Share

Bab 2. Cobaan Lain

Setelah menerima dengan tulus pertunangan Viko dengan kakak tirinya nyatanya tidak membuat puas kedua wanita itu. Mama tiri Sally selain egois, juga mata duitan. Bagi Briana segala hal yang mendatangkan keuntungan untuk dirinya dan sang putri semata wayang akan diraihnya, meskipun harus dengan jalan yang salah.

Briana dan Raka menikah juga karena perjodohan kedua orang tua mereka.

Dulu Raka mencintai Carol dalam diam. Dan ternyata takdir harus membuatnya menyerahkan keinginannya untuk mendekati Carol dan menikah dengan Briana. Meski demikian, Raka masih terus mencari tahu tentang kehidupan Carol. Saat itu Carol belum menikah.

Seakan tengah dipermainkan takdir, justru Carol bekerja menjadi salah satu manajer si perusahaan Raka dan akhirnya mereka bertemu.

Keadaan terpuruk Carol saat ditinggal oleh kekasihnya dalam keadaan hamil membuat Raka mengambil kesempatan untuk bersedia menikahinya. Sayangnya Carol tidak tahu kalau ternyata Raka sudah menikah dan memiliki anak.

Ketahuan oleh ayah Raka, akhirnya ayah Raka mengancam akan memindahkan semua hartanya pada Briana jika Raka berniat menceraikan Briana. Akhirnya Raka mengaku pada Carol tentang istri dan anaknya. Pasrah dengan kenyataan, Carol ikut dengan Raka ke rumah kediaman orang tua Raka, tinggal bersama-sama dengan istri pertama dan anaknya di sana.

Sampai ayah Raka meninggal, Briana mulai memperlihatkan kebenciannya pada Carol dan terus melampiaskan dendamnya pada Carol dan Sally di belakang Raka.

Naasnya saat Raka terserang struk tiga tahun lalu, justru Briana semakin menjadi. Carol dan Sally tidak di beri uang bulanan yang menjadi hak mereka sejak menikahi Raka. Untungnya Sally sudah lulus kuliah dan diterima bekerja di tempatnya dulu magang sehingga ia dapat membantu kebutuhan sehari-hari sang mama dan dirinya..

Sikap Briana semakin keterlaluan belakangan ini setelah tahu Sally diangkat menjadi supervisor di perusahaannya. Mama tiri Sally menghentikan dana pengobatan Raka agar suaminya itu cepat meninggal.

Jantung Sally menderu searah dengan nafas naik turun di bahunya. Dirinya sudah tidak bisa lagi tahan dengan sikap mama tirinya itu.

“Kenapa tidak dijodohkan sama Kak Dania saja. Kenapa harus aku, Tante! Aku ngak mau menikah dan belum siap untuk nikah.”

“Bukan urusanku kamu mau atau tidak. Atau jangan-jangan kamu iri karena Viko lebih memilih Dania daripada kamu!” Briana mendecih.

“Tentu saja dia memilih anakku, karena kamu itu hasil anak haram! Bahkan papa kandungmu saja kamu tidak pernah tahu! Kalau bukan suamiku yang bodoh ini tergila-gila sama mama kamu, hidupmu mungkin akan jadi gembel. Dasar tidak tahu terima kasih! Sudah diterima malahan ngelunjak!”

“anga uang aja, Bi!” Wajah merah padam Raka yang melotot sambil memaki jangan kurang ajar pada Briana, sayangnya dengan kondisi lidahnya yang ikut kaku ia tidak dapat mengucap dengan benar.

Melihat murka di wajah suaminya, Briana malah tertawa meledek tanpa merasa iba sedikitpun. Ia mendekati suaminya dan menekan dagu Raka dengan satu tangan.

“Bicara saja kamu sudah tidak becus, jangan sok berkuasa di rumah ini. Aku yang memimpin perusahaan sekarang dan kalau kamu masih ingin tinggal di rumah ini jangan menentangku atau aku kirim kamu ke panti jompo!”  Lalu menepis kasar wajah Raka.

Carol yang tidak tega melihat suaminya diperlakukan demikian, memeluk tubuh Raka. Hal itu malah membuat Briana makin emosi.

