Share

5. Tawaran Gila

"A-apa? Menikah?" tanya Sakhala untuk memastikan.

Dayana kembali memesan segelas wine sebelum menjawab pertanyaan Sakhala. "Iya, kamu butuh seorang istri, kan? Nikahi saja aku dari pada kamu terus-terusan mengikuti kencan buta yang diatur oleh mamamu. Bagaimana? Apa kamu mau?"

Sakhala terenyak karena Dayana benar-benar serius ingin mengajaknya menikah. Apa gadis itu sudah kehilangan akal?

"Jangan bercanda, Dayana. Pernikahan itu bukan main-main. Apa kamu ingin mempermainkan pernikahan?"

"Siapa yang bercanda, Sakha? Aku cuma ingin membantumu agar tidak mengikuti kencan buta konyol yang diatur oleh mamamu. Lagi pula aku juga diuntungkan kalau kita benar-benar menikah. Kapan lagi aku bisa punya suami yang tajir melintir seperti kamu?" jelas Dayana tanpa beban.

Sakhala diam sejenak, sepertinya bukan ide yang buruk kalau dia menikah dengan Dayana karena dia tidak perlu lagi mengikuti kencan buta yang diatur oleh ibunya.

"Baiklah, aku terima tawaranmu. Seminggu lagi kita menikah. Bagaimana?"

Mulut Dayana sontak menganga lebar. Dia tidak pernah menyangka kalau Sakhala menanggapi serius ucapannya. "Hei, tunggu! Aku tidak serius ingin mengajakmu menikah, Sakha. Aku tadi cuma ingin menggodamu. Tolong jangan marah dan menganggap serius ucapanku."

Sakhala menatap Dayana dengan alis terangkat sebelah. Padahal beberapa menit yang lalu gadis itu begitu ngotot meyakinkannya agar mau menikahinya. Namun, Dayana ternyata cuma ingin menggodanya.

Menyebalkan!

"Aku sudah mengambil keputusan. Aku akan tetap menikahimu, Dayana. Dan aku tidak menerima penolakan!” ucap Sakhala terdengar penuh penekanan.

Dayana tanpa sadar menelan ludah. "Bagaimana mungkin kamu menikahi wanita yang baru saja kamu kenal, Sakha? Apa kamu sudah kehilangan akal? Aku tidak mau menikah denganmu."

"Apa salahnya kalau kita menikah? Bukankah kamu yang mengajakku menikah lebih dulu?"

"Aku kan, sudah bilang kalau aku tidak serius, Sakha," desah Dayana menahan kesal.

"Tapi aku sudah telanjur menganggap serius ucapanmu, Dayana," balas Sakhala sambil menatap Dayana dalam-dalam. Tidak ada keraguan yang terpancar dari kedua sorot matanya. Sakhala benar-benar serius ingin menikahi Dayana.

Dayana kehilangan kata-kata melihat kesungguhan yang terpancar dari sepasang mata abu-abu milik Sakhla. Dalam hati dia terus merutuki diri sendiri karena suka berbicara sembarangan.

Sakhala meraih ponsel Dayana yang tergelatak di atas meja dan menekan beberapa angka.

"Hei, apa yang kamu lakukan dengan ponselku?" Dayana berusaha merebut ponselnya dari tangan Sakhala. Namun, Sakhala malah menjauhkan benda itu darinya.

Tidak lama kemudian ponsel Dayana berdering karena ada sebuah panggilan masuk.

"Aku sudah menyimpan nomorku di ponselmu."

Kedua mata Dayana sontak membulat. Cepat-cepat gadis itu memeriksa layar ponselnya, dan benar saja Sakhala telah menyimpan nomornya di ponselnya.

Dayana berdecak lantas mendudukkan diri dengan kesal. Amarah tergambar jelas di wajahnya karena Sakhala suka sekali berbuat seenaknya.

"Sekarang sudah larut malam. Apa kamu tidak ingin pulang, Dayana?"

Dayana pun melihat jam yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ternyata sekarang sudah hampir jam sebelas malam. Pantas saja dia sudah merasa agak mengantuk dan sedikit lelah karena dia hari ini melakukan banyak aktivitas yang lumayan menguras tenaganya. Dia beranjak begitu saja meninggalkan Sakhala setelah membayar minumannya.

"Dayana, tunggu! Aku akan mengantarmu pulang."

"Aku bisa pulang sendiri. Kamu tidak perlu mengantarku, Sakha."

"Tidak baik seorang perempuan pulang sendirian saat larut malam seperti ini, Dayana. Bagaimana kalau Alex tiba-tiba datang dan mengganggumu lagi?"

Dayana tanpa sadar bergidik mendengar ucapan Sakhala barusan. Sumpah demi apa pun Dayana tidak ingin bertemu dan berurusan dengan Alex lagi.

"Baiklah kalau bagitu, aku terima tawaranmu."

Sakhala tanpa sadar tersenyum karena Dayana menerima tawarannya.

***

Tidak ada yang membuka suara sejak tiga puluh menit yang lalu. Sakhala tampak begitu serius mengendarai Audy hitamnya, sementara Dayana asyik memperhatikan jalanan lewat kaca mobil di sampingnya. Sepuluh menit kemudian mereka tiba di apartemen Dayana.

