Share

Salah

Semua orang tertuju pada Ayana yang menjerit karena tertusuk pecahan piring.

"Tanganmu berdarah nak?" tanya Kakek Dony khawatir.

Ayana hanya menganggukkan kepalanya sembari menahan air mata agar tak keluar.

"Tak perlu membereskan pecahan piring itu, biar para pembantu saja yang bereskan," ungkap Kakek Dony masih memperlihatkan kekhawatirannya.

"Wijaya, obati istrimu," pinta Kakek Dony lagi.

Wijaya pun menganggukan kepalanya dan meminta pelayan rumah membawakan kotak obat.

"Kenapa kamu ceroboh sekali?" tanya Wijaya sembari membersihkan sisa-sisa pecahan piring di tangan istrinya.

"Maaf," ungkap Ayana sembari meneteskan air matanya.

"Ga usah cengeng." Wijaya masih membersihkan pecahan piring setelah itu memberikan obat merah pada lukanya.

"Ayo kita sarapan," ajak Kakek Dony begitu cucunya selesai mengobati luka di tangan istrinya.

"Kamu tau, berapa harga piring yang kamu pecahkan?" tanya Vira tiba-tiba saat mereka sarapan pagi.

Ayana menggelengkan kepalanya tak tau berapa karena piring yang tadi pecah tak berbeda jauh dengan piring yang ada di rumahnya.

"Satu piring itu tiga juta," jawab Vira sinis.

"Apa tiga juta," ucap Ayana terkejut tak menyangka harga satu piring saja bisa semahal itu.

"Sudah-sudah tak perlu membahas harga piring kita makan saja piring itu banyak di dapur pecah satu tinggal beli lagi," balas Kakek Dony santai.

Mendengar ucapan enteng Kakek Dony membuat Ayana semakin ingin menangis karena belum apa-apa ia sudah membuat kesalahan.

Sarapan pun berjalan seperti biasanya di pagi itu hanya perasaan Ayana masih tak enak karena masalah piring.

"Kamu mau ke mana?" tanya Kakek Dony saat cucunya bersiap pergi.

"Ke kantor," jawab Wijaya buru-buru.

"Ga boleh, pengantin baru masa sudah kerja lagi," tolak Kakek Dony.

"Tapi, di kantor sedang ada masalah?"

"Biar kakek dan ibumu yang bereskan kamu di sini saja temani istrimu," pinta Kakek Dony.

"Tapi Kek ...."

"Ga ada tapi-tapian diam di rumah dan turuti ucapan Kakek!"

Wijaya mengangguk-anggukkan kepalanya tak bisa melawan ucapan kakeknya dan Kakek Dony pun keluar bersama ibunya Vira meninggal Wijaya dan Ayana di rumah.

Ayana duduk di pinggir kolam renang pikirannya masih tak enak karena masalah piring tadi pagi. Wanita itu terus saja melamun sampai tak sadar kalau Wijaya mendekatinya.

"Kamu ...."

Belum selesai Wijaya berbicara Ayana keburu masuk kolam karena terkejut.

"Tolong," ucap Ayana mulai tenggelam sembari melambaikan tangannya.

Wijaya tersenyum jahat menyangka kalau Ayana mempermainkannya akan tetapi, wanita itu terus saja meminta tolong membuat Wijaya sadar kalau istrinya benar-benar tak bisa berenang.

Laki-laki itu pun melompat ke dalam kolam dan mencoba menyelamatkan Ayana yang mulai kehilangan kesadaran.

"Ayana, sadar," ucap Wijaya sembari menepuk-nepuk pipinya agar Ayana sadar.

Beberapa saat kemudian Ayana pun batuk-batuk mulai sadar setelah keluarnya air dari mulut Ayana karena tubuhnya sudah kemasukan air.

Wijaya pun lega melihat istrinya sudah sadar.

"Kalau ga bisa berenang jangan duduk di samping kolam kalau kamu tenggelam lagi siapa yang akan menolong?" tanya Wijaya ketus.

"Maaf, aku sedang melamun karena itu aku terkejut saat melihatmu," jawab Ayana lagi.

"Mulai sekarang jangan duduk di pinggir kolam lagi kamu dilarang duduk di sini!"

Wijaya beranjak bangun meninggalkan Ayana yang masih basah di tepi kolam renang.

Ayana hanya menganggukkan kepalanya. Wanita itu pun ikut beranjak mengikuti suaminya merinding saat melihat kolam karena jujur saja ada trauma mendalam saat tenggelam di dalam air itu yang membuatnya tak bisa berenang.

