Share

4. Mimpi Buruk

“Jangan jodohkan aku dengan pria tua!” kata Erica dengan nada yang sedikit tinggi.

Usai mengatakan itu, Erica langsung berbalik dan berjalan pergi, membuat Catalina berteriak. 

“Heh, siapa yang menyuruhmu pergi!?”

Namun, Erica mengabaikannya.

Akan tetapi, rupanya keributan tersebut didengar hingga jalanan depan rumah, tempat para tetangga berkumpul sepagian ini sembari bergosip.

Seorang ibu-ibu bertanya kepada Erica saat gadis itu keluar rumah.

”Mau ke mana sepagi ini?” tanya ibu-ibu yang membawa sapu.

“Mau berangkat ngampus, Bu.” Erica melihat jam tangannya bahkan tidak bisa dikatakan pagi.

Terdengar suara yang tidak mengenakkan. 

”Anak zaman sekarang bilangnya ngampus. Mana ada ngampus pulang malam, berangkat pagi. Jangan-jangan bukan perempuan baik-baik!” cibir seorang ibu yang saat ini berdiri di depan pagar rumah.

“Ih, bener banget, Buuu.” Ibu-ibu yang lainnya menimpali. “Mana ada sekolah pulangnya tengah malam. Mana tiap hari lagi.”

Ibu yang lainnya menyahuti dan mengatakan kalau anak pulang malam sebaiknya diikat saja di rumah. Kalau perlu dinikahkan saja, dengan begitu tidak akan meresahkan warga. 

Erica yang mendengar semua itu mengepal tangannya, dan memutuskan untuk tidak menanggapi ucapan mereka. 

Padahal tidak hanya Erica yang sering pulang malam, anak-anak mereka juga beberapa kali kepergok pulang malam.

Tapi tentu saja mereka tidak akan menjelek-jelekkan anak mereka sendiri, bukan?

             ***

Pagi itu Leonel bergegas pergi ke rumah sakit, setelah mendapatkan telepon dari rumah sakit, perihal kondisi mamanya yang kembali kritis. 

Kondisi Eleanor kembali menurun, di kamar rawat Leonel tengah memegangi tangan mamanya yang saat ini tidak sadarkan diri dengan mata merah.

“Leo, harapan mamamu hanya satu yaitu melihatmu menikah, Mama selalu mencemaskanmu. Apa kamu tidak kasihan kepada Mamamu?!” ucap Philip yang merupakan ayah Leonel.

Leonel mencium punggung tangan mamanya, dan kemudian memejamkan matanya.

‘Jika itu yang mama inginkan, aku akan menikah agar Mama tidak sedih lagi memikirkan aku!’ ucapnya dalam hati.

Leonel tidak berdaya selain mengabulkan keinginan mamanya untuk menikah. Leonel meninggalkan rumah sakit dan pergi ke kantor. Dan meminta Thomas untuk membatalkan semua janjinya dalam satu pekan ini.

“Pak, dalam setahun ini Anda tidak pernah mengambil cuti. Kenapa tiba-tiba Anda ingin membatalkan semua jadwal Anda?” tanya Thomas masih terkejut.

Leonel melangkah seraya membuka kancing-kancing jasnya, kemudian duduk di kursi kerjanya.

“Aku akan menikah!”

Thomas seperti baru saja disambar petir. Dia bahkan menampar wajahnya sendiri, hampir tidak percaya dengan apa yang dia dengar saat ini.

***

Saat ini Erica baru saja selesai mengikuti kelas anatomi. Dia sedang berjalan menuju perpustakaan. Tiba-tiba ponselnya berdering, dia melihat panggilan itu dari pamannya.

Tanpa pikir panjang Erica langsung menerima panggilan itu.

“Hallo, Paman?”

“Erica, apa kamu bisa pulang sekarang?” tanya Paman Andre.

“Bisa Paman.”

“Kalau begitu Paman tunggu di rumah,” jawabnya yang saat itu juga langsung mematikan panggilan.

Erica meremas ponselnya, perasaannya mengatakan tidak enak. Erica tidak punya cara lain selain menghadapinya.

Erica pun memutuskan pulang menggunakan angkutan umum. Setelah 30 menit perjalanan, dia pun tiba di rumah, melihat pamannya dan bibinya duduk di bersebelahan.

“Paman, Erica sudah pulang,” tuturnya.

“Erica, duduk, ada yang ingin Paman katakan padamu,” ucap Andre.

Erica menatap pamannya dan Bibinya yang kini sedang menatapnya tajam penuh peringatan.

“Silakan,” kata Erica dengan suara pelan.

“Erica, dua hari lagi kamu akan menikah! Tidak ada penolakkan, kamu harus setuju dengan pernikahan ini.”

Erica sudah tahu kalau pamannya pasti akan membahas ini. Namun, Erica tidak menyangka akan secepat ini. 

“Paman, Erica—”

Belum sempat meneruskan kalimatnya, Andre sudah mendahuluinya.”Malam ini, calon suamimu akan datang memberikan mahar pernikahan. Jika kamu menolaknya, kami semua akan diusir dari rumah ini. Erica, pikirkan lagi. Paman sudah tua, tidak mungkin harus membangun kembali rumah. Terlebih rumah ini adalah warisan kakekmu!”

Mata Erica berubah menjadi merah, dan sudah digenangi air mata.

“Paman, tapi Erica tidak mau menikahi lelaki tua bangka! Erica masih kuliah kedokteran. Paman, pasti ada solusinya,” kata Erica dengan mata berkaca-kaca.

“Solusinya adalah kamu menikahi pak bos, Erica sadar diri dong. Anggap saja ini balas budi kepada pamanku,” sahut Catalina dengan mata melotot.

“Erica, Paman mohon kamu menerima pernikahan ini. Waktu yang tersisa tinggal 3 hari lagi, jika kamu menolak menikahi pak bos, kita tamat! Erica!” ucap Paman Andre dengan raut wajah sedih dan juga letih.

Erica menurunkan pandangannya, air matanya pun menetes. Dia tidak percaya akan berakhir seperti ini.

“Besok dan lusa, kamu tidak perlu pergi ke kampus. Jangan harap kamu bisa kabur dari rumah ini!” kata Catalina menuntut.

Saat itu juga Andre langsung pergi dari ruangan tamu yang disusul oleh Catalina. 

Air mata Erica semakin deras, katup bibirnya terbuka dan tertutup. Semua kalimat tercekat, dadanya sesak. Erica memejamkan matanya, tidak ada pilihan selain menyelamatkan keluarganya. Dan menjadikan dirinya sebagai alat pelunas hutang!

Malam itu perwakilan dari pihak lelaki datang mengantarkan mahar pernikahan. Erica bahkan