Share

Merasa Iba

“Bi, lepas ... kamu nyakitin aku!” protes Bee dengan nada rendah setelah menaiki lift yang membawa mereka menuju basement.

Tatapan mata tajam Akbi langsung menghujam Bee yang juga kesal karena lelaki itu berbuat kasar.

Sesaat mereka saling melempar tatapan tajam kemudian Akbi melepaskan cengkramannya di tangan Bee.

Bee mengusap pergelangan tangannya yang sudah memerah kemudian meniupnya berharap bila nyeri dan warna merah itu akan pudar.

“Lebay!” gumam Akbi yang masih terdengar oleh Bee.

“Ini merah Bi, trus sakit ... kamu terlalu kencang narik tangan akunya,” balas Bee dengan suara rendah dan lebih tenang.

Akbi tidak sudi menjawab, bibirnya bungkam hingga keduanya berada di dalam mobil.

“Bi, aku lapar ... bisa kita makan dulu?”

Akbi berdecak sebal kemudian menatap Bee sekilas sambil menautkan alis.

“Gue mau ketemu Anggit, dia udah nungguin gue ... lo pesen makan aja dari rumah,” balas Akbi ketus.

“Oh ... ya udah.”

Setelah mendengar kalimat itu, Akbi menginjak pedal gasnya kencang menuju rumah Bee.

Ponsel Akbi yang di simpan di dalam saku celananya bergetar saat mobil itu berhenti di lampu merah.

Satu buah notif pesan muncul dari Anggit yang menyebutkan bila dirinya membatalkan pertemuan mereka malam ini karena mendadak mendapat panggilan pekerjaan.

Hal ini memang sering terjadi dan bukan masalah bagi Akbi.

Beruntung ia harus mengantar Bee pulang terlebih dahulu, bila langsung datang ke club mungkin Akbi akan mendapat kekecewaan karena setelah menunggu lama ternyata Anggit membatalkan janji.

Setelah lampu hijau menyala, Akbi mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan sedang menuju rumah Bee sesuai arahan gadis itu.

“Bi, aku turun di depan sini aja ... mau beli nasi goreng dulu, udah deket ko gangnya di sebelah sana,” pinta Bee sambil mengarahkan telunjuknya ke depan.

Tanpa banyak bicara Akbi menginjak rem lalu membuka kunci pintu.

“Makasih ya Bi, sampai ketemu besok!” kata Bee berbasa-basi sebelum turun dari mobil.

Bila Akbi selalu memusuhinya, Bee malah berusaha sabar dan memaklumi sikap Akbi.

Setelah menutup pintu mobil, Bee melangkah ke depan mobil Akbi kemudian berhenti beberapa meter tepat di depan mobil lelaki itu.

kepalanya menoleh ke kiri lalu ke kanan hendak menyebrangi jalan untuk tiba di tenda penjual nasi goreng langganannya.

Namun tiba-tiba suara klakson mobil mengambil perhatian Bee disusul sebuah teriakan, “Orang miskin!” dengan nada mencela yang dinyanyikan berulang kali oleh beberapa gadis dari mobil rangrover berwarna merah.

Sengaja ban mobil tersebut menginjak kubangan air membuat cipratan air kotor mengenai wajah dan baju Bee.

Hanya sesaat mobil yang ditumpangi para gadis itu berhenti, mereka menyembulkan kepala melalui jendela mobil sambil tertawa masih memaki Bee.

Bahkan salah satu diantara mereka ada yang mengabadikan momen tersebut dengan ponselnya.

Setelah puas menertawakan dan memaki, mobil yang membawa para gadis cantik tersebut pergi dengan kecepatan tinggi.

Semua itu bisa Akbi lihat jelas dengan mata kepalanya sendiri, ia juga mendengar semua makian yang ditujukan kepada Bee.

Bee membersihkan wajahnya dengan tangan, pakainnya basah semua oleh air kotor sehingga tidak ada bagian bersih tersisa untuk membersihkan wajah yang juga sudah basah dengan air mata.

Tangannya pun kotor maka sia-sia saja Bee mengelap wajahnya.

Dadanya terasa sesak menahan sakit hati yang ia terima dari para sahabatnya.

“Kenapa mereka bisa membenci aku hanya karena aku udah enggak kaya seperti dulu?” Bee membatin.

Satu tangan kekar dengan gurat otot samar menyodorkan beberapa lembar tissue ke hadapan Bee membuat gadis itu menoleh.

