Share

Istri Kecil Kesayangan Bos Arogan
Istri Kecil Kesayangan Bos Arogan
Author: Caramelly

1.Diputuskan Tiba-tiba

“Erica, maaf. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita!”

Malam itu langit cerah, tapi hati Erika dilanda mendung hebat usai mendengar ucapan Kenzo, pria yang sudah menjadi kekasihnya sejak SMA tersebut. Air mata gadis itu menetes. 

Mereka tengah berada di sebuah taman tempat hiburan malam.

Dan di bawah lampu-lampu taman yang berkerlap-kerlip, Erica diputuskan!

“Kenapa?” tanya Erica dengan suara bergetar menatap kekasihnya.

Kenzo menghela napas, kemudian mengalihkan pandangannya, menatap langit malam. 

”Kedua orang tuaku sudah mengatur perjodohan. Bulan  depan kami akan bertunangan. Maaf!”

Air mata Erica kembali tumpah. Hubungan yang dia bina sejak duduk di bangku SMA akhirnya tetap kandas, karena perbedaan kasta! 

Erica tahu dia tidak sebanding dengan keluarga Kenzo yang berada, karenanya Erica hanya bisa meremas tangannya. Perasaan menyesakkan di dadanya kemudian membuatnya ingin segera pergi dari sana.

“Selamat atas pertunanganmu,” ucap Erica. 

Usai mengucapkan itu, Erica memutar tubuhnya, hendak meninggalkan taman hiburan. 

Namun, Kenzo mencekalnya.

“Lalu bagaimana denganmu?” tanya Kenzo. Matanya memerah. “Aku tidak tega.” 

Erica menghela napas dan tersenyum miring.

”Tidak tega katamu?” ulang gadis itu tidak percaya. “Sebelum mengatakan semua ini, apa kamu sudah mempertimbangkannya? Apa kamu benar memikirkan perasaanku? Kurasa tidak!” 

Tidak ada tanggapan dari Kenzo. Karenanya, Erica melanjutkan, “Semoga kamu bahagia dengan wanita yang dianggap setara oleh keluargamu itu. Tenang, aku pun akan bahagia.”

Erica menarik tangannya, melepaskan cekalan Kenzo. 

“Di masa depan, jika aku bertemu dengan pria yang mencintaiku, kupastikan lelaki itu adalah lelaki terakhir yang akan menjadi kekasihku. Aku akan menikahinya, tidak peduli dia duda sekalipun!”

Kenzo tercengang mendengar kata-kata Erica. Namun, ia tidak sempat bereaksi hingga akhirnya Erica melangkah pergi. 

Gadis itu menangis sepanjang jalan tanpa suara. Malam itu adalah malam yang menyakitkan bagi Erica, selama ini Kenzo yang menjadi penyemangatnya malah membuat hatinya terluka.

Erica menghentikan langkah kakinya, dia berjongkok memeluk lututnya di tengah keramaian lalu-lalang kendaraan di jalanan di malam minggu.

“Kenapa nasibku seperti ini? Aku juga ingin bahagia.”

Sejak kematian ibunya. Erica Stephanie Daphne, 21 tahun menjadi tulang punggung keluarga. Ayahnya sudah menikah lagi dan pria itu tidak lagi membiayai dia serta adiknya. 

Erica pun harus ke sana kemari, dari magang, sampai kerja paruh waktu di berbagai tempat. Saat ini, dia bekerja di sebuah restoran demi membiayai sekolah adiknya. 

Setelah menangis selama beberapa waktu, akhirnya Erica bangkit untuk melanjutkan perjalanan pulang. 

Namun, saat ia hendak menyeberang jalan, Erica tidak menyadari kalau lampu lalu lintas sudah hijau. Karenanya, sebuah mobil dari arah berlawanan tiba-tiba harus mengerem mendadak. 

Erica terkejut dan terjatuh karena syok. 

Tak lama kemudian, seorang sopir keluar dari dalam mobil menghampiri Erica.

Seorang sopir keluar dari dalam mobil menghampiri Erica.

“Non, baik-baik saja?” tanya sopir.

“Saya baik-baik saja. Maaf atas keteledoran saya,” ucap Erica karena dia yang salah.

Sopir itu membantu Erica bangun. Tubuh Erica masih gemetar karena terkejut. 

Meskipun kedua kakinya terasa sangat lemas, Erika berusaha berjalan ke sisi jalan dengan bantuan sopir tadi. Banyak orang yang memperhatikan mereka.

“Non, yakin baik-baik saja? Apa tidak mau saya bantu bawa periksa ke dokter?”

Saat katup bibir Erica terbuka dan hendak terucap, seseorang keluar dari mobil itu. 

Erica melihat sepatu lelaki itu milik brand ternama. Ia bisa menebak kalau pria itu pasti orang kaya, dengan tubuh tegak, gagah, dan dada bidang tampak sempurna. Lelaki itu melangkahkan kakinya dari cahaya jalanan yang sedikit redup. Hingga suaranya terdengar menyapa.

“Pak Yuda, bagaimana kondisinya?” tanya lelaki itu yang perlahan mulai terlihat semakin jelas wajahnya.

Tampan adalah kalimat pertama yang terucap di hati Erica. Namun, Erica terkejut saat menyadari kalau orang itu adalah orang yang sangat dikenalinya. 

Pria itu adalah Leonel Jonathan Winston, 39 tahun, pelanggan setia di restorannya. Dia juga dijuluki customer killer! Karena, dia sangat memperhatikan kebersihan di restoran. 

Selain itu, Erica tadi pagi tidak sengaja menumpahkan kopi di pakaiannya!

‘Sial! Kenapa harus om killer ini, sih!” rutuknya dalam hati.

Manik mata Leonel melihat Erica dari atas hingga ujung kaki. Tatapannya tidak bersahabat dan nyaris tidak enak dipandang.

“Kamu lagi!” ucap Leonel dengan suara pelan nan dingin.

Erica langsung menunduk takut kalau pria itu akan memperpanjang masalah.

“Pak, maafkan saya! Sekali lagi maaf,” ucapnya seraya membungkuk kepada Leonel yang saat ini berdiri di hadapannya, dengan satu tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana.

Pak Yuda menatap Leonel dan berkata,  “Pak, gadis ini baik-baik saja.”

Leonel melihat orang-orang mulai penasaran dengan apa yang terjadi. Jadi, dia tidak ingin ambil pusing. Leonel mengambil sesuatu dari balik jas yang dikenakannya, dan menyodorkan kartu nama.

“Jika kamu merasa sakit dan butuh pertanggungjawaban, kamu bisa menghubungi saya di nomor ini,” ucapnya.

Erica menggelengkan kepalanya. “Tidak usah, Pak, saya baik-baik saja, kok.”

Namun, Leonel tetap menyodorkannya hingga suara Pak Yuda terdengar. 

”Sudah, Non, ambil saja buat jaga-jaga.”

Erica merasa takut dengan tatapan Leonel yang saat itu juga menatapnya dingin dengan satu alis terangkat. Erica tidak berdaya dan hanya bisa menerimanya seraya membungkuk meminta maaf lagi.

“Kita pergi sekarang,” ucap Leonel.

Saat itu juga mobil mewah keluaran Eropa berwarna merah itu menjauh dari Erica. 

Erica pun menghela napas, jantungnya masih berdebar. Hampir saja malaikat maut memanggilnya! 

Gadis itu kemudian melihat kartu nama di tangannya.

“Leonel Jonathan Wingston, jadi ini adalah nama dia,” gumam Erica, sebelum kemudian menarik napas dalam-dalam.

“Hampir saja,” gumamnya pada diri sendiri. “Aku tidak boleh berakhir di sini.”

Erica ingin membuktikan kepada keluarga dan saudaranya yang suka sekali menyinyir dan merendahkannya. Kalau masa depannya pasti cerah. 

Malam itu Erica naik angkot pulang ke rumah. 

Baru saja ia tiba di rumah di rumah, bibi Erica yang bernama Catalina sudah memasang wajah masam.

“Dari mana saja kamu!?” bentak wanita paruh baya itu. “Jam segini baru pulang ke rumah.”

“Baru pulang kerja, Bi.” Erica terpaksa berbohong.

“Alah, kerja-kerja tapi gajimu kecil. Buat makan sebulan saja susah! Jika suamiku tidak membawamu dan adikmu itu, pasti kalian sudah jadi gembel di jalan!”

Erica tidak menyahut, dia hanya bisa menunduk dan masuk ke dalam kamarnya. Selama ini dia tidur bersama dengan saudara perempuannya, saudaranya pun sering kali membuat masalah.

“Ck! Enggak tahu diri. Berangkat pagi pulang malam, dasar lo udah kaya lonte aja!” cibirnya.

“Aku kerja, Sis. Aku bukan perempuan seperti itu.”

Namun, Siska enggan peduli dengan ucapan Erica. Teriakan dari luar kamar sudah terdengar.

“Erica, cuci piring. Piring kotor sudah menumpuk di dapur!” teriak Catalina.

Erica melirik ke arah pintu kamar. Sedangkan Siska hanya asyik memainkan ponselnya. Suara teriakan itu terdengar lagi membuat Erica berlarian keluar kamar.

“Tunggu sebentar Bi.”

Malam itu Erica pergi ke dapur, dia melihat tumpukkan piring kotor di atas wastafel. Erica tidak mengeluh dan langsung mencuci piring, selain itu masih ada tugas lain ya itu mencuci pakaian milik tante dan sepupunya.

“Kak, biar Cio bantu.”

Erica menoleh dan menggelengkan kepala.”Kamu tidur saja, kakak sudah mau selesai kok.”

Lucio menatap kakaknya dengan tatapan sedih. Namun, Erica berusaha untuk gigih.

“Apa yang kamu pikirkan?”

“Cio, sedih saja. Sejak Ibu meninggal, kakak harus kerja banting tulang. Sedangkan Bapak sama sekali tidak peduli,” ucap adiknya sedih. “Kak, apa Cio tidak usah lanjut SMA saja?!”

Erica langsung menggenggam tangan adiknya menggelengkan kepala.

“Tidak boleh. Pendidikan sangat penting. Tugasmu hanya sekolah yang benar, mengenai biaya sekolah biar kakak yang pikirkan.”

“Tapi, kita tidak punya uang sama sekali. Kakak kan juga harus membayar uang semester?”

Erica pun sebenarnya bingung dari mana ia akan mendapatkan uang. Namun, ia tidak boleh menampakkan itu di depan adiknya.

“Tenang. Jangan cemaskan Kakak.” Pada akhirnya, hanya itu yang terucap dari bibir Erica sebelum bibinya berteriak nyaring sekali.

“Erica! Ke sini kamu!”

Caramelly

Hallo, salam kenal saya Caramelly. Ini buku pertama saya di GN. Semoga kalian suka, ya. Terima kasih, sudah mau menyempatkan membaca karya saya. Jangan lupa sapa saya di kolom komentar, juga. Love you all.

| 6
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Ina Alextin
baru mulai membaca novel ini
goodnovel comment avatar
Dian Nanda
erica bener-bener wanita tangguh
goodnovel comment avatar
Agus Roma
sebuah kebanggaan Thor bisa tulis novel meski kolom komentar salada sindiran, beri semangat juga nilai tulisan banyak tipo. Salut dengan bacaan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status