Share

2. Kagum

"REVAN?!"

"Astaghfirullahal'adzim? Apa yang terjadi kepadanya?" pekik wanita cantik yang sudah memasuki kepala empat.

Berli yang masih bergeming di tempat, kini hanya bisa menundukkan kepalanya sambil meremas ujung bajunya.

"Apa ada yang bisa menjelaskannya?" tanya sosok pria paruh baya yang saat ini sedang menatap penuh tanya kepada beberapa orang disekitarnya.

Pria jangkung berkumis tipis kini langsung menyenggol lengan Berli. Seketika gadis cantik itu langsung mendongak dan menatap pria di sampingnya.

Pak Ridwan adalah nama penjaga pintu masuk perumahan elit itu. "Bicaralah, Neng! Tolong jelaskan kepada orangtua Pak Revandra!" bisik Pak Ridwan yang meminta agar Berli membuka suaranya.

Sebelum membuka suaranya sejenak Berli menghirup udara segar untuk mengurangi rasa gugupnya. 'Bantu aku untuk menjelaskan semuanya kepada mereka, Ya Allah!' batin Berli.

"Ma-maaf, Tu-tuan! Saya yang menemukan Tuan ini saat kecelakaan terjadi...." ucap Berli lirih dan terbata.

Sosok pria berpawakan tinggi dan tegap kini langsung menatap ke arah Berli. Kemudian secara perlahan pria itu segera mengayunkan kakinya ke arah gadis yang saat ini sedang dilanda kegelisahan.

Narendra Abiyya Bagaskara, pria paruh baya yang dikenal dengan kebijaksanaan dan kerendah hatianya. Saat ini dia sedang berhadapan langsung dengan sosok asing yang menjadi malaikat penolong untuk putranya.

"Lanjutkan penjelasanmu, Nak! Jangan takut!" pinta Rendra dengan ramah.

Berli yang melihat tatapan mata teduh pria itu menjadi teringat kepada mendiang ayahnya yang sudah lebih dulu meninggalkannya.

Sejenak Berli menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan penjelasannya. "Baik, Tuan." sahut Berli.

"Jadi sebelum kecelakaan itu terjadi, Saya sedang berteduh di Halte bus dekat perumahan ini hingga hujan reda. Dan tepat setelah hujan reda saya ingin melanjutkan perjalanan Saya untuk kembali ke rumah. Tetapi baru beberapa langkah meninggalkan halte itu, tiba-tiba Saya melihat mobil yang ditumpangi oleh Tuan ini menabrak trotoar hingga kap mesin mobilnya mengeluarkan asap......."

Berli menjeda ucapannya dan kembali menarik napas dalam-dalam agar dia bisa rileks saat menjelaskan semuanya kepada mereka.

"Awalnya Saya bingung harus berbuat apa, karena di sana sama sekali tidak ada orang. Jadi Saya melakukan semuanya sendiri. Tetapi beberapa saat kemudian setelah Saya memukul-mukul pintu mobil itu, akhirnya pintu pun terbuka dan Saya segera mengeluarkan Tuan ini dari dalam mobilnya. Namun, baru beberapa langkah menghindari mobil itu, tiba-tiba ledakan pun terjadi." imbuh Berli.

Rendra dan Feriza kini langsung membelalakkan matanya saat mendengar penjelasan terakhir gadis di depannya.

"MasyaAllah, Nak! Terimakasih banyak, karena kamu telah menyelamatkan nyawa putra semata wayang kami. Terimakasih, Nak. Terimakasih." ucap Feriza disertai dengan buliran bening yang menetes membasahi pipinya.

"Sama-sama, Nyonya. Semuanya hanya kebetulan saja, karena pada saat itu Saya sedang berada di sana. Mungkin jika ada orang lain yang melihatnya, mereka juga akan melakukan hal yang sama." ujar Berli disertai dengan senyuman di wajah cantiknya.

"Siapa namamu, Nak? Dan kamu tinggal dimana?" tanya Rendra dengan seulas senyum tipis.

"Nama Saya Berlian, Tuan. Tapi Anda bisa memanggil Saya Berli. Dan Saya tinggal tidak jauh dari perumahan ini, jadi Saya sudah sering melewati jalan disekitar sini." jelas Berli dengan sopan.