Walau wajah sangar yang Akbi tunjukan tapi lelaki itu masih mau bertanya, “Siapa mereka?”

“Sahabat aku ...,” balas Bee yang mampu membuat Akbi terperangah.

“Sahabat aku sebelum aku jatuh miskin,” imbuh Bee sambil mengelap wajahnya dengan tissue yang diberikan Akbi.

“Di dalem mobil ada jaket, pake aja ... baju kamu kotor!” kata Akbi dingin namun sarat akan perhatian.

Bee menatap Akbi dengan sorot mata tidak terbaca.

Sesungguhnya Akbi tidak menyukai bila Bee menatapnya lekat seperti itu.

Mata Bee seolah sedang mengorek ke dalam isi hatinya yang terdalam ketika Bee menatap demikian.

“Ya udah kalau lo enggak mau!” tambahnya lagi kesal karena Bee hanya diam melongo menatapnya.

Bee bergerak melangkah menjauhi Akbi mendekati mobil.

Membuka handle pintu dan pandangan matanya langsung tertuju pada jacket yang teronggok di atas jok mobil.

Bee meraihnya kemudian memakai jaket lelaki itu yang kebesaran di tubuhnya.

“Wangi, Bi ... makasih ya, kalau udah aku cuci nanti aku kembaliin.”

“Enggak usah, buang aja!”

“Kenapa dibuang? Ini ‘kan mahal Bi, kalau kamu udah enggak suka ... buat aku aja ya?”

“Terserah.”

Keketusan Akbi masih berlaku meski hatinya merasa iba kepada Bee.

Bee hanya bisa mengurut dada kemudian mulai menyebrangi jalan raya tanpa mau menoleh ke arah Akbi lagi.

“Bang, nasi gorengnya satu,” kata Bee kepada penjual nasi goreng.

“Buat dua,” suara berat itu menambahkan membuat Bee menoleh.

“Loh, kamu laper juga? Katanya mau ketemu Anggit.”

“Enggak jadi, dia dapet job!”

“Ooohh ...,” balas Bee kemudian duduk di depan Akbi yang sudah duduk terlebih dahulu.

Bee menuangkan air hangat dari teko ke dalam gelas kemudian ia geser ke hadapan Akbi.

Lalu menuangkan kembali air teh tanpa gula itu untuk dirinya sendiri.

Akbi terkejut mendapat perlakuan seperti itu karena selama ini dirinyalah yang melayani Anggit.

Dari mulai menarik kursi, memberikan gelas atau piring berisi menu pesanan mereka yang dibawakan pelayan atau memanggil pelayan ketika tidak terdapat sendok dan garpu juga tissue di atas meja.

Selang berapa lama, dua piring nasi goreng tersaji di atas meja.

Bee menarik sepasang sendok dan garpu dari tempatnya kemudian mengelapnya menggunakan tissue lalu ia berikan kepada Akbi.

Lelaki itu malah melongo dilayani seperti itu oleh Bee yang memang refleks melakukan hal tersebut.

Bee mengangsurkan kembali sendok dan garpu karena Akbi hanya diam saja.

“Bi, ini sendok sama garpunya ... udah aku lap,” ujar Bee membuat Akbi langsung meraih dua benda di tangan Bee.

Keduanya sama-sama melahap nasi goreng dalam kesunyian.

Hampir tidak pernah Akbi makan di pinggir jalan seperti ini tapi dirinya bukan tipe orang kaya yang fanatik.

Perutnya juga sangat lapar dan ia sedang menunggu dua orang temannya membawakan motor karena malam ini akan diadakan balapan liar di suatu tempat.

Balapan liar yang hanya dilakukan oleh orang-orang dari kalangan atas yang ingin memacu adrenalin dengan cara mengemudikan motor berkecepatan tinggi dan juga merasakan sensasi kejar-kejaran dengan pihak kepolisian.

Sebetulnya bisa saja mereka menyewa tempat yang legal tapi apa menariknya bila tidak membuat onar dan keributan hingga berujung diburu polisi?

Suara motor berdengung memekakkan telinga berhenti di samping tenda tempat Akbi dan Bee baru saja menghabiskan satu piring nasi goreng.

“Bi!” sapa seorang lelaki membuat Akbi menoleh dan Bee menjawab, “Ya?”

“Bukan elo, gue ...,” cetus Akbi kemudian menoleh ke arah suara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status