Keesokan harinya, Dayana pergi ke rumah Sakhala. Seperti yang sudah Dayana duga, Ruth tampak begitu senang ketika melihatnya datang. Wanita itu bahkan mengajaknya membuat cheesecake brownies, kue kesukaan Sakhala. Namun, Sakhala tidak bisa menemaninya karena dia ada urusan mendadak di kantor. "Maaf aku tidak bisa menemanimu. Aku akan langsung pulang kalau urusanku di kantor sudah selesai," ucapnya sambil mengecup kening Dayana. Sakhala sengaja melakukannya karena Ruth diam-diam mengawasi mereka dari ruang tengah. Dia harus berakting romantis agar Ruth percaya kalau dia sedang menjalin hubungan dengan Dayana. Tubuh Dayana sontak menengang, jantung pun berdetak dua kali lebih cepat dari pada biasanya karena Sakhala tiba-tiba mengecup keningnya. Sedetik kemudian Dayana mengubah raut wajahnya kembali tenang. "I-iya, hati-hati." Sakhala mengangguk lantas masuk ke dalam Audy hitamnya yang terpkir di depan rumah. "Aku akan langsung meneleponmu begitu tiba tiba di kantor," ucapnya sebelu
"Aku pulang!" teriak Sakhala begutu tiba di rumah. Dia segera pergi ke dapur untuk menemui Dayana. Namun, tidak ada satu orang pun di sana. Sakhala pikir Dayana masih membuat kue bersama mamanya, tapi mereka ternyata tidak ada di dapur. Sakhala pun mencari Dayana dan Ruth di ruang tengah, tapi ibu dan kekasih palsunya itu tidak ada di sana. "Di mana mereka?" gumam Sakhala sambil mengedarkan pandang ke sekitar. "Kak Day lucu sekali!" teriak Ariana sambil terkikik geli. Sakhala pun bergegas pergi ke halaman belakang setelah mendengar suara Ariana. Tanpa sadar dia tersenyum melihat apa yang sedang Dayana dan Ariana lakukan. Kedua perempuan berbeda usia itu terlihat sangat akrab padahal mereka baru saja bertemu. "Kenapa kamu tertawa, Ariana? Apa kakak terlihat lucu?" Dayana mengerucutkan bibir kesal karena Ariana sejak tadi terus menertawakannya. "Habis Kak Dayana mirip sekali sama badut!" Ariana malah tertawa semakin keras. Gadis kecil itu tampak begitu puas melihat hasil riasanny
"Apa yang Mama lakukan di sini?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Dayana karena dia merasa begitu terkejut melihat Ruth datang ke kantor. "Apa Mama ingin bertemu dengan Sakha—" Dayana cepat-cepat meralat ucapannya karena dia sekarang sedang berada di kantor. "Maaf, maksud saya pak Sakhala," ucap gadis itu malu-malu. "Tidak, mama ke sini ingin mengajakmu makan siang bersama. Apa kamu sedang sibuk, Day?" Dayana menggeleng pelan. "Tidak, Ma. Kebetulan sekali Dayana juga ingin makan siang. Ayo, Ma, kita makan di sini. Makanan di kantin ini enak-enak, loh." "Padahal mama ingin mengajakmu pergi ke restoran steak langganan mama. Tapi kalau kamu ingin makan di sini nggak papa, deh." Dayana tersenyum. "Baiklah kalau begitu. Mama mau makan apa? Biar Dayana yang pesan." "Samakan saja denganmu, Day. Mama nggak pilih-pilih makanan, kok." "Baiklah, Dayana akan memesan makanan sekarang. Tolong tunggu di meja nomor lima ya, Ma?" Dayana melihat-lihat makanan yang berada di dalam s
Semua orang yang ada di ruangan tersebut menundukkan kepala ketika pemimpin perusahaan memasuki ruangan. Sakhala terlihat sangat tegas dan berwibawa, tatapan kedua matanya pun sangat tajam membuat siapa pun pasti segan ketika melihatnya. "Apa Anda perlu sesuatu, Pak?" tanya Kevin, kepala devisi tempat Dayana bekerja. "Tidak ada, kalian bisa langsung pulang kalau pekerjaan kalian sudah selesai," jawabnya sambil menatap Dayana yang sedang sibuk merapikan mejanya. Gadis itu terlihat terburu-buru seolah-olah sedang menunggu sesuatu. "Astaga!" pekik Dayana sambil mengusap dada karena terkejut melihat Sakhala tiba-tiba muncul di belakangnya. "Anda membuat saya terkejut, Pak." Sakhala tanpa sadar tersenyum melihat ekspresi Dayana saat terkejut. Lucu, pikirnya. Sedetik kemudian dia mengubah raut wajahnya kembali tenang seperti biasa karena banyak karyawan yang melihatnya. "Bapak ada perlu apa? Apa desain meja belajar yang saya buat kemarin masih ada yang kurang?" "Tidak, aku puas sekal
