Kakek Dony pun sampai di apartemen Eron. Sebuah apartemen mewah yang dibelikan Kakek Dony untuk Eron asisten setianya. "Apa yang ingin Kakek bicarakan di sini?" tanya Eron setelah mempersilakan Kakek Dony masuk ke dalam apartemennya. Lama pria tua itu diam setelah sampai di apartemen Eron membuat laki-laki itu pun bingung sendiri. "Apa semua ini tentang cucu Anda?" tanya Eron memulai percakapan. Kakek Dony tersenyum masam membuat Eron bisa menebak apa yang dipikirkan majikannya itu. "Aku khawatir dengan Wijaya jika wanita itu masih bersamanya," ucap Kakek Dony setelah lama ia terdiam. "Yah, wajar kalau Kakek khawatir tapi, Kakek jangan terlalu memikirkannya agar kesehatan Kakek tak memburuk," tutur Eron khawatir. "Andai Wijaya bisa seperti kamu aku tak akan sekhawatir ini!"Eron tersenyum masam karena ia tak suka jika dibandingkan dengan Wijaya. "Aku yakin wanita itu akan melakukan sesuatu setelah kartu kredit Wijaya diblokir!" "Sekarang apa rencana Kakek?" "Aku sedang memik
Ayana masih memperhatikan mobil yang berwarna merah itu dan keluarlah seorang wanita yang begitu sempurna dengan tinggi semampai dan berwajah cantik dengan rambut pirang panjang. "Siapa dia?" tanya Ayana dalam hatinya. Ayana pun berjalan keluar dari balkon dan seseorang wanita pun berjalan masuk ke kamar suaminya. "Tunggu, siapa kamu?" tanya Ayana mencoba menahan wanita itu masuk ke kamar suaminya. Wanita itu pun tetap saja masuk tanpa memperdulikan Ayana yang ikut masuk ke dalam kamar suaminya. "Sayang," panggil wanita itu sembari memeluk Wijaya yang masih belum sadarkan diri. Seketika laki-laki itu pun beranjak bangun terkejut melihat wanita tersebut. "Sedang apa kamu di sini?" tanyanya melihat sekitar. Ayana yang baru masuk pun buru-buru keluar lagi sebelum suaminya melihatnya. Ayana berdiri dibalik pintu bingung harus bagaimana?" "Siapa wanita itu?" tanyanya dalam hati. Ayana mencoba mengintip ke kamar suaminya untuk melihat apa yang terjadi di kamar itu. Di dalam kam
Wijaya langsung masuk ke kamar Kakek Dony secara paksa. "Maaf Kakek Dony," ucap Eron karena tak bisa menahan Wijaya masuk ke kamar Kakek Dony. "Tak apa-apa," ucap Kakek Dony membiarkan cucunya masuk. Eron pun menganggukan kepalanya dan kembali keluar kamar Kakek Dony. "Kakek tak bisa melakukan ini padaku!" hardik Wijaya "Kenapa tak bisa toh semua ini punya Kakek?" jawab Kakek Dony balik tanya cucunya. "Aku cucu kakek, aku yang lebih berhak atas semua milik Kakek!" "Aku yang bekerja keras kenapa kamu yang ingin memilikinya ....?" Wijaya menatap Kakek Dony dengan tatapan marah. "Kamu mengharapkan aku mati!" Wijaya terdiam tak berkata-kata lagi, walau bagaimanapun juga Wijaya sangat menyayangi kakeknya. "Jika kamu ingin memiliki semua ini, ikuti aturanku jika kamu tak suka kamu tinggalkan rumah ini," tutur Kakek Dony serius. Wijaya terdiam lagi .... "Bukankah kamu ingin bersama dengan wanita itu kamu harus mulai dari nol." "Buktikan padaku kalau kamu bisa hidup tanpa bantua
"Saya terima nikahnya dan kawinnya Ayana Putri Binti Hartono dengan mas kawin satu set perhiasan berlian seberat 20 gram dengan uang tunai satu milyar dibayar tunai," ucap Wijaya Langit dengan lantang saat menikahi gadis pilihan kakeknya. "Bagaimana syah saudara-saudara?" tanya penghulu di depan Wijaya Langit saat menjabat tangan Hartono ayah Ayana. "Syah," ucap serentak dari semua tamu undangan termasuk kakek Dony yang meneteskan air matanya terharu karena ia bisa melaksanakan amanat sahabatnya. Semua orang bersorak-sorai atas pernikahan ini semua terlihat bahagia kecuali Vina Ranti yang terlihat kesal dengan pernikahan putranya. Setelah acara akad nikah sang pengantin wanita pun datang ke hadapan Wijaya Langit dan itu pertama kalinya laki-laki ini melihat istrinya sendiri. Sesaat Wijaya Langit sempat terpukau saat melihat istrinya sendiri namun, ia buru-buru berpaling dan melihat sekitar tamu undangan yang hadir. "Terima kasih karena memenuhi amanat dari kakekku," ucap Ayana m
Wijaya meloncat dari tempat tidurnya dan segera berlari ke kamar mandi. "Ada apa?" tanyanya khawatir. "Airnya terlalu panas," jawab Ayana hampir menangis karena tangan kanannya melepuh karena air panas yang keluar dari shower. Wijaya menghembuskan napas sembari menggelengkan kepalanya. "Kamu itu hidup di planet mana sih, kaya gini saja ga tau!" serunya sembari menarik tuas shower. Ayana diam saja saat memperhatikan suaminya menarik tuas di depan shower. "Dengarkan aku!" hardik Wijaya sembari menoleh ke arah Ayana. Ayana mengangguk-anggukkan kepalanya melihat ke arah Wijaya. "Sebelah kiri, air panas, sebelah kanan air di dingin dan tengah-tengah air hangat jika ingin air biasa tarik yang sebelah atas ini," tutur Wijaya menjelaskan. Ayana menganggukan kepalanya sembari mengusap tangan kanannya yang sudah terasa panas sudah mulai bengkak. Wijaya menarik tangan Ayana dan mulai membasuh tangan yang melepuh dengan air hangat membuka kotak obat di depannya mengoleskan salep pada ta
Semua orang tertuju pada Ayana yang menjerit karena tertusuk pecahan piring. "Tanganmu berdarah nak?" tanya Kakek Dony khawatir. Ayana hanya menganggukkan kepalanya sembari menahan air mata agar tak keluar. "Tak perlu membereskan pecahan piring itu, biar para pembantu saja yang bereskan," ungkap Kakek Dony masih memperlihatkan kekhawatirannya. "Wijaya, obati istrimu," pinta Kakek Dony lagi. Wijaya pun menganggukan kepalanya dan meminta pelayan rumah membawakan kotak obat. "Kenapa kamu ceroboh sekali?" tanya Wijaya sembari membersihkan sisa-sisa pecahan piring di tangan istrinya. "Maaf," ungkap Ayana sembari meneteskan air matanya. "Ga usah cengeng." Wijaya masih membersihkan pecahan piring setelah itu memberikan obat merah pada lukanya. "Ayo kita sarapan," ajak Kakek Dony begitu cucunya selesai mengobati luka di tangan istrinya. "Kamu tau, berapa harga piring yang kamu pecahkan?" tanya Vira tiba-tiba saat mereka sarapan pagi. Ayana menggelengkan kepalanya tak tau berapa kar
Ayana menghapus air matanya dan berusaha untuk menghapus air mata. Beranjak bangun untuk membuka pintu kamarnya. "Mana Wijaya?" tanya Kakek Dony tiba-tiba. "Ada di dalam kamar," jawab Ayana. "Oh di kamar, ya sudah, ..." Kakek Dony pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun membuat Ayana bingung dan kembali masuk kamarnya. Beberapa saat kemudian Wijaya terbangun karena suara ponselnya terus saja berdering. "Halo," jawab Wijaya setengah sadar. "Cepat jemput Ayana di Mallcity!" seru seseorang di balik telpon. "Iya, aku ke sana sekarang," jawab Wijaya lagi langsung beranjak bangun dan segera bergegas ke kamar mandi untuk bersiap. Sampai 60 menit, Wijaya baru saja datang ke Mallcity dan Kakek Dony pun sudah menunggu di depan pintu keluar dengan ekspresi marah. "Kenapa lama sekali?" tanya Kakek Dony marah. "Maaf Kek, jalanan macet," jawab Wijaya. "Yah sudah bawa istrimu jalan-jalan ke dalam," gumam Kakek Dony lagi. Wijaya mengerutkan keningnya. "Bukankah kakek mau pulang?" tanya
Wijaya sudah berkeliling satu Mallcity tapi, Ayana masih belum ketemu. Ia tak bisa memberitahu Kakek Dony kalau istrinya hilang bisa-bisa ia sendiri yang kena marah. Langkahnya terhenti saat ia melihat istrinya tepat di depan bioskop sedang makan eskrim dengan santai. "Jadi sedari tadi kamu di sini?" tanya Wijaya begitu ia dihadapan istrinya. "Iya, sedari tadi aku duduk di sini menunggumu sampai habis 24 cup eskrim," jawab Ayana santai. Wijaya menghembuskan napas panjang. Rasanya ia kesal sekali dengan istrinya tapi, salahnya juga karena ia tak tau nomor istrinya. "Berikan nomormu padaku?" tanyanya sembari memberikan ponselnya pada Ayana. Wanita itu pun mengambil ponsel suaminya dan menuliskan nomor ponselnya. Setelah itu, Wijaya pun menghubungi nomor yang diberikan Ayana. "Itu nomorku, simpan di ponselmu kalau ada apa-apa kamu bisa hubungi nomor itu!" serunya berpaling. Rasanya Wijaya masih kesal tapi, sudahlah yang penting istrinya sudah ketemu. Sepanjang perjalanan pulang W