Share

3. Pertemuan Tidak Terduga

Sakhala menuruni tangga sambil memasang kancing di lengan kemejanya. Aroma laut berpadu dengan kayu manis menguar jelas dari tubuhnya. Sakhala selalu terlihat tampan seperti biasa. Apa lagi dengan tatanan rambut yang dibuat naik ke atas.

"Selamat pagi, Bang Sakha."

"Selamat pagi juga, Ariana." Sakhala tersenyum lantas mengusap puncak kepala adik perempuannya dengan gemas sebelum duduk di meja makan.

"Abang, hari ini lembur lagi?" tanya Ruth—ibu Sakhala sambil menuang susu ke dalam gelas untuk Ariana karena beberapa hari ini Sakhala lebih sering menghabiskan waktu di kantor.

"Abang sengaja lembur bukan untuk menghindari mama, kan?"

"Uhuk!" Sakhala yang sedang minum sontak terbatuk-batuk karena terkejut mendengar pertanyaan Ruth.

Dia memang sengaja pulang larut malam karena Ruth selalu saja memaksanya untuk segera menikah. Dia tidak tahan mendengarnya. Lagi pula dia belum siap untuk menikah dan masih kepikiran dengan Dayana. Entah kenapa gadis itu enggan enyah dari pikirannya.

"Kalau minum pelan-pelan, Abang." Ariana mengusap punggung Sakhala dengan tangannya yang mungil. Gadis kecil berusia tujuh tahun itu terlihat sangat menggemaskan.

Sakhala pun menarik napas panjang agar merasa lebih tenang sebelum bicara. "Untuk apa abang menghindari, Mama? Abang pulang larut malam karena banyak kerjaan. Apa lagi papa meminta abang untuk mengurus perusahaan yang lama."

Ruth mengangkat kedua bahunya ke atas. "Yah, siapa tahu Abang sengaja menghindari mama karena bosan mama suruh untuk cepat menikah."

Sakhala kelabakan karena Ruth selalu tahu apa yang ada di pikirannya. Namun, dia berusaha agar tetap terlihat tenang. "Tidak, Ma. Abang memang banyak kerjaan di kantor."

"Jadi, Abang mau nikah kapan?"

Sakhala mendesah panjang karena Ruth mulai lagi memaksanya untuk segera menikah. Dia bosan sekali mendengarnya. Lebih baik dia segera berangkat karena hari ini hari pertamanya menggantikan sang ayah memimpin perusahaan yang lama.

"Ariana, abang mau berangkat sekarang. Kamu mau bareng abang atau diantar pak Surya?"

"Ariana mau bareng Abang." Ariana cepat-cepat menghabiskan susunya lantas berpamitan pada Ruth.

"Mama, Ariana berangkat sekolah dulu, ya."

"Hati-hati ya, Sayang. Belajar yang benar." Ruth mengecup kedua pipi putri bungsunya itu dengan penuh sayang.

Sakhala mengemudikan Audy hitamnya dengan kecepatan sedang. Dua puluh menit kemudian dia tiba di sekolah Ariana karena pagi ini jalanan agak macet.

"Belajar yang rajin ya, Na," ucap Sakhala sambil mengusap puncak kepala gadis kecil itu dengan gemas. Sakhala terlihat sangat menyayangi Ariana. Orang-orang bahkan banyak yang mengira kalau Ariana adalah anak kandungnya karena umur mereka terpaut dua puluh tahun. 

"Siap, Abang."

Sakhala pun melajukan mobilnya menuju ke kantor setelah memastikan kalau Ariana sudah masuk ke kelas.

***

Dayana menekan klakson mobilnya dengan kesal karena mobilnya sama sekali tidak bisa bergerak. Jakarta dan kemacetan seolah-olah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Jakarta selalu saja macet, apa lagi saat jam-jam sibuk seperti sekarang.

"Oh, ayolah ...." Dayana mengetuk-ngetuk setir mobilnya dengan cemas. Dia takut terlambat datang ke kantor karena hari ini ada pergantian pemimpin baru di perusahaannya. Sebagai seorang karyawan  dia harus bisa menunjukkan citra yang baik di depan pemimpin perusahaan yang baru.

Dayana segera menginjak gas mobilnya ketika berhasil menemukan celah untuk keluar dari kemacetan. Dia terpaksa memilih jalan lain agar bisa cepat tiba di kantor meskipun jaraknya lumayan jauh.

Empat puluh lima menit kemudian Dayana tiba kantor. Gadis itu cepat-cepat beranjak ke ruangannya yang berada di lantai sembilan setelah memarkirkan mobil di basemant.

"Astaga, Day! Jam berapa sekarang? Kenapa kamu baru datang?"

"Aku kejebak macet, Sa." Dayana buru-buru meletakkan tas kerjanya di atas meja dan memperbaiki penampilannya agar terlihat sedikit lebih rapi. "Apa pemimpin baru perusahaan kita sudah datang?"

"Mungkin sebentar lagi."

Dayana sontak mengembuskan napas lega. Untung saja dia tidak terlambat. "Bagaimana penampilanku?"

Salsa menatap Dayana dari atas sampai bawah. Sahabat sekaligus rekan kerjanya itu sekarang memakai blous putih yang dipadu dengan pencil skirt berwarna merah maroon. Dayana selalu terlihat cantik seperti biasa.

"Udah rapi, kok. Cuma lipstikmu agak—" Salsa tidak melanjutkan kalimatnya karena kepala devisi meminta mereka segera berkumpul untuk menyambut pemimpin perusahaan yang baru.

"Dengar-dengar katanya pak Sakhala memiliki wajah yang sangat tampan," bisik Salsa tepat di telinga Dayana.

"Jadi nama bos baru kita pak Sakhala?"

Salsa menghela napas panjang. "Pak Kevin kemarin kan, sudah bilang kalau nama bos baru kita itu Sakhala Ryu Jordan, Dayana? Jangan bilang kamu lupa?" decaknya terdengar kesal.

Dayana malah meringis, memamerkan dua buah gigi depannya yang tampak seperti kelinci. Dia memang tidak bisa mengingat nama orang dengan baik.

"Maaf, aku memang lupa. Kamu tahu sendiri kan, kalau aku—" Dayana sontak berhenti bicara karena Kevin menegurnya untuk diam.

"Kalian berdua diam! Bos baru kita sudah datang."

Dayana dan Salsa pun meletakkan kedua tangan mereka di depan agar terlihat sopan saat menyambut kedatangan pemimpin perusahaan yang baru.

Suasana mendadak hening, yang terdengar hanya suara hak sepatu yang beradu dengan lantai keramik. Aroma laut berpadu dengan kayu manis seketika menyeruak di indra penciuman Dayana ketika pemimpin perusahaan yang baru memasuki ruangan.

"Selamat datang, Pak Sakhala. Semoga Anda betah bekerja di kantor ini."

Sakhala menyambut uluran tangan Kevin dengan ramah lantas memandangi wajah orang yang menyambut kedatangannya satu per satu. Kedua mata lelaki itu sontak membulat ketika melihat seorang gadis berambut hitam yang berdiri lima langkah di depannya. Sakhala masih ingat dengan jelas siapa gadis itu. Dia, Dayana. Gadis yang pernah menghabiskan malam dengannya.

Dayana pun tidak kalah terkejut dengan Sakhala. Dia tidak pernah menyangka kalau lelaki yang terjebak cinta satu malam dengannya itu adalah pemimpin baru di perusahaan properti tempatnya bekerja. Kenapa dunia sempit sekali?

"Ka-kamu ...?!" Sakhala tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Jujur, dia merasa sangat terkejut melihat Dayana ada di kantornya.

***

Dayana tampak begitu serius memandangi layar komputer yang ada di hadapannya. Helaan napas panjang berulang kali lolos dari bibirnya karena pekerjaannya belum juga selesai. Dayana sebenarnya merasa sangat lelah dan ingin berhenti bekerja sejak lama. Namun, dia harus membiayai hidupnya sendiri sejak sang ayah mengusirnya dari rumah. Mau tidak mau, dia harus tetap bekerja demi mencukupi semua kebutuhannya.

Sebelum pulang Dayana mampir ke kafe langganannya karena dia ingin membeli kopi. Dia memilih duduk di bangku yang berada di dekat jedela agar bisa melihat pemandangan di luar. Suasana kafe yang sepi dan aroma kopi yang menenangkan membuat pikiran Dayana sedikit lebih tenang.

Seorang laki-laki tiba-tiba meletakkan segelas kopi di atas meja lantas duduk di kursi kosong yang berada tepat di hadapannya. 

Seringaian kecil yang muncul di bibir lelaki itu membuat Dayana teringat dengan kejadian buruk yang dialaminya berapa hari yang lalu. Meski samar, Dayana masih ingat siapa lelaki yang ada di hadapannya sekarang. 

"Kamu?!" pekik Dayana sambil menunjuk wajah lelaki itu. "Kenapa kamu bisa ada di sini? Apa kamu mengikutiku?"

"Sepertinya ada benang merah yang mengikat leher kita karena kita selalu bertemu di tempat yang tidak terduga, Dayana. Bagaimana kabarmu?" tanya Alex sambil mencolek dagu Dayana. 

Dayana menepis tangan Alex dari dagunya dengan kasar. "Jangan menyentuhku, Alex! Aku tidak sudi disentuh oleh lelaki berengsek sepertimu!" 

"Wow, calm down, Babe. Pelankan suaramu. Apa kamu ingin membuat semua orang yang ada di kafe ini melihat ke arah kita?"

Dayana beranjak dari tempat duduknya karena malas berurusan dengan Alex. Namun, lelaki itu malah mencekal pergelangan tangannya. Dayana pun berusaha melepaskan tangannya dari Alex. Akan tetapi lelaki itu malah mencengkeram pergelangan tangannya semakin erat hingga memerah. 

"Lepaskan aku!" 

"Aku sudah lama menyukaimu, Dayana. Kenapa kamu selalu bersikap kasar padaku? Aku akan memberikan apa pun yang kamu inginkan asalkan kau mau menjadi kekasihku."

"Aku tidak sudi menjadi kekasih dari lelaki brengsek sepertimu! Lepaskan aku, Alex!" Dayana terus berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman Alex..

Bukannya melepas, Alex malah menyeret Dayana menuju mobilnya yang terparkir di depan kafe. "Sebenarnya aku tidak suka bermain kasar. Tapi kamu sepertinya lebih senang kalau dipaksa, Dayana."

Alex memaksa Dayana agar masuk ke dalam mobilnya. Namun seseorang tiba-tiba menutup pintu mobilnya dengan kasar.

"Kau?!" Tubuh Alex seketika menegang.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mblee Duos
makin seru ceritanya, dayana, alex...... semangat terus nulisnya kak...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status