Dayana pun menoleh. Kedua matanya sontak membulat melihat anak perempuan yang berlari kecil menghampirinya. "Ariana?!" Ariana memeluk kedua kaki Dayana dengan erat. "Halo, Kak Day." "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Dayana heran. Dia benar-benar tidak menyangka bisa bertemu dengan adik Sakhala di mall. "Ariana lagi jalan-jalan sama mama. Apa Kak Day juga sedang jalan-jalan?" "Em, tidak." Dayana menggeleng pelan. "Kak Dayana sedang ada pekerjaan di sini," jawabnya terdengar gugup. Dayana terpaksa berbohong agar Ariana tidak mengatakan hal aneh pada Sakhala karena dia sedang pergi bersama Chris. Ariana menatap Chris yang berdiri tepat di samping Dayana dengan lekat karena wajah lelaki itu terlihat asing di matanya. "Om siapa? Apa Om teman Kak Dayana?" "Apa, om?" Chris terenyak mendengar pertanyaan Ariana barusan. Apa wajahnya terlihat seperti om-om? Dayana tidak bisa menahan tawa karena Ariana menganggap Chris om-om. "Bukan Ariana, dia Kak Chris. Teman kak Dayana. Ariana
"Akhirnya pekerjaanku selesai juga." Dayana merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku lantas melihat jam yang ada di layar ponselnya. Pantas saja perutnya terasa lapar karena sekarang ternyata sudah waktunya makan siang. Dayana pun mematikan layar komputernya lantas beranjak dari tempat duduknya karena dia ingin makan siang di kantin. Dia terpaksa makan siang sendiri lagi karena Salsa tadi izin untuk istirahat lebih awal. Dayana berjalan menuju vending machine yang berada di pojok kanan kantin karena ingin membeli minuman bersoda. Tubuh gadis itu berjingkat karena kaget mendengar suara deham seorang pria. "Ehem!" "Bapak?!" pekiknya karena melihat Sakhala bersandar pada mesin minuman berwarna biru tosca itu. Sakhala melipat kedua tangannya di depan dada. Sepasang mata abu-abu miliknya menatap Dayana dengan lekat. "Bagaimana kencanmu semalam? Apa menyenangkan?" Kening Dayana berkerut dalam. "Maksud, Bapak?" tanya gadis itu tidak mengerti. "Jangan berlagak bodoh, Dayana. Kemari
Tidak ada yang membuka suara selama di mobil. Dayana memilih memperhatikan jalanan lewat kaca mobil yang ada di sampingnya sambil memikirkan Sakhala memberi tahu Chris kalau dia adalah calon istrinya dengan mudah. Apa lelaki itu sudah kehilangan akal? Bagaimana kalau Chris memberi tahu orang lain? Dia pasti akan menjadi bahan gunjingan karyawan lain di kantor. "Kenapa kamu cemberut seperti itu, Dayana?" tanya Sakhala heran karena melihat Dayana berulang kali menghela napas. "Apa kamu sedang memikirkan masalah tadi?" Sakhala kembali bertanya padahal Dayana belum sempat menjawab. Dayana memilih diam karena dia yakin sekali kalau Sakhala pasti sudah tahu jawabannya. "Kamu kan, memang calon istriku dan tidak lama lagi kita akan segera menikah. Apa aku salah kalau memberi tahu, Chris?" tanya Sakhala tanpa merasa bersalah sedikit pun. "Kita memang akan menikah sebentar lagi, Sakha. Tapi kamu seharusnya tidak memberi tahu Chris tentang hubungan kita." Dayana kembali menghela napas panja
"Dayana?!" ucap Dona saat melihat anak kandungnya datang. Raut wanita paruh baya itu seketika berubah masam. Dia tidak suka melihat Dayana. "Ada perlu apa kau datang ke sini?" "Sudah lama kita tidak bertemu, Ma. Bagaimana kabar, Mama?" Napas Dayana tercekat. Suaranya seolah-olah tertahan di tenggorokan. Rasanya Dayana ingin sekali memeluk Dona yang berdiri tepat di depannya sekarang untuk menebus rindu karena dia sudah lama sekali tidak bertemu dengan wanita yang sudah melahirkannya itu. Namun, Dayana terlalu takut untuk melakukannya karena Dona masih kecewa dan tidak menyukai kedatangannya. "Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja. Ada perlu apa kamu datang ke sini? Aku tidak punya banyak waktu untuk meladenimu," ucap Dona tanpa perasaan sambil menatap lelaki yang berdiri tepat di sebelah Dayana dari ujung kaki sampai ujung kepala. Wajah lelaki yang memakai kemeja biru muda itu terlihat asing di matanya. "Ada hal penting yang Dayana katakan sama, Ma. Sepertinya tidak enak kal