Feriza yang melihat tatapan teduh dan lesung pipi yang menghiasi wajah cantik Berli. Dalam hati wanita itu menatap kagum sosok gadis remaja yang terlihat sangat sederhana tetapi juga cerdik.

"Berapa usiamu, Nak? Dan kamu kerja apa?" tanya Rendra.

"Usia Saya baru akan menginjak tujuh belas tahun bulan depan, Tuan. Dan Saya hanya bekerja sebagai pemulung di sekitar perumahan ini." jelas Berli lagi.

Seketika Rendra dan Feriza kembali membelalakkan matanya saat mendengar fakta yang sangat mengejutkan untuk mereka.

"Bukankah di usiamu yang masih belia ini, seharusnya kamu masih menimba ilmu di bangku sekolah? Tetapi mengapa sekarang kamu justru sudah bekerja?" celetuk Feriza yang merasa keheranan.

Bukan tanpa sebab Feriza menanyakan hal itu kepada gadis cantik itu. Saat ini dia sedang berpikir, sangat disayangkan jika gadis berparas cantik ini tidak melanjutkan pendidikannya. Apalagi dia memiliki kecerdikan dan kecerdasan yang tinggi.

"Maaf, Nyonya! Bukannya Saya tidak ingin melanjutkan pendidikan Saya. Tetapi jika Saya sekolah, siapa yang akan membiayai pendidikan dan keluarga Saya? Jujur Saya juga bersyukur karena sempat merasakan bangku sekolah, Nyonya. Meskipun Saya hanya lulusan Sekolah menengah pertama, tetapi semua ilmu yang Saya dapat bisa sedikit bermanfaat untuk Saya sendiri khususnya." ujar Berli.

Kini kekaguman dan rasa simpati justru hadir di dalam hati sepasang suami-istri itu. Bahkan mereka juga memiliki rencana tersendiri untuk gadis cantik yang saat ini masih terlihat lusuh.

"Astaghfirullah! Kamu tadi bilang kalau kehujanan 'kan? Kelihatannya baju kamu juga masih basah. Sebaiknya kamu ganti pakaianmu dulu, Nak. Di belakang ada pakaian yang mungkin pas di tubuhmu." timpal Feriza.

"Tidak perlu, Nyonya. Setelah ini Saya akan pulang saja. Saya takut jika nanti Ibu dan Kakak mencari Saya." tolak Berli secara halus.

'Sebaiknya aku segera pulang. Pasti mereka tidak akan memberikan ampun kepadaku karena pulang sangat terlambat.' batin Berli yang sedang dirundung kekhawatiran.

Karena Feriza bukan tipikal orang pemaksa, akhirnya dia mengalah dan membiarkan gadis itu pulang dalam keadaan baju yang basah.

"Baiklah. Tetapi kamu harus mau diantar oleh supir kami ya? Saya mohon jangan menolaknya." pinta Feriza.

"Oh, iya. Ini ada sedikit hadiah untukmu. Tolong diterima ya, Nak. Mungkin ini tidak banyak, tetapi setidaknya sedikit bisa membantumu. Dan sekali lagi kami mengucapkan banyak terimakasih kepadamu." imbuh Rendra sambil mengulurkan tangannya ke arah Berli.

Namun, lagi-lagi gadis cantik itu menolaknya dengan halus dan sopan. "Maaf, Tuan, Nyonya! Bukannya Saya menolak kebaikan kalian. Hanya saja Saya ikhlas melakukannya. Bukankah kita sesama manusia harus saling tolong menolong?"

Ucapan sederhana yang baru saja dilontarkan oleh gadis belia itu seketika membuat hati mereka terenyuh. Bahkan mereka tidak pernah berpikir jika gadis seusia Berli memiliki attitude dan rasa kemanusiaan yang sangat tinggi.

"MasyaAllah, Nak! Maafkan kami! Bukan maksud kami ingin merendahkan atau memberikan imbalan kepadamu. Ini hanyalah sebuah rasa terimakasih dari kamu. Jadi tolong jangan menolaknya dan membuat kami semakin banyak berhutang budi sekaligus nyawa kepadamu." ucap Rendra sambil memaksa Berli untuk menerima sebuah amplop berwarna coklat muda itu.

Sebenarnya Berli tidak ingin dianggap sebagai gadis yang haus akan lembaran kertas. Tetapi jika dia menolaknya lagi, dia juga akan membuat sepasang suami-istri itu kembali mengatakan tentang hutang budi.

"Baiklah, Tuan. Saya akan menerimanya, tetapi bukan untuk Saya pribadi." timpal Berli.

"Lantas untuk siapa, Nak?" tanya Rendra sambil mengernyitkan dahinya.

"Saya ingin uang ini diberikan kepada panti asuhan yang berada di sebuah pemukiman warga, sekitar lokasi terpencil dekat dengan sungai kecil disebelahnya. Dan Saya mohon jika kalian berkenan, tolong jadilah donatur disana. Karena bagi Saya disana adalah tempat ternyaman yang pernah Saya kunjungi setelah kepergian Ayah saya." imbuh Berli.

Bukannya Berli ingin bersikap lancang dan tidak tau diri. Hanya saja dia tidak ingin menerima uang sebanyak itu, apalagi ada Ibu dan Kakaknya yang akan menuntut penjelasan kepadanya.

Bahkan dia sudah memperkirakan, jika dia menerima uang itu. Maka Ibu dan Kakaknya akan memanfaatkan dirinya kembali untuk memeras keluarga dermawan itu.

"Baiklah. Tetapi setidaknya ambil sedikit untukmu, Nak. Saya yakin jika suatu saat nanti kamu akan membutuhkannya." pinta Rendra dengan seulas senyum tipis.

Patuh. Berli pun segera meraih amplop berwarna coklat muda itu dan mengambil beberapa lembar untuk dia simpan sendiri.

Entah mengapa, jika dia juga akan membutuhkan uang itu untuk keperluannya sendiri. "Baiklah, Tuan, Nyonya. Terimakasih banyak atas kebaikan kalian. Semoga saja rezeki kalian semakin mengalir deras seperti air di samudra yang berlimpah ruah."

Setelah mengatakan hal itu, Berli langsung berpamitan dan segera menaiki mobil mewah milik keluarga Bagaskara. Karena malam sudah larut, jadi terpaksa dia menerima tawaran dari sepasang suami-istri yang sangat baik itu.

Tepat saat dia hendak melangkahkan kakinya ke arah pintu keluar. Tiba-tiba saja dia melihat sosok pria muda yang berjalan sangat tergesa-gesa dengan membawa koper yang berisi alat medis.

Gadis cantik itu langsung memperkirakan jika pemuda itu, adalah dokter pribadi yang sempat ditelpon oleh salah satu pelayan di rumah mereka.

"Semoga saja Tuan Revandra bisa kembali sehat seperti sedia kala." gumam Berli sambil memandangi pekatnya malam.

Tidak ingin terlalu memikirkan hal itu, akhirnya Berli melanjutkan langkahnya menuju ke sebuah mobil berwarna hitam.

Hanya membutuhkan waktu kurang lebih sepuluh menit saja. Akhirnya mobil berwarna hitam itu sampai di sebuah jalan yang terdapat gang kecil di dalamnya.

"Berhenti disini saja, Pak. Terimakasih banyak karena sudah berkenan mengantarkan Saya pulang." ucap Berli dengan seulas senyum.

"Sama-sama, Neng. Hati-hati. Saya akan melihat Neng Berli dari sini hingga nanti Neng tidak terlihat lagi." sahut Pak Asep.

Berli hanya mengangguk disertai dengan senyuman di wajahnya. Lesung pipinya kini kembali muncul saat senyuman itu kembali hadir di kedua sudut bibirnya.

Setelah tiba di depan rumah sederhana, Berli langsung di sambut oleh amarah Ibunya. "Bagus ya? Sekarang kamu mulai berani pulang malam, hah?! Apakah kamu menjajakan diri te

rlebih dahulu sebelum pulang? Dasar, jalaang kecil!" hardik wanita paruh baya disertai dengan tatapan mata tajam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status