Setelah berdebat cukup panjang melalui telepon, mau tidak mau Dayana akhirnya menyetujui permintaan Sakhala untuk menenui Ruth besok. Dia malah bangun kesiangan karena lupa memasang alarm. Untung saja dia masih memiliki cukup waktu untuk bersiap-siap karena janji untuk bertemu dengan ibu Sakhala jam sepuluh pagi nanti. "Aku harus memakai baju yang mana, ya?" tanya Dayana pada diri sendiri. "Ini terlalu terbuka, kalau yang ini warnanya terlalu mencolok. Argh! Aku bingung sekali mau pakai yang mana!” Dayana menggeram kesal sambil mencocokkan dres satu persatu ke tubuh mungilnya. Setelah mengeluarkan hampir seluruh pakaian di lemarinya, Dayana akhirnya menemukan satu dres yang cocok untuknya. Sebuah midi dress berbahan satin berwarna cream yang terlihat cocok dengan kulit putihnya. "Kalau dilihat-lihat, dress ini lumayan manis. Warnanya juga tidak terlalu mencolok dan yang terpenting modelnya tidak terlalu terbuka." Dayana berputar beberapa kali di depan cermin. "Baiklah, aku akan
Sakhala diam-diam memerhatikan Ruth dan Dayana. Tanpa sadar dia tersenyum karena sang ibu terlihat begitu bahagia ketika bersama Dayana. Ruth terus berbicara tentang bunga yang dia tanam di halaman belakang. Sedangkan Dayana hanya mendengarkan dan sesekali menjawab pertanyaan yang Ruth lontarkan. "Apa kamu suka bunga, Dayana?" Dayana mengangguk. Dia dulu sering menanam bunga dengan sang ibu di rumah. Namun, dia tidak pernah lagi melakukannya semenjak diusir dari rumah. Kedua mata Dayana tampak berbinar melihat bunga matahari yang berada di hadapannya karena sang ibu sangat menyukai bunga tersebut. "Bunga matahari ini sangat cantik, sama sepertimu," ucap Ruth sambil mengusap rambut Dayana dengan penuh sayang. Dayana sontak menunduk untuk menyembuyikan semburat merah yang menghiasi kedua pipinya. "Terima kasih, Ma," ucapnya malu-malu. Ruth mengangguk lantas memanggil Sakhala yang sedang asyik bermain ponsel di ruang tengah. Sakhala pun meletakkan ponselnya di atas meja lantas men
Sakhala mengistirahatkan badannya di ranjang king size yang bernuansa vintage. Ada beberapa foto ketika dia masih kecil yang terpajang di dinding kamar. Di antaranya foto saat dia duduk di bangku Sekolah Dasar memegang piala juara satu lomba cerdas cermat tingkat provinsi. Sejak kecil, Sakhala memang dididik dengan baik oleh kedua orang tuanya. Sakhala tidak hanya pintar di bidang akademis, dia juga tumbuh menjadi anak yang baik, sopan, dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Helaan napas panjang kembali lolos dari bibir Sakhala. Berpura-pura menjadi sepasang kekasih bersama Dayana di depan Ruth ternyata cukup melahkan. Sakhala tidak biasa melakukannya. Dia merasa sangat bersalah sudah membohongi Ruth. "Apa aku batalkan saja sandiwara ini? Tapi kalau aku batalkan mama pasti kecewa. Apa yang harus aku lakukan? Argh!" Sakhala menarik rambutnya kuat-kuat. Dia benar-benar bingung sekarang. Tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk dari luar lalu terdengar suara Ariana."Abang .…" "Ada apa
Keesokan harinya, Dayana pergi ke rumah Sakhala. Seperti yang sudah Dayana duga, Ruth tampak begitu senang ketika melihatnya datang. Wanita itu bahkan mengajaknya membuat cheesecake brownies, kue kesukaan Sakhala. Namun, Sakhala tidak bisa menemaninya karena dia ada urusan mendadak di kantor. "Maaf aku tidak bisa menemanimu. Aku akan langsung pulang kalau urusanku di kantor sudah selesai," ucapnya sambil mengecup kening Dayana. Sakhala sengaja melakukannya karena Ruth diam-diam mengawasi mereka dari ruang tengah. Dia harus berakting romantis agar Ruth percaya kalau dia sedang menjalin hubungan dengan Dayana. Tubuh Dayana sontak menengang, jantung pun berdetak dua kali lebih cepat dari pada biasanya karena Sakhala tiba-tiba mengecup keningnya. Sedetik kemudian Dayana mengubah raut wajahnya kembali tenang. "I-iya, hati-hati." Sakhala mengangguk lantas masuk ke dalam Audy hitamnya yang terpkir di depan rumah. "Aku akan langsung meneleponmu begitu tiba tiba di kantor," ucapnya sebelu
