Share

Cincin Kawin

“Bee!!”

Suara bariton seorang pria yang begitu familiar ditelinganya membuat Bee menghentikan langkah.

Aldo, lelaki itu melambaikan tangan dengan ekspresi datar seperti biasa bahkan nyaris garang karena tidak pernah ada senyum di bibirnya.

Bee memutar tubuh, melangkah santai tidak terburu-buru menghampiri Aldo.

Pria itu datang ke kampusnya seperti ini pasti ada yang perlu disampaikan mengingat pernikahannya dengan Akbi hanya tinggal hitungan jam.

“Ada apa Kak Aldo kesini?” Bee bertanya setelah sampai tepat di depan Aldo.

“Lelet! Ayo masuk ke dalam mobil!” gerutu Aldo mencela namun tangannya menarik handle pintu mobil hingga pintu itu terbuka untuk Bee.

“Mau kemana?” Bee bertanya kembali tanpa menyerah meskipun Aldo jarang menjawabnya.

“Beli cincin kawin,” balas Aldo lalu menutup pintu mobil setelah Bee berada di dalam.

Pria itu memutar setengah bagian mobil kemudian duduk di kursi penumpang di samping driver.

Bee tidak bersuara selama perjalanan, ia termenung menatap jendela di sampingnya.

Hingga Aldo harus melirik ke belakang untuk memastikan bila Bee masih berada di belakang menaiki mobil bersamanya.

Sorot mata kosong itu lagi yang Aldo dapatkan, kali ini bukan hanya kesakitan dan kepedihan akan kehilangan yang ada di sana tapi nampak seberkas rasa takut yang tengah menguasai hati Bee.

Jujur, Aldo merasa iba tapi apa yang bisa di perbuatnya?

Ia hanya orang kepercayaan Beni yang dipercayakan menyampaikan dan mengakomodir semua keinginan pria tua itu.

Mobil mewah milik Beni memasuki pelataran parkir kemudian berhenti tepat di depan lobby.

Aldo turun terlebih dahulu kemudian membukakan pintu untuk Bee.

“Kak Aldo,” panggil Bee setelah mereka berdua berjalan beriringan memasuki mall di tengah kota Jakarta.

“Kenapa?” jawab Aldo sambil melirik Bee yang lebih pendek darinya.

“Aku berasa Tuan Putri,” celetuknya membuat Aldo mengerutkan kening.

“Setiap mau masuk dan keluar mobil, dibukain pintu ...,” sambung Bee lalu tersenyum tapi mata lentik itu tidak bisa membohongi Aldo.

“Memang pacar kamu dulu enggak pernah kaya gitu?” Aldo bertanya sebagai tanggapan.

Bee menipiskan bibir hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban, mengingat Erick membuatnya muak karena perbuatan lelaki brengsek itu.

Di dalam butik berlian yang berada di dalam sebuah mall, Akbi sudah menunggu dengan gelisah karena malam ini ia berjanji akan menemui Anggit di salah satu club mewah.

“Lama banget sih!” Akbi berseru kesal ketika baru saja melihat Bee memasuki butik.

“Heu?” Bee mengerjapkan mata dengan ekspresi melongo yang bagi sebagian pria nampak menggemaskan.

Tapi tidak bagi Akbi yang memang tidak menyukai Bee.

Bagi Akbi, kehadiran Bee adalah sebuah masalah yang belum menemukan solusi.

“Tadi macet, Bi! Kamu tau ‘kan gimana jam pulang kerja di Jakarta?” itu Aldo yang menjawab membela Bee.

Akbi mengembuskan nafas kasar sambil membuang tatapannya ketika melihat wajah Bee.

Wajah cantik natural tanpa polesan make up itu selalu tampak sedang bersedih membuatnya iba sementara hatinya kesal karena Bee, dirinya harus menyakiti perasaan sang kekasih.

“Cepet pilih!” Akbi berseru memerintah sambil menahan suaranya karena beberapa pelayan sudah memperhatikan mereka dengan tatapan aneh.

Begitu pula Aldo yang nampak curiga dengan sikap Akbi yang kasar.

Bee berjalan pelan mendekati etalase, tidak ingin mendebat meskipun hatinya juga kesal karena keketusan pria tampan yang sialnya adalah calon suami yang tidak mencintainya.

Bee tau, mungkin bagi Akbi pernikahan ini adalah suatu keterpaksaan tapi apakah lelaki itu tidak bisa bersikap baik hanya satu tahun saja agar rumah tangga mereka tidak seperti neraka?

Bee sadar diri bila posisinya nanti hanya istri di atas kertas dan pernikahannya adalah sebuah perjanjian agar tidak mengecewakan hati orang tua.

Ia tidak akan menuntut apapun hanya saja ia ingin hubungannya dengan Akbi baik-baik saja, tidak saling membenci juga.

“Yang ini boleh coba, Mas?” Bee bertanya lembut kepada seorang pria di balik etalase.