Ayana menjerit lagi saat melihat suami begitu polos tanpa mengunakan pakaian sama sekali di dalam kamarnya.

"Kenapa kamu tak berpakaian sama sekali?" tanya Ayana menutup matanya dengan kedua tangannya karena ia melihat tubuh kekar suaminya polos tanpa pakaian.

Wijaya menoleh ke arah istrinya. "Ga usah lebay, ini kamarku, kenapa kamu yang repot?" tanya Wijaya lagi melanjutkan memakai pakaian yang lebih santai kaos dan celana pendek.

Ayana masih belum berani membuka kedua tangannya takut suaminya belum berpakaian.

"Sampai kapan kamu menutup wajahmu?" tanya Wijaya memperhatikan tingkah konyol istrinya.

"Kamu sudah memakai pakaian kan?" tanya Ayana masih belum berani membuka tangannya.

"Aku masih polos malas berpakaian," ucapnya mengerjai istrinya.

"Wijaya Langit kamu jangan becanda, aku ga bisa ganti baju kalau kamu masih belum berpakaian," balas Ayana.

"Kalau mau ganti tinggal ganti saja kita kan sudah menikah wajar saja kalau tak berpakaian."

Wijaya masih mengerjai istrinya yang begitu lugu.

Secara perlahan, wanita itu pun membuka kedua tangannya secara perlahan khawatir suaminya belum memakai pakaiannya.

Ayana cemberut begitu melihat suaminya tersenyum puas karena sudah mengerjainya. Wanita itu pun masuk kamar mandi.

"Sebenarnya dia normal ga sih, masa iya dia tak mau melihat tubuh kekar ku," gumam Wijaya percaya diri.

"Lama-lama aku bisa gila karenanya," gumam Ayana di kamar mandi.

"Sadar Ayana, sadar ... Wijaya Langit itu sudah menjadi suamimu wajarlah kalau dia polos di depanmu," pikir Ayana dalam hatinya.

"Tapi, aku belum terbiasa dengan ini." Ayana menundukkan kepalanya merasa malu sendiri karena kejadian tadi karena ini pertama kalinya ia melihat tubuh laki-laki selama hidupnya.

Wanita itu sudah berpakaian lengkap begitu keluar dari kamar mandi tak ada suaminya di kamarnya. Tiba-tiba saja Ayana pun bersih-bersih.

"Karena tenggelam tadi, aku kena flu!"

Wanita itu pun menghembuskan napas panjang dan mencoba berbaring di tempat tidur.

"Rasanya aku merindukan orang tuaku," gumam Ayana lagi.

Tanpa sadar Ayana pun terlelap tertidur. Entah berapa lama wanita itu tertidur sampai tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan kedatangan suaminya yang tidur di sampingnya.

"Wijaya," panggilnya terkejut karena suaminya sudah berbaring di tempat tidurnya.

Ayana beranjak bangun dan mencoba membuka pakaian Wijaya akan tetapi, laki-laki itu pun langsung merangkul Ayana.

"Kamu istrikukan?" tanyanya setengah sadar.

Wanita itu menutup hidungnya. "Kamu mabuk?" tanyanya.

"Aku hanya minum sedikit," jawab Wijaya sambil tersenyum.

"Kamu mabuk, bajumu bau alkohol!" serunya lagi mencoba melepaskan diri.

"Memangnya kenapa, kalau aku mabuk?" tanya Wijaya beranjak bangun.

"Harusnya kamu tak pergi bukankan Kakek Dony melarang kamu pergi," jawab Ayana memperhatikan suaminya.

"Kamu berisik, aku kan sudah pulang lagi."

"Harusnya kamu bilang padaku kalau kamu mau pergi!"

"Kamu bawel, pergi sana!" hardik Wijaya sembari mendorong tubuh Ayana sampai terjatuh dari tempat tidur.

"Au," gumam Ayana pantatnya sakit karena jatuh sekaligus ke lantai.

"Kamu bukan wanita pilihanku aku terpaksa menikahimu karena Kakek Dony jadi jangan sok-soan mengaturku," bentak Wijaya dalam keadaan setengah sadar.

Tanpa bisa berkata-kata Ayana pun meneteskan air matanya entah kenapa ia merasa sakit hati dengan ucapan suaminya.

Suara ketukan pintu pun membuyarkan lamunannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status