"Aku pulang!" teriak Sakhala begutu tiba di rumah. Dia segera pergi ke dapur untuk menemui Dayana. Namun, tidak ada satu orang pun di sana. Sakhala pikir Dayana masih membuat kue bersama mamanya, tapi mereka ternyata tidak ada di dapur. Sakhala pun mencari Dayana dan Ruth di ruang tengah, tapi ibu dan kekasih palsunya itu tidak ada di sana. "Di mana mereka?" gumam Sakhala sambil mengedarkan pandang ke sekitar. "Kak Day lucu sekali!" teriak Ariana sambil terkikik geli. Sakhala pun bergegas pergi ke halaman belakang setelah mendengar suara Ariana. Tanpa sadar dia tersenyum melihat apa yang sedang Dayana dan Ariana lakukan. Kedua perempuan berbeda usia itu terlihat sangat akrab padahal mereka baru saja bertemu. "Kenapa kamu tertawa, Ariana? Apa kakak terlihat lucu?" Dayana mengerucutkan bibir kesal karena Ariana sejak tadi terus menertawakannya. "Habis Kak Dayana mirip sekali sama badut!" Ariana malah tertawa semakin keras. Gadis kecil itu tampak begitu puas melihat hasil riasanny
"Apa yang Mama lakukan di sini?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir Dayana karena dia merasa begitu terkejut melihat Ruth datang ke kantor. "Apa Mama ingin bertemu dengan Sakha—" Dayana cepat-cepat meralat ucapannya karena dia sekarang sedang berada di kantor. "Maaf, maksud saya pak Sakhala," ucap gadis itu malu-malu. "Tidak, mama ke sini ingin mengajakmu makan siang bersama. Apa kamu sedang sibuk, Day?" Dayana menggeleng pelan. "Tidak, Ma. Kebetulan sekali Dayana juga ingin makan siang. Ayo, Ma, kita makan di sini. Makanan di kantin ini enak-enak, loh." "Padahal mama ingin mengajakmu pergi ke restoran steak langganan mama. Tapi kalau kamu ingin makan di sini nggak papa, deh." Dayana tersenyum. "Baiklah kalau begitu. Mama mau makan apa? Biar Dayana yang pesan." "Samakan saja denganmu, Day. Mama nggak pilih-pilih makanan, kok." "Baiklah, Dayana akan memesan makanan sekarang. Tolong tunggu di meja nomor lima ya, Ma?" Dayana melihat-lihat makanan yang berada di dalam s
Semua orang yang ada di ruangan tersebut menundukkan kepala ketika pemimpin perusahaan memasuki ruangan. Sakhala terlihat sangat tegas dan berwibawa, tatapan kedua matanya pun sangat tajam membuat siapa pun pasti segan ketika melihatnya. "Apa Anda perlu sesuatu, Pak?" tanya Kevin, kepala devisi tempat Dayana bekerja. "Tidak ada, kalian bisa langsung pulang kalau pekerjaan kalian sudah selesai," jawabnya sambil menatap Dayana yang sedang sibuk merapikan mejanya. Gadis itu terlihat terburu-buru seolah-olah sedang menunggu sesuatu. "Astaga!" pekik Dayana sambil mengusap dada karena terkejut melihat Sakhala tiba-tiba muncul di belakangnya. "Anda membuat saya terkejut, Pak." Sakhala tanpa sadar tersenyum melihat ekspresi Dayana saat terkejut. Lucu, pikirnya. Sedetik kemudian dia mengubah raut wajahnya kembali tenang seperti biasa karena banyak karyawan yang melihatnya. "Bapak ada perlu apa? Apa desain meja belajar yang saya buat kemarin masih ada yang kurang?" "Tidak, aku puas sekal
Dayana pun menoleh. Kedua matanya sontak membulat melihat anak perempuan yang berlari kecil menghampirinya. "Ariana?!" Ariana memeluk kedua kaki Dayana dengan erat. "Halo, Kak Day." "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Dayana heran. Dia benar-benar tidak menyangka bisa bertemu dengan adik Sakhala di mall. "Ariana lagi jalan-jalan sama mama. Apa Kak Day juga sedang jalan-jalan?" "Em, tidak." Dayana menggeleng pelan. "Kak Dayana sedang ada pekerjaan di sini," jawabnya terdengar gugup. Dayana terpaksa berbohong agar Ariana tidak mengatakan hal aneh pada Sakhala karena dia sedang pergi bersama Chris. Ariana menatap Chris yang berdiri tepat di samping Dayana dengan lekat karena wajah lelaki itu terlihat asing di matanya. "Om siapa? Apa Om teman Kak Dayana?" "Apa, om?" Chris terenyak mendengar pertanyaan Ariana barusan. Apa wajahnya terlihat seperti om-om? Dayana tidak bisa menahan tawa karena Ariana menganggap Chris om-om. "Bukan Ariana, dia Kak Chris. Teman kak Dayana. Ariana