Share

Tak Berubah

Ayana pun mengurungkan niatnya untuk mengambil ponsel suaminya.

"Aku tak boleh mengambil ponsel Wijaya tanpa izin," gumam Ayana lagi membiarkan ponsel suaminya terus saja berdering sampai berhenti sendiri.

Sampai besok pagi keduanya pun tertidur di ranjang yang sama.

Pagi-pagi sekali Kakek Dony sudah sampai di rumah sakit namun, balik lagi begitu ia masuk.

"Dokter jangan dulu masuk," tahan Kakek Dony begitu melihat dokter sudah ada di depannya.

"Kenapa?" tanya dokter bingung.

"Cucu saya ...." Kakek Dony bingung bagaimana menjelaskannya.

Dokter pun tersenyum mengerti maksud kakek dan pergi dari sana.

Kakek menunggu di luar ruangan tak berani menganggu pasangan suami istri itu di dalam ruangan.

Seorang wanita terhenti begitu melihat Kakek Dony di depannya ia terdiam tak bisa berkata-kata lagi karena sudah ketahuan pria tua itu.

"Untuk apa kamu datang ke sini?" tanya Kakek Dony sengaja menghampiri wanita itu.

"Maaf kek, aku tak bermaksud menganggu ...."

"Jangan sok lugu di depanku," bentak Kakek Dony ketus.

"Aku tau Kakek tak mudah di tipu seperti cucu kakek itu," balasnya.

"Akhirnya kamu menunjukan siapa dirimu!"

"Asal kakek tau, bukan aku yang mengejar cucu kakek tapi, cucu kakek yang mengejarku."

"Hentikan omong kosongmu ... Kamu tak pantas bersanding dengan cucuku?"

"Yah, aku menang beda kasta denganmu tapi, apa wanita pilihanmu pantas untuk cucumu?"

"Dia lebih baik darimu."

"Lebih baik apa nya hanya seorang wanita kampung."

Plak tamparan keras mendarat di pipi wanita itu membuat Wijaya yang melihat itu pun langsung menarik wanita itu dari hadapan kakeknya.

Kakek Dony mengepalkan tangannya. "Jalang sialan, sengaja melakukan ini padaku," gerutunya kesal.

"Anda tak apa-apa?" tanya Eron asisten Kakek Dony.

Pria tua itu pun menggelengkan kepalanya.

"Sekarang kita lihat keadaan Ayana," ucap Kakek Dony lagi.

Eron pun menganggukan kepalanya.

Wijaya menarik tangan wanita itu dan melepaskannya begitu menjauh dari tempat Kakek tadi.

"Sedang apa kamu di sini?" tanya Wijaya cemas.

Wanita itu pun memeluk Wijaya dengan erat.

"Aku tak bisa tanpamu," ungkapnya pelan masih memeluk Wijaya.

Wijaya terdiam tak bisa berbuat apa-apa.

"Aku rela menunggumu asal kamu tak meninggalkanku," gumamnya menangis.

Wijaya menghembuskan napas panjang dan melepaskan pelukan wanita itu.

"Lebih baik, kamu pulang saja," pinta Wijaya.

"Kamu mengusirku sekarang?" tanyanya berkaca-kaca.

Wijaya memegangi tangan wanita itu. "Aku tak mau kakek menamparmu lagi," jawab Wijaya pelan.

Wanita itu memeluk Wijaya lagi. "Aku sangat merindukanmu," gumamnya lagi.

"Kamu pulang sekarang nanti aku akan menghubungimu nanti."

Wanita itu pun melepaskan pelukannya sembari menganggukan kepalanya.

Wijaya mengantarkannya ke parkiran dan setelah itu pun kembali ke ruangan istrinya.

"Kakek, aku bosan di sini," gumam Ayana manja.

"Kamu harus sembuh dulu baru pulang," jawab Kakek Dony.

Kakek Dony berpaling begitu melihat cucunya Wijaya.

Dokter pun mengetuk pintu ruangannya. "Boleh masuk?" tanyanya.

Kakek Dony pun menganggukan kepalanya. Dokter pun memeriksa Ayana.

"Bagaimana keadaan cucuku?" tanya Kakek Dony.

"Keadaannya sudah lebih baik, lusa pun bisa pulang," jawab dokter.

"Kamu dengar Ayana, besok kamu bisa pulang kalau keadaanmu sudah sembuh," lanjut Kakek Dony.

Dokter pun menganggukan kepalanya tersenyum setelah itu pun keluar dari ruangan Ayana.

"Ayana, kamu istirahat dulu yah ... ada yang harus kakek bicarakan dengan Wijaya," ucap Kakek Dony.

"Baik kek," jawab Ayana sambil tersenyum.