Pria yang mengenakan pakaian formal dengan sarung tangan putih itu mengeluarkan cincin yang ditunjuk Bee.

Menyematkannya ke jari manis Bee kemudian gadis itu mengangkat tangannya ke atas memindai cincin bermata berlian sedang dengan tatapan sendu.

“Bagus enggak, Kak?” celetuk Bee tiba-tiba saja bertanya.

Aldo yang sedang sibuk dengan ponselnya mendongak kemudian mengangkat kedua alis sementara Akbi mengerutkan kening.

Gadis yang akan menjadi istrinya ini sedari tadi sama sekali tidak mengeluarkan suara tapi ketika diminta memilih cincin kawin, yang ditanya pendapat adalah pria lain.

Bee menoleh kemudian tersenyum simpul kepada Aldo, seolah yang akan akan menikahinya adalah Aldo.

Sengaja berbuat demikian agar Akbi merasa diabaikan.

Aldo mendekat kemudian meraih jemari Bee yang kurus, ia pandangi beberapa saat membuat Akbi merotasi bola matanya karena jengah bukan cemburu, setidaknya itu yang lelaki itu pikirkan, entah dengan hatinya.

“Coba yang itu,” Aldo menunjuk salah satu cincin setelah meletakan tangan Bee kembali di atas etalase kaca.

Pria tersebut mengambil cincin yang diminta Aldo kemudian meletakannya di atas etalase kaca.

Aldo sempat melirik Akbi yang masih duduk di sofa, wajah lelaki itu tampak memberengut entah karena ia harus menunggu lama atau karena perlakuan manis Bee padanya, hanya yang pasti Aldo meyukai ketika Akbi menunjukan ekspresi kesal.

Aldo tersenyum menatap dua cincin yang di simpan di depannya kemudian meraih yang paling kecil untuk disematkan di jari manis Bee.

“Suka?” tanya Aldo yang mendapat anggukan disertai senyum dari Bee.

Apa yang dilakukan Aldo tentu saja tertangkap jelas oleh indera penglihatan Akbi, lelaki itu beranjak dari sofa setelah Aldo mendapatkan senyum manis dari calon istrinya.

“Mau kemana?” Aldo bertanya ketika kaki Akbi mulai melangkah.

“Gue udah ditungguin temen-temen,” Akbi berdusta karena tidak mungkin bila ia menyebutkan akan bertemu Anggit.

Aldo adalah kaki tangan Beni, jadi ia harus berhati-hati dalam bersikap dan berkata.

“Coba dulu cincinnya, trus anter Bee pulang! Bukannya itu yang harus kamu lakukan sama calon istri kamu?” suara tegas penuh penekanan itu sangat menyebalkan ditelinga Akbi.

“Al, lo aja yang anter Bee ... gue mau sekalian ketemu klien sekarang ...,” Akbi berucap sambil merendahkan nada suaranya yang tentu saja semua itu hanya kebohongan belaka.

Akbi tidak bisa seenaknya kepada Aldo, lelaki itu sudah seperti Kakak bagi Akbi karena memang selama ini Aldo juga yang banyak membantu pekerjaan karena ia terlalu sibuk dengan sang kekasih dan hobbynya.

“Biar aku yang ketemu klien, kamu anter Bee aja ...,” Aldo menyaut sambil memberikan cincin kepada Akbi.

Sedikit terkejut karena ternyata cincin itu pas juga di jari Akbi, seolah kedua cincin itu memang dibuat khusus untuk Bee dan Akbi.

“Saya ambil yang ini, tolong tulis nama mereka berdua ... Akkeu untuk yang wanita dan Akbi yang prianya,” kata Aldo seraya memberikan cincin tersebut tanpa meminta persetujuan Akbi karena nampaknya lelaki itu tidak perduli.

“Al, yang bener aja ...,” protes Akbi kesal.

Aldo mengendikkan bahu masa bodoh.

“Ayo!” Akbi menarik tangan Bee meninggalkan butik perhiasan tersebut tanpa berpamitan kepada Aldo terlebih dahulu karena kesal.

Mata Bee membulat sempurna ketika Akbi mencengkram tangannya dan membawanya pergi dari sana.

Ia sempat menoleh kepada Aldo untuk berpamitan dan pria itu mengerti lalu memberi kode dengan sedikit anggukan dan Bee yakin Aldo sedang tersenyum meski samar.

Setelah Akbi dan Bee pergi, barulah Aldo tersenyum lebar merasa geli dengan tingkah Akbi.

Baru saja Aldo diberi mandat melalui pesan singkat untuk menjaga Bee oleh Beni yang mencurigai bila terjadi kesepakatan antara Bee dan Akbi untuk mencurangi pernikahan tersebut.

Maka sesuai keinginan Beni dan hati nuraninya yang tersentuh, Aldo akan melindungi dan membantu Bee.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status