“Jangan sok kasihan sama Raka. Aku tahu kamu hanya pura-pura baik supaya hartanya jatuh ketanganmu kan! Jangan harap kamu bisa menikmati uang Raka sepeserpun, aku tidak akan membiarkannya!”

Lalu Briana menoleh ke Sally sambil menjulurkan telunjuknya. “Dan kamu! Ikuti perintahku. Menikah dengan anak konglomerat itu. Awas kalau sampai kamu berani kabur! Nyawa Papa sambungmu ini taruhannya!”

Setelah selesai dengan umpatan dan ancamannya, Briana naik ke dalam kamar tidurnya meninggalkan Sally, mama dan papa nya.

Carol menghampiri putrinya, sungguh mengenaskan nasibnya dan sekarang karena kebodohan di masa mudanya kini Sally yang harus ikut menanggung penderitaan.

“Maafin Mama yah, Sal. Mama ngak berdaya.”

“Ngakpapa, Mah. Yang penting Mama sama Papa ngak di apa-apain sama Tante Bri. Aku kuat kok. Kita lihat saja nanti seperti apa calon suamiku.” Ucap Sally pasrah dengan nasibnya.

“Kalau kamu mau, kita keluar dari rumah ini saja, Sal. Mama ngak masalah kalau harus hidup sederhana kok dan Papa juga sepertinya akan lebih tenang keluar dari rumah ini.”

“Tapi bagaimana caranya, Ma. Tahu aja kan rumah ini dijaga sama orang-orangnya Tante Bri sekarang. Kalau Papa keluar tanpa ijin Tante Bri, bisa-bisa kita ketangkap dan akhirnya malah nyakitin Mama dan Papa lagi.”

“Tapi, Sal..”

“Udah, Ma. Sally ngakpapa kok. Siapa tahu aja calon suami aku orang baik.”

Carol menatap putrinya seolah ingin mengucap sesuatu. Masa lalu Sally yang sudah lama tidak ia bicarakan lagi.

“Apa kamu tidak berharap Sean akan ketemu kamu lagi, Sal? Apa kamu tahu kabar tentang dia?”

Sally menggeleng, raut wajahnya menyendu setiap kali mendengar nama mantan cinta pertamanya itu.

“Aku ngak tahu, Mam. Jangan diharapin lagi, toh aku juga ngak pernah tahu dia dimana sekarang. Mungkin juga sudah nikah.”

Carol tidak lagi melanjutkan ucapannya, lalu kembali masuk ke dalam kamarnya sambil mendorong kursi roda suaminya.

Sally menjatuhkan tubuhnya di atas kasur dalam kamar tidurnya, hentakan nafas yang keluar seolah menyatakan perasaannya saat ini. Memikirkan dirinya harus menikah diusia sekarang saat karirnya sedang lumayan bagus. Bahkan ia sedang mencoba melamar bekerja di sebuah perusahaan yang baru beroperasi di pusat ibu kota sebagai asisten manajer.

Sally POV

Aku terbangun di pagi ini, tanganku mencari ponsel melihat jam. Entah bagaimana jari-jariku berselancar membuka aplikasi galleri foto dan tidak sengaja melihat foto ku dengan Sean yang di ambil saat kami masih pacaran. Dan hari ini adalah tanggal di mana Sean pergi ke Amerika, meninggalkanku dengan amarah yang aku sendiri tidak tahu apa kesalahanku sampai sekarang.

Tanpa terasa sudah 10 tahun berlalu sejak perpisahan itu namun bodohnya aku masih setia menunggunya pulang. Ucapan Mama ku memang tidak salah semalam. Aku memang masih mengharapkannya meskipun aku tahu mungkin harapan itu sangatlah kecil.

Harusnya Sean sudah lulus kuliah dan kembali ke Jakarta 6 tahun lalu, namun aku tidak pernah lagi berbicara dengan dirinya. Yang aku tahu, saati ini Sean sudah mempunyai perusahaannya sendiri sekaligus memegang perusahaan ayahnya sejak ia lulus kuliah.

Ceri dan Mark seperti mata-mata bagiku untuk mengetahui apa Sean lakukan sejak kami berpisah.

Mengapa aku tidak mempunyai kekasih sampai sekarang? Karena aku juga mendapat berita bahwa Sean tidak pernah dekat dengan wanita lain sampai sekarang, namun tetap saja banyak wanita yang mengejarnya dan Sean tidak pernah memberi harapan kepada wanita yang menghampirinya dengan sukarela. Sama seperti masa SMA dulu. Ceri sering mengirim foto terbaru Sean ke ponsel ku tanpa pernah aku minta, masih ku lihat wajah datar dan dingin seperti saat kami bertemu pertama kali. Namun justru wajah itu yang membuatku jatuh cinta.

Aku dan Ceri sudah lulus kuliah 3 tahun lalu dan saat ini kami bekerja di perusahaan yang berbeda. Kami selalu menyempatkan diri bertemu di hari Sabtu ataupun minggu.

Nasib Mark dan Ceri justru berbanding terbalik dengan kisahku dan Sean. Mereka masih berpacaran, Mark sudah seperti bucin nya Ceri, walau mereka dipisahkan antar benua, Mark selalu menyempatkan pulang ke Jakarta menemui Ceri saat liburan. Terkadang mereka mengajakku pergi kencan bersama mereka, tapi sering ku tolak karena merasa tidak enak menganggu mereka melepas rasa rindu.

Mark sudah melamar Ceri akhir tahun lalu, mereka akan berencana menikah 6 bulan kemudian di Jakarta. Aku turut bahagia melihat hubungan mereka sampai ke tahap pernikahan. Ucapanku ke Tante Briana soal menikah itu bohong. Tentu saja aku ingin menikah, tapi dengan Sean kalau boleh aku egois. Bukan dengan pria yang katanya berwajah jelek dan mempunyai temperamen yang jelek juga.

Mana ada perempuan yang ingin hidupnya rela untuk disakiti. Hanya orang tidak waras saja yang mau.

Dan kini aku berada di posisi orang tidak waras itu, bersedia dinikahi dengan pria macam itu demi keselamatan mama dan papa ku.

Aku mendapat kabar kalo Mark dan Sean akan ke Jakarta bulan depan dan menjadikan Jakarta sebagai kantor pusat bisnis mereka. Tapi Mark merahasiakan nama perusahaan di mana Mark akan bekerja. Bahkan Ceri pun tidak diberitahu.

Setelah mandi, aku bergegas turun ke bawah membantu mama menyiapkan sarapan lalu berangkat ke kantor dengan angkot. Di rumah ini meskipun semua harus menurut perintah Tante Bri, namun sebenarnya pegawai di rumah ini baik kepadaku dan mama jika sedang tidak ada Tante Bri.

Kadang Pak Mus, satpam rumah suka mengantarku ke depan gerbang komplek biar aku tidak harus jalan kaki menunggu angkot. Mbak di rumah juga sering menyisakan masakan untuk diberikan kepada Mama dan aku. Sedangkan Papa sudah tidak bisa makan secara normal lagi, Mama yang meracik semua makanan Papa dan memberikannya melalui selang sonde.

Ketika melakukan rutinitas mengecek email di kantor, sebuah email masuk membuatku senyum sendiri. Aku membaca sebuah email promosi dari perusahaan yang pernah aku kirim aplikasi lowongan kerjaku di sana. Setidaknya email itu membuat suasana hatiku senang hari ini.

Email itu adalah undangan untuk menandatangani kontrak karena aku diterima di perusahaan mereka dan jabatan yang aku terima semakin membuatku tercengang. Tidak tanggung-tanggung aku diterima menjadi public relation di kantor itu. Wajahku tersenyum, akhirnya sebuah prestasi kembali aku capai dalam karier ku lagi. Setidaknya dibalik penderitaan, aku masih memiliki sesuatu yang tidak bisa direbut siapapun. Pencapaianku sendiri.

Dan aku di minta segera mencari asisten pribadi yang bisa kupercaya dengan kompetensi kerja yang baik. Tentu saja dibenakku ada satu nama. "Ceri"

Aku mengirim email ke bagian HRD kantor tersebut dan memberikan nama referensi sekaligus kontak email Ceri. Aku tidak dapat membayangkan seperti apa reaksi Ceri nanti.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status