"Terima kasih sudah mengantarku pulang," ucap Dayana sebelum turun dari mobil Sakhala.

Sakhala mengangguk. "Apa kamu tidak memintaku untuk mampir?"

Kedua mata Dayana sontak membulat, Sakhala terkekeh geli melihatnya. Entah kenapa Dayana terlihat sangat menggemaskan di matanya sekarang.

"Aku cuma bercanda. Aku pulang dulu ya, Day. Selamat malam."

"Hati-hati di jalan, Sakha." Dayana melambaikan tangan ke arah Sakhala. Gadis itu baru beranjak setelah memastikan kalau mobil Sakhala sudah tidak terlihat lagi oleh penglihatannya.

Sakhala tersenyum, ada perasaan hangat yang menjalari hatinya melihat apa yang Dayana lakukan lewat sepion mobilnya.

Setengah jam kemudian Sakhala tiba di rumah. Dia berjalan dengan hati-hati menuju kamarnya yang berada di lantai atas karena takut membangunkan Ruth dan Ariana.

"Abang baru pulang?"

Sakhala terlonjak kaget karena mendengar suara Ruth dari belakang. Dia sontak berhenti melangkah lantas berbalik menatap wanita itu.

"Iya, kenapa Mama belum tidur?"

Bukannya menjawab, Ruth malah menutup hidungnya dengan tangan karena mencium aroma alkohol yang menguar dari tubuh Sakhala. "Abang minum lagi?"

Sakhala menggaruk tengkuknya yang tidak gatal lantas mengangguk pelan. Sang ibu pasti akan marah karena dia pergi ke kelab malam lagi.

Ruth menghela napas panjang. Rasanya dia ingin sekali memarahi Sakhala karena pergi ke kelab malam. Namun, sekarang bukan waktu yang tepat karena ada hal penting yang harus dia bicarakan dengan Sakhala.

"Bagaimana kencan buta Abang dengan Laudya?"

"Nggak gimana-mana, Ma," jawab Sakhala sekenanya karena dia tidak tertarik dengan Laudya.

"Apa Abang menyukainya?" Ruth menatap Sakhala dengan penuh harap. Semoga saja Sakhala menyukai gadis pilihannya kali ini.

"Abang nggak suka, Ma."

"Apa?" Ruth benar-benar terkejut mendengar jawaban Sakhala. "Laudya gadis yang baik dan pintar, Bang. Kenapa Abang tidak menyukainya?"

"Abang merasa tidak cocok sama dia, Ma."

Ruth terlihat sangat kecewa karena gagal memiliki menantu seorang dokter seperti Laudya. Namun, dia tidak ingin memaksa keinginannya pada Sakhala.

"Baiklah, mama akan meminta Abang untuk mengikuti kencan buta lagi dengan gadis yang sudah mama siapkan."

Sakhala menghela napas panjang lantas memijit kepalanya yang tiba-tiba terasa penat karena Ruth tidak menyerah menyuruhnya untuk mengikuti kencan buta. Namun, dia tiba-tiba saja teringat dengan Dayana.

"Mama tidak perlu meminta abang untuk mengikuti kencan buta karena abang sudah memiliki teman spesial."

"Benarkah?" tanya Ruth untuk memastikan.

"Iya, Ma. Abang pasti akan mengenalkan kekasih abang pada Mama."

Wajah Ruth tampak berbinar. "Baiklah, bawa kekasihmu untuk bertemu dengan mama besok."

Sakhala terkejut mendengar ucapan Ruth. "Apa? Besok?"

Ruth mengangguk.

"Kenapa harus besok, Ma?"

"Karena besok hari libur Abang. Lagi pula mama sudah tidak sabar ingin bertemu dengan calon menantu mama."

"Tapi—" Padahal Sakhala belum selesai bicara, tapi Ruth malah memotong ucapannya.

"Ssst! Tidak ada tapi-tapian. Lebih baik Abang sekarang ganti baju, cuci muka, lalu tidur. Selamat malam, Bang."

"Selamat malam, Ma." Sakhala menghela napas panjang. Entah kenapa dia merasa kehidupannya tidak akan berjalan dengan tenang.

Bagaimana caranya dia memberi tahu hal ini pada Dayana? Apa gadis itu mau datang ke rumahnya untuk menemui sang ibu?

Sakhala merogoh ponselnya yang berada di dalam saku celana karena ingin menelpon Dayana. Namun, dia tidak jadi melakukannya karena takut mengganggu Dayana. Lagi pula sekarang sudah hampir tengah malam.

Sakhala akhirnya memutuskan memberi tahu Dayana lewat pesan kalau sang ibu ingin bertemu dengannya.

Dayana yang belum tidur begitu terkejut setelah membaca pesan dari Sakhala. Dia langsung melepon lelaki itu untuk memastikan.

"Apa kamu sudah kehilangan akal, Sakha? Bagaimana mungkin kamu memintaku untuk bertemu dengan mamamu?"

Sakhala sontak menjauhkan ponselnya dari telinga karena suara Dayana terdengar cukup keras.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status