Share

Istri Tawanan Duke Utara
Istri Tawanan Duke Utara
Author: Harmony^-

1. Dunia Baru

Kyaa .... “Nona!!”

Beberapa pelayan wanita berteriak histeris.

Mereka baru melihat salah satu Tuan mereka, Nona Sirena Egberta Sharon, melompat dari balkon dan menyelam ke dalam sungai buatan di bawah jendela kamarnya.

“Nona Sirena sudah gila!”

“Dia melakukan hal itu lagi!”

Beberapa pelayan mulai panik. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Sirena di permukaan air walau sudah beberapa saat gadis berusia tujuh belas tahun itu menyelam.

“Panggil Mr. Einar! Di mana Nona Senna dan Nona Posy? Apa mereka tidak tahu Nona Sirena melompat dari balkon lagi?!” teriak kepala pelayan kediaman Sharon, Madam Geneva.

Dia memerintah beberapa orang pelayan perempuan untuk mencari tiga orang pelayan pribadi Nona Sirena.

“Nona! Anda baik-baik saja?!”

Madam Geneva berteriak dari tepi sungai.

Dia menyusuri permukaan sungai dengan penglihatannya—berharap Nona Sirena segera keluar dari dalam air dengan selamat.

Tapi harapannya tidak kunjung terwujud. Yang dia lihat hanya dataran air yang tenang dan dingin.

“Madam Geneva, apa yang terjadi?”

Count Orlando—kepala keluarga Sharon, berjalan keluar dengan langkah lebar. Di belakangnya ada seorang Duke Muda yang disegani banyak orang.

“Tuan Count, Nona Sirena melakukan hal itu lagi. Nona berusaha bunuh diri lagi, Tuan.”

Madam Geneva sedikit membungkuk—tak berani menunjukkan muka di depan Tuan Duke atau Tuan Orlando.

“Maafkan saya, Tuan Count. Saya tidak bisa menjaga Nona Sirena dengan baik. Tolong hukum saya!” Madam Geneva bersimpuh meminta pengampunan.

Namun Duke Arsenio malah mengerutkan keningnya dalam. Dia tidak senang dengan keributan ini.

“Sekarang bukan saatnya memberikan hukuman padamu, Madam.”

Lelaki muda nan tampan itu berbicara dengan nada menekan. Satu urat di bawah dagunya terlihat menonjol karena harus menahan rasa kesalnya.

“Tunanganku belum keluar dari air dan tidak ada seorang pun dari anak buahmu menyelam untuk mencarinya. Apakah seperti ini kediaman Count memperlakukan Putri Tertua mereka?!” marahnya.

Tuan Count berkeringat dingin. Perkataan tajam itu bertujuan menyindir dirinya—kepala keluarga Sharon yang tidak becus mengurus cucunya.

“Ma-maafkan saya, Tuan Duke. Saya—“

“Banyak bicara!” Arsenio menyentak.

Dia melepaskan jubah kesatrianya dan melompat ke dalam air. Dia menyelam cukup dalam untuk mencari keberadaan Nona Sirena.

Tapi yang dia temukan hanya sebuah cahaya terang di dasar sungai. Cahaya itu membungkus sesuatu—itu adalah Nona Sirena yang tertidur lelap di dalam cahaya putih terang yang mirip dengan wujud sihir suci.

Tak lama setelah itu, Arsenio melihat wanita itu tersadar dan cahaya putih itu menghilang perlahan-lahan dari sekelilingnya.

“Nona Sirena. Anda selalu mencari perhatian saya tiap kali saya berkunjung. Bukankah usaha Anda terlalu berlebihan?"

Wanita itu menoleh pada sumber suara. Dia melihat seorang lelaki yang baru saja melakukan telepati padanya.

Raut wajah wanita itu terlihat tidak baik. Dia membuat Arsenio menatapnya dingin.

“Apa lagi sekarang?” pikir Arsenio sedikit geram.

Lelaki itu mendekat. Dia berusaha menggenggam kedua tangan Sirena. Namun wanita itu malah terus memberontak dan kehabisan napas seperti orang bodoh.

“Bodohnya calon istriku!” hardiknya.

Wanita itu membulatkan mata. Dia melihat bibir mereka bertabrakan dan udara mengalir di dalam sana.

Sirena terlihat lega. Dia bisa bernapas. Tapi lelaki di depannya terlihat marah. Wajahnya sangat menakutkan sampai membuatnya merinding.

Dia berenang ke permukaan—menyelamatkan diri dari tatapan menerkam Arsenio yang seperti ingin membunuhnya.

Puahh!

“Nona Sirena!!” teriak para pelayan, terkejut.

Tuan Einar masuk ke dalam air. Dia membantu mengeluarkan Sirena yang kesulitan bergerak karena gaun yang berat. Dia membiarkan Sirena duduk di atas tanah dalam kondisi basah

Arsenio menyusul keluar dari air sambil memastikan tunangannya baik-baik saja.

“Anda baik-baik saja, Nona?” Senna, wanita berusia dua puluh tiga tahun itu menangis. Dia memeluk Tuannya dengan erat sampai membuat Sirena kembali kesulitan bernapas.

“Ugh, napasku—“

Sirena menepuk punggung Senna agar dia melepaskan pelukan mereka. Setelah itu, Sirena kembali mengatur napas dengan baik sebelum dia memutuskan berdiri.

“Sikap tidak bermoral apa yang kamu lakukan pagi ini, Sirena?!”

Count Orlando berjalan mendekati cucunya. Dia menatap Sirena dengan tatapan dingin dan mengintimidasi.

Sebagai kepala keluarga Sharon, dia sangat malu mengingat tindakan Sirena pagi ini. Terutama saat Tuan Duke Arsenio berada di kediamannya.

Sirena hanya diam. Dia menatap orang-orang di sekelilingnya dengan tatapan asing. Bahkan pada lelaki tua yang sedang memarahinya.

“T-tunggu dulu. Biarkan saya berpikir!” Sirena memejamkan mata. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi.

Namun isi kepalanya benar-benar kosong. Dia tidak mengenal orang-orang itu dan tempat aneh yang dihuni para manusia berpakaian abad pertengahan ini.

“Saya ingat tertabrak mobil dan kepala saya terluka cukup parah.” Sirena mengerutkan kening. “Bukankah seharusnya saya mati? Tapi kenapa ... saya di sini?” gumamnya dengan suara kecil.

Orlando dan Arsenio mengerutkan kening. Mereka terlihat bingung dan marah. Tapi wajah Sirena yang terlihat linglung membuat mereka terdiam beberapa saat.

“D-darah!” Senna menunjuk tengkuk Sirena. “Nona, Anda berdarah. Panggilkan Dokter!”

Sirena memejamkan mata. Dia merasa pusing setelah mendengar suara Senna yang melengking. Tubuhnya menjadi tidak seimbang. Dia tidak bisa berdiri dengan benar.

“Kau benar-benar terluka sekarang!” sindir Arsenio. Dia menopang tubuh Sirena dari belakang.

Keduanya bertatapan beberapa saat sebelum wanita itu kehilangan kesadarannya.

“Nona ... Nona ... Anda sudah sadar?”

Sirena membuka matanya. Kepalanya terasa berat dan ketat. Tampaknya dokter yang memasang perban untuk lukanya terlalu kasar saat mengikatnya.

Wanita itu melihat wajah salah satu pelayan yang berdiri di sisi kiri ranjangnya. Dia mengenali pelayan itu dengan baik—tidak seperti sebelumnya.

Wanita cantik berpakaian pelayan itu sedang duduk bersimpuh di bawah ranjang sambil menggenggam tangan Sirena dengan erat.

“Posy?”

Wanita itu tersenyum senang. Bahkan dia sampai menangis karena terharu. Nona Sirena mengenal dirinya bahkan saat dia tidak bisa mengenal Senna sebelumnya.

Ini sungguh sebuah berkat bagi Posy.

“Ya, Nona. Anda benar. Saya Posy. Dayang Anda.” Posy menggenggam tangan Sirena dengan erat dan menangis sambil tersenyum. “Syukurlah Anda mengingat saya. Terima kasih, Nona.”

Sirena hanya diam. Dia merasa aneh karena berpindah dimensi setelah kematiannya beberapa saat yang lalu.

Bahkan setelah membuka mata untuk kedua kalinya, Lonie Karia yang sekarang telah menempati tubuh cucu perempuan pertama dari keluarga Count Sharon ini dapat mengingat semua memori gadis berusia tujuh belas tahun itu.

“Apa yang terjadi padaku?” gumam Sirena pelan.

Posy menatap Sirena yang kehilangan semangat dengan tatapan sendu. “Anda sungguh tidak mengingatnya?”

Sirena menoleh pada Posy dan tersenyum masam. Padahal dia hanya bicara sendiri, tapi sepertinya dia telah membuat Posy merasa cemas.

“Tidak. Lupakan saja,” ucap Sirena diakhiri senyuman lembut.

Dia menarik punggungnya ke depan dan bangkit dari posisi tidur. Sirena duduk tegap di atas ranjang dengan tatapan lemah.

“Panggilkan Dokter. Aku merasa sangat lemas sekarang.”

Posy segera bangkit. “Saya akan segera kembali, Nona.”

Klap ....

Posy baru saja keluar dengan langkah tergesa. Namun lelaki yang tadi terus berbicara sarkas padanya malah masuk ke dalam kamar dan menemuinya.

“Bagaimana keadaanmu?” tanya Arsenio.

Lelaki bernama Arsenio Orlan itu adalah tunangannya. Dia seorang Duke Muda yang menjadi kepala keluarga setelah kematian Ayahnya, Duke Oberon, di usia ke tujuh belas tahunnya.

Sekarang usia lelaki itu menginjak dua puluh tahun. Inilah alasan Kaisar mendorong Duke Arsenio yang merupakan keponakannya untuk cepat-cepat menikah. Karena usianya sudah masuk ke usia layak menikah.

Berdasarkan ingatan dalam tubuh Sirena, hubungan Sirena dan Arsenio tidak baik karena Arsenio tidak suka wanita lemah sepertinya. Terlebih lagi hubungan mereka semakin buruk karena Sirena menyukai Putra Mahkota Kekaisaran Firas yang sama sekali tidak mencintainya.

“Kacau.” Sirena menepuk keningnya dan memijit pelipisnya pelan.

Arsenio menaikkan kedua alisnya. Tatapan dan gelagat wanita itu sangat berbeda dengan sebelumnya. Dia mulai sedikit curiga dengannya.

“Kamu mengatakan hal aneh sebelumnya. Tentang kecelakaan yang merenggut nyawamu.”

Sirena menatap lelaki itu dengan intens. Pertanyaan yang diajukan oleh Arsenio membuatnya sedikit cemas.

“Apakah kamu tidak berasal dari tempat ini?”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Iin Romita
Masih browsing otakku.. Fantasi, tapi gaya bahasa beda, bagus n aku pantau kau Arsenio.masihkah kau sebut si Serena gadis lemah?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status