Share

Jika Warna Tidak Pernah Ada
Jika Warna Tidak Pernah Ada
Penulis: Erlita Scorpio

PROLOG

“Kamu bisa gambar kupu-kupu sebagus itu?”

Suara itu membuat Lio langsung menoleh. Ia memang memilih untuk duduk sendirian di taman yang tidak begitu jauh dari rumahnya. Tapi mamanya yang memaksa menemani Lio pun hanya diminta olehnya untuk duduk di kursi yang tidak begitu jauh dari tempat Lio sekarang.

Lio dapat melihat di sebelah mamanya ada seorang wanita paruh baya yang usianya terlihat sama. Mereka seperti sedang sangat asyik mengobrol bersama.

Maka ketika suara lembut yang tiba-tiba saja terdengar membuat Lio cukup terkejut. Ia mendapati seorang gadis kecil seusianya, dengan rambut panjang sepinggang, tersenyum memperhatikan lukisan Lio.

“Mau apa kamu di sini?” tanya Lio cepat.

Gadis kecil itu kini menatap Lio. “Lihat lukisan kamu yang bagus.”

Lio tercekat mendengarnya, yang mengatakan kalau lukisannya bagus pasti selalu mamanya. Belum ada orang asing yang memuji hasil lukisannya ini. Lio memang sedang melukis kupu-kupu yang baru saja ia lihat sedang terbang dengan indah dekat bunga-bunga di taman.

“Aku gak bisa lukis.” Gadis yang tidak Lio tahu namanya itu tertawa. “Mama selalu marah sama aku. Mama minta aku supaya bisa melukis. Tapi ... aku lebih suka main boneka.”

Lio tidak henti menatap gadis di dekatnya ini. Mendengar setiap kata yang sedang dia ucapkan kepada Lio.

“Namaku Vonny.” Gadis kecil itu memberikan tangan untuk dibalas oleh Lio. “Kamu mau ajarin aku melukis gak? Aku suka banget lukisan kamu. Kamu hebat.”

Lio ragu untuk menerima tangan itu. Ia hanya bisa memperhatikan tangan itu beberapa saat.

Vonny terlihat kebingungan. “Kamu gak mau jadi temanku ya?”

Masih belum ada respons dari Lio. Ia sendiri bingung harus mengatakan apa karena ini pertama kalinya seseorang begitu berani memperkenalkan dirinya lebih dulu. Membuat Lio dengan cepat menggeleng.

“Aku belum pernah punya teman perempuan.”

“Kalau gitu aku jadi yang pertama,” balas Vonny lagi dengan senyuman cerah. “Aku bisa jadi teman yang baik buat kamu.”

Lio memperhatikan detail setiap ekspresi bahagia Vonny. Tangannya yang kotor karena cat kini bergerak, perlahan ke tangan Vonny, dan menjabat tangan cewek itu dengan kuat.

“Lio.”

“Hai, Lio!” sapa Vonny disertai dengan tawa. “Mau gak ajarin aku gambar kupu-kupu? Kalau aku berhasil, aku mau tunjukin ke mamaku, pasti dia senang deh.”

Tangan Lio yang sedang memegang kuas pun seketika bergerak, tapi ini juga pertama kalinya bagi Lio meminjamkan kuas lukisnya kepada orang lain. Teman dekat laki-laki yang Lio kenal tidak suka melukis makanya walaupun memiliki teman, ia tetap sendirian pada akhirnya karena terlalu larut dalam lukisan.

Namun sekarang gadis seusianya itu secara langsung meminta Lio untuk mengajarinya melukis. Angin meniup rambut panjang dan indah milik Vonny seraya senyuman manis gadis itu merekah.

Seharusnya Lio tidak memberikan kuas ini.

Seharusnya Lio tidak pernah mengizinkan Vonny untuk berbicara dengannya.

Tetapi pada akhirnya, seperti ini mereka dipertemukan untuk pertama kali.

Sampai Lio tidak bisa menolak Vonny lagi dari hidupnya.

“Boleh kan kalau aku belajar lukis dari kamu, Lio?”

Lio mengangguk. “Boleh, Vonny.”

* * *

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status