Dinda punya waktu untuk menenangkan diri, karena jika ia terus berada di dalam rumah istrinya jelas tidak akan berhenti membanding-bandingkan Dinda dengan Fasha.

****

Di dalam mobil Rangga terus saja memperhatikan Dinda yang sama sekali tidak meringis kesakitan, mengeluh, dan menangis. Ia duduk dalam diamnya memegang tanganya yang merah karena siraman air panas pagi ini. Sorot matanya fokus melihat hiruk pikuk kota Jakarta di pagi hari. Wanita yang selalu berkata ikhlas, namun memendam rasa sakit yang tak bisa ia ungkapkan.

“Ikhlas yang seperti apa yang ingin kamu perlihatkan padaku Dinda?”

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
klu g kuat pisah tapi klu kuat bertahanlah dan cari kesibukan yg menghasilkan. keturunan itu penting. kamu harus punya penghasilan sendiri dan jgn berlagak kayak nyonya besar. bersiap2 aja sebelum dicampakkan.
goodnovel comment avatar
Ella Agustin
greget banget sumpah sama emaknyaaa
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status