Share

Bab 4

Kalau semua ATM dipegang Nonik, itu artinya masalah yang aku alami saat ini sudah sangat berat. Aku mengembuskan napas berat di hadapan Nonik, lalu menyeretnya ke mobil. Ia membuntuti aku sedari tadi, tapi dengan bodohnya diri ini tidak sadar akan hal itu.

Nonik aku suruh duduk di kursi sebelahku, dengan entengnya ia hanya melipat kedua tangannya di atas dada. Senyumnya sengaja ia lontarkan, sesekali matanya diedarkan ke depan mobil yang masih ada orang mengantri tarik tunai.

Aku injak gas, lalu membawanya pergi dari tempat keramaian. Sebab tidak mungkin rasanya mengumbar pertengkaran di tengah-tengah orang yang sedang antri.

Kemudian, di sebuah jalan yang sepi orang, aku menepikan mobil ini untuk bicara pada wanita yang sudah mulai berani membangkang.

"Kenapa kamu mulai ngelunjak, Nik?" tanyaku ketika mesin mobil terhenti.

Nonik menoleh dengan mata menyipit, pandangannya tak lepas dari kesinisan terhadapku.

"Tanya kenapa terus, seharusnya introspeksi diri dong, aku buntuti kamu karena tahu betapa licik dan pelitnya suamiku ini," ucapnya dengan lantang dan sedikit sombong, alisnya ditarik ke atas seraya menyombongkan dirinya.

"Pelit kamu bilang, ada juga kamu tuh, punya penghasilan sendiri diam-diam saja, apa itu bukan pelit namanya?" sanggahku atas tuduhan Nonik. Enak saja aku dibilang pelit, uang gaji aku berikan ke orang yang melahirkanku dan ditabung supaya jika terjadi sesuatu bisa dipakai, apa itu pelit? Nafkah untuk istri selalu kuberikan, Nonik saja yang tidak pernah bersyukur atas apa yang suaminya berikan.

"Terserah kamu mau sebut aku pelit, yang jelas aku sudah memberikan nafkah untukmu, memberikan Mama juga untuk kebutuhannya, apa itu salah?" tanyaku padanya.

Nonik tertawa lepas, lalu ia melepaskan seat belt yang ia kenakan. Kemudian, tangannya hendak membuka pintu mobil. Namun, aku cepat-cepat mencegahnya.

"Mau ke mana? Kamu belum jawab kenapa sebegitunya membuntuti suami?" tanyaku sekali lagi.

Nonik mengecap bibirnya kemudian bahunya menghadap ke arahku.

"Tidak ada wanita yang menginginkan terus bersama lelaki pelit seperti kamu, Mas. Kan kamu yang bersedia memenuhi syarat yang kuberikan, dan syarat itu salah satunya meminta uang ke Mama kamu, tapi tahu-tahu kamu malah bohong, dari kebohongan ini akhirnya ketahuan juga kan kebohongan lainnya." Nonik begitu tegas menuturkan kata-kata yang memang mengupas semua yang kulakukan.

Aku terdiam, mencerna semua ucapannya. Apa ada lagi kejutan yang akan ia berikan untukku. Segini saja sudah membuatku kehilangan semuanya termasuk tabungan yang sengaja aku sembunyikan dari Nonik dan mama.

"Kenapa diam? Nggak jadi bertahan? Ya sudah kita pisah saja, dan tabungan ini termasuk harta gono-gini nantinya, jadi semua tergantung kamu, bagaimana?" tanya Nonik seakan menyecarku.

Tidak ada pilihan lain, aku harus tetap ikuti apa kemauan Nonik, setidaknya uang tabunganku akan aman setelah sebulan.

"Tapi uang tabungan itu akan aman kan? Nggak kamu gunakan untuk yang lainnya?" tanyaku memastikan.

"Nggak, tenang aja, aku punya duit sendiri kok," ucap Nonik sambil memakai seat belt kembali. Itu tandanya ia tidak jadi turun dari mobil.

Kemudian, aku tancap gas lagi dan memilih pulang. Namun, lenganku ditepuk olehnya.

"Kenapa pulang? Kita mau ke rumah Mama, kan syaratnya uang tiga juta itu harus kamu pinta loh!" Tangan Nonik mengarahkan ke arah jalan rumah mama.

Aku menghela napas berat, bagaimana ini cara bicara dengan Nonik? Tidak bisakah ia mengerti keadaanku sekarang?

"Nik, aku tuh tertekan diginiin sama kamu, jangan egois lah," cetusku padanya.

"Hah, kamu nggak salah ngomong? Apa setahun setengah ini kamu nggak mikir bahwa aku tertekan dengan apa yang kamu lakukan? Setahun aku sabar, sampai akhirnya diberikan rezeki melalui tulisanku di sebuah platform online, enam bulan aku simpan rapat-rapat melalui tulisan, dan tanpa kamu sadari kini punya seorang istri yang sangat mandiri, tidak butuh lagi uang empat ratus ribu yang hanya dua Minggu sudah habis. Apa kamu tidak tahu selama setahun menikah dengan kamu, demi mencukupi kebutuhan aku utang sana-sini? Yang egois itu siapa, aku atau kamu? Hah!" Dengan panjang lebar Nonik menjelaskan semuanya.

Namun, aku tetap tidak percaya bahwa ia sampai harus utang sana-sini untuk memenuhi kebutuhan pokok. Sedangkan uang yang aku berikan untuk beli sayuran menurutku cukup.

"Ya, aku akan buktikan bahwa uang segitu sebenarnya cukup, hanya kamu saja yang kurang bersyukur," ujarku mengakhiri pembicaraan. Kemudian, membelokkan setir ke arah rumah mama. Ya, tidak ada pilihan lain selain meminta uang yang telah kuberikan pada mama. Aku akan merayu dan membujuknya nanti di sana.

***

Setibanya di rumah mama. Aku buka seat belt. Kemudian, turun dari mobil. Namun, anehnya Nonik tidak mau ikut turun dan masuk ke dalam rumah. Aku jadi curiga, jangan-jangan ada yang ia rencanakan lagi untuk ngerjain suaminya.

Aku turun dan berdebat dengan mama kandung, ia tetap bersikeras mempertahankan uang tiga juta yang telah kuberikan. Sekitar lima belas menit aku membujuknya, akhirnya mama menyerahkan uang senilai tiga juta secara tunai.

"Oh jadi istrimu punya penghasilan sendiri, ya sudah deh, Mama coba temui dia juga dan pura-pura baik padanya, siapa tahu nanti kecipratan," tutur mama setelah aku ceritakan semuanya.

"Ayo, Nonik di depan nunggu di mobil," ajakku sambil merangkulnya. Akhirnya kami berdua keluar, tapi betapa terkejutnya aku setelah melihat keluar ternyata mobil sudah tidak ada di pinggir jalan.

"Loh ke mana istrimu?" tanya mama.

"Nggak tahu, jangan-jangan diculik, dia kan nggak bisa nyetir mobil," jawabku kebingungan.

Kemudian, telepon pun berdering. Panggilan masuk dari Nonik.

"Halo, Nonik kamu di mana?" tanyaku padanya.

"Selain bisa cari uang, selama enam bulan ke belakang, aku belajar nyetir mobil, Mas. Jadi sekarang sudah lancar," ucap Nonik membuatku bernapas lega.

"Syukurlah, aku pikir kamu diculik," jawabku dengan helaan napas kasar.

"Oh nggak dong, jangan khawatir, aku lagi di showroom mobil nih, transaksi jual beli, mobil kamu laku empat puluh juta, lumayan buat tambahan tabunganku," tutur Nonik membuatku terkejut.

"Astaga, itu mobilku, Nik, dan kubeli tahun kemarin saat dapat bonus akhir tahun di pabrik." Aku keceplosan bahwa sebenarnya di pabrik ada yang namanya bonus akhir tahun. Nonik tidak pernah mengetahuinya dan hari ini ia dengar dari mulutku sendiri.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status