Biar makin paham kita balik ke masa merke SMA dulu yah
Sally Minela seorang gadis sederhana, ia masuk di SMA yang sama dengan Sean, bedanya ia adalah siswi baru di sekolah itu.Sally tidak pernah tahu siapa ayah kandungnya. Sejak lahir ia sudah tinggal dengan papa tirinya yang bernama Raka. Ternyata Papa Raka sudah beristri ketika menikah dengan mama nya yang bernama Carol. Waktu pindah ke rumah besar Raka, Sally baru berusia 3 tahun saja. Kehidupan Carol dan Sally bagai di neraka karena Briana bersikap semena-mena pada mereka.Tidak tahan dengan sikap dan perlakuan dari istri pertama Raka yang bernama Briana juga kakak tiri Sally yang bernama Dania. Carol memutuskan keluar dari rumah itu membawa Sally meskipun Raka tidak mau menceraikan Carol. Saat itu Sally baru naik SMP.Raka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah Carol dan hal ini membuat Briana marah besar dan mengancam akan menyakiti Carol jika Raka masih berkeras memilih istri mudanya itu. Akhirnya Raka mengalah dan menjauhi Carol juga Sally.Sally sendiri yang sudah mengerti kal
Selalu bertemu dengan Sally setiap hari disekolah membuat dinding pertahanan Sean perlahan melemah meskipun Sally tidak berusaha untuk menarik perhatiannya. Sejak tabrakan kemarin wajah Sally selalu melekat dalam pikirannya mulai merusak dinding yang dibangunnya selama ini dari para kaum hawa. Sally termasuk anak yang cerdas, ia cepat sekali menerima pelajaran dari sekolah barunya. Otomatis Ceri sangat suka dengan menjadi sahabatnya yang punya otak encer dibanding dirinya yang lebih lemot dalam menangkap pelajaran. Ceri tidak bodoh bahkan ia termasuk dalam sepuluh besar peringkat kelas, hanya saja ia perlu waktu lebih banyak dari orang lain untuk menangkap pelajaran yang diajarkan oleh guru.. Sally dan Ceri sering pulang berdua, kebetulan rumah mereka satu komplek. Tidak heran mereka cepat menjadi sahabat, mereka selalu bertemu dan bermain baik di rumah ataupun saat di sekolah. Suatu hari Ceri sakit dan ijin dari sekolah, terpaksa Sally pulang sendiri sambil memasang wajah cemberut
Sally merutuk dalam diamnya karena kebodohan perkataan yang terdengar seperti sedang merayu Sean. Terlebih lagi rona kemerahan yang tidak bisa disembunyikan dari wajah Sally membuat Sean merasa gemas dengan sikap gadis yang dirasa berbeda dari teman-teman lainny. Belum selesai berkutat dengan rasa malu, jawaban Sean malah semakin membuatnya salah tingkah tapi ia pun merasa penasaran apa maksud dari ucapan Sean barusan. "Kenapa harus di depan aku dan Mark saja? Memangnya ada daftar nama orang yang boleh melihat tawa? Kita kan tertawa karena merasa senang dan itu ngak bisa dipaksain." Seru Sally mengeluarkan pendapatnya. "Tidak apa-apa. Oh iya, kalo kamu punya kesulitan pelajaran, kamu bisa tanya ke aku. gini-gini otakku encer juga hahaha." Sadar dirinya juga keceplosan, Sean mengalihkan ucapannya daripada menjawab cecaran pertanyaan Sally yang membuatnya salah tingkah sendiri sambil menggaruk kepalanya. "Dih, pede sama sombong kadang beda tipis loh. Tapi boleh juga nanti kalo aku bin
Sally teringat dengan peristiwa dimana Sean memang pernah meminjam ponselnya dan memasukan nomor kontak Sean ke sana, tapi yang tidak Sally ketahui adalah ternyata Sean memasukkan nomornya ke dalam daftar kontak ponsel Sally. Bodohnya lagi Sally tidak mengecek ponselnya setelah Sean meminjamnya saat itu. "Yah kamu juga ngeselin, ngapain pake nama my boy friend segala simpen nomor kamu di hp aku. Ngagetin aku aja tahu ngak." Ketus Sally merasa malu sendiri memikirkan apa maksud Sean memakai nama itu. "Kan memang aku boy friend kamu, coba diaartiin ke bahasa Indonesia nya deh." Jawab Sean dengan entengnya tanpa merasa bersalah, lebih tepatnya pura-pura polos. Merasa terjebak dengan respon Sean, rasa malu gadis itu semakin menjadi. Emosinya juga naik karena Sally sedang kesal dengan kelakuan kakak tirinya tadi. “Loh, kok malah diam. Coba diartiin, perlu aku kirim kamus?” Goda Sean bahkan terdengar suara kekehan pria itu dan membuat mood Sally semakin kesal saja. "Teman laki-laki. Ud
Tanpa terasa semester pertama tahun ini berakhir, setelah pengambilan rapot semua murid libur dan masuk kembali 2 minggu kemudian. Sean dan Sally juga semakin dekat dan mulai saling nyaman bahkan sesekali Sean berani meminta panggilan video dengan alasan rindu pada Sally sambil bercanda. Sedangkan Sally hanya bisa menerima perlakuan Sean sambil berusaha menahan diri untuk tidak terjebak dalam perasaan lebih dalam lagi pada Sean.Mama Sean berencana membawa Sean ke Amerika untuk liburan dan menikmati salju disana sekaligus melihat universitas di salah satu kota tempat kampus kenamaan yang memang menjadi cita-cita Sean. Samuel, papa kandung Sean mendukung keinginan putra satu-satunya itu meneruskan kuliahnya di universitas pilihan Sean.Sebagai anak dengan berbagai kemudahan fasilitas, Sean selalu menuruti nasihat kedua orang tuanya. Namun tetap saja masih ada kekosongan di hati Sean meskipun dirinya hidup dalam gelimang harta sang ayah.Sean sendiri sudah mengiku
Sally benar-benar bingung harus menanggapi sikap Sean seperti apa. Bersahabat tapi perlakuan Sean semanis gula. Tapi pacaran juga bukan karena Sean tidak pernah mengungkapkan rasa sukanya meskipun sudah beberapa bulan mereka selalu berkomunikasi dengan cara yang sedikit kurang lazim.“Halo… Sally… Kamu masih disana kan?”"Eh iya! Aku bingung sama kamu Sean.”“Bingung kenapa?”“Maaf kalau pertanyaan aku ini agak berani ke kamu. Sebenarnya aku ini siapa buat kamu sampai kamu bilang begini sama aku? Menurut aku kamu juga ngak berhak untuk ngatur aku berteman sama siapa juga kan. Aku juga sama ngak berhak ngatur kamu soal berteman."Sally memberanikan diri memancing Sean untuk memperjelas hubungan mereka. Rasanya aneh saja dia tidak boleh bergaul dengan cowok lain padahal dirinya dan Sean bukan sepasang suami istri. Meskipun mereka pacaran pun Sally merasa masih berhak untuk menentukan dengan siapa dia
Sean menatap tajam wajah Sally. Terlihat dari caranya menatap Sally memberitahu kalau ia tidak suka Sally terus membahas tentang Mira yang memang tidak ada hubungan dengannya sama sekali. "Mau aku buktikan kalo gosip itu salah?" Tantang Sean tersenyum membuat Sally bergidik dengan jantung berdebar antara merasa bersalah juga darahnya berdesir bertatapan sedekat ini. "Ish, apaan sih kamu. Minggir…" Sally mendorong Sean mundur, kulit putih wajahnya berganti kemerahan membuat Sean tersenyum gemas melihat reaksi gadis ini. Untung saja pelayan restoran masuk membubarkan obrolan mereka yang berakhir dengan rasa canggung Sally. Sambil menikmati makanan Sally diam sambil mendengar Sean banyak bercerita tentang dirinya. Inilah yang dimaksud hubungan tidak lazim Sean dengan Sally. Percakapan setiap malam via telepon itu selalu didominasi dengan Sean yang lebih banyak bercertita. Padahal di sekolah sikap keduanya seperti orang yang tidak terlalu dekat meskipun belakangan ini mereka sering mak
Mereka tiba di pantai dan ternyata Sean menyewa sebuah pantai pribadi. Di sana tersedia sebuah gajebo yang terbuat dari bamboo beserta cemilan seolah-olah Sean memang sudah memesan tempat ini sebelum mengajak Sally. Sayangnya bagi Sally waktunya tidak tepat untuk membahagiakan hatinya yang tengah mendung diselimuti awan kekecewaan karena kejujuran Sean di toko perhiasan tadi."Wah indah banget pantai nya trus kenapa kita di sini, padahal di Jakarta kan juga ada pantai gratis cuma bayar loket masuk aja. Jadi ga perlu keluar uang." Protes Sally sebagai luapan jengahnya ingin cepat pergi dari tempat romantis yang menyiksa perasaannya sekarang ini."Aku ngak suka keramaian, Sal. Di sini lebih nyaman buat ngobrol tanpa diganggu siapapun."Pandangannya menatap ke depan menikmati karya sang pencipta. Sedikit mendongakkan wajahnya sambil terpejam merasakan hembusan angin yang meniup di kulit dan mulai membuat helaian rambutnya berkibaran. Sean menoleh tersenyum mengagumi waja