Wijaya tak mengatakan apa-apa mengikuti Kakek Dony keluar dari ruangan Ayana.

"Apa yang terjadi dengan mereka?" tanya Ayana penasaran memperhatikan Kakek Dony dan Wijaya.

Kakek Dony berjalan agak jauh dari ruangan Ayana tak ingin Ayana mendengar percakapan mereka.

"Aku harap kamu tinggalkan wanita itu!" seru Kakek Dony.

"Maafkan aku kek ...."

Tanpa aba-aba pria tua itu pun menampar cucunya Wijaya.

"Apa yang kamu harapkan dari wanita itu?" tanya Kakek Dony kesal.

Wijaya menundukkan kepalanya tanpa berani melawan ucapan kakeknya.

"Kamu mengecewakanku." Kakek Dony pergi begitu saja tanpa mengatakan apa-apa lagi diikuti oleh Eron.

Kakek Dony kembali ke ruangan Ayana.

"Sayang, kakek pamit yah," ucap Kakek Dony sembari membelai rambutnya.

"Aku ingin pulang bersama kakek," pinta Ayana merengek.

"Jika kamu sembuh kakek akan jemput kamu di sini."

Ayana merangkul tangan Kakek Dony. Pria tua itu pun mengecup kening Ayana.

"Wijaya akan menemanimu."

Ayana menganggukan kepalanya mengizinkan Kakek Dony untuk pulang.

Wijaya pun masuk ke ruangan Ayana, sikap Kakek Dony pun dingin dan datar meninggalkan ruangan Ayana.

Wanita itu pun mengerutkan keningnya tak mengerti apa yang terjadi dengan Kakek Dony dan Wijaya.

"Kamu sudah sarapan?" tanya Wijaya.

Ayana menggelengkan kepalanya dan memperhatikan pipi Wijaya yang merah.

"Kamu mau makan apa?" tanya Wijaya lagi.

"Terserah kamu, aku malas makan."

"Kenapa?"

"Kalau kamu tak makan bagaimana kamu sembuh?"

"Aku, mau bubur saja."

Wijaya menganggukan kepalanya menyetujui keinginan Ayana.

"Aku akan beli bubur di luar kamu tunggu di sini."

Wijaya pergi meninggalkan ruangan Ayana untuk beli sarapan. Langkahnya terhenti saat melihat seorang yang ia kenal.

Wijaya lupa untuk membeli sarapan malah mengikuti seseorang yang ia kenal. Namun, jejaknya menghilang begitu saja.

"Ke mana dia pergi?" tanyanya sendiri.

Wijaya mengambil ponselnya dan menelponnya lama ia menunggu jawaban dari telponnya sampai seseorang menjawab teleponnya.

"Kamu di mana?" tanya Wijaya penasaran.

"Aku di apartemen," jawabnya.

"Baiklah, kamu sudah sarapan?"

"Sudah baru selesai."

"Kapan kamu ke sini?"

"Aku tak bisa janji istriku masih di rumah sakit."

"Aku mengerti."

"Yah sudah, aku tutup yah."

Wijaya pun menutup telponnya dan menghembuskan napas panjang.

"Sepertinya aku salah lihat," gumamnya beranjak dari sana dan kembali berjalan keluar rumah sakit.

Seorang wanita bersembunyi dibalik pintu ruangan. Ia melihat sekitar dan buru-buru pergi dari rumah sakit jalan belakang.

Wijaya pun kembali ke ruangan Ayana sambil membawa bubur.

"Ini sarapanmu," ucap Wijaya.

Ayana mengambil bubur yang dibelikan Wijaya. Padahal makanan di rumah sakit sudah ada di mejanya.

Wijaya kembali melihat ponselnya tak memperhatikan Ayana sama sekali.

Ayana memperhatikan suaminya secara seksama.

"Sedang apa kamu melihatku seperti itu?" tanya Wijaya melihat istrinya dengan sudut matanya.

"Aku perhatikan wajahmu lumayan juga," jawab Ayana.

Wijaya tersenyum. "Kenapa, kamu baru sadar kalau suamimu ini lumayan tampan?" tanya Wijaya narsis.

Ayana cemberut tak ingin mengakui kalau suaminya tampan dan juga rupawan.

"Apa ada wanita lain yang menjadi kekasihmu?"

Seketika Wijaya pun batuk-batuk mendengar pertanyaan istrinya.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu?"

"Aku penasaran saja, tak mungkin kan kamu tak mempunyai kekasih dengan wajahmu yang tampan itu!"

Wijaya terdiam tak ingin mengatakan apa pun karena menurutnya itu bukan urusan Ayana.

Ayana penasaran kenapa suaminya tak menjawab apa yang ia tanyakan, sehingga hatinya bertanya-tanya apa ada wanita lain di hati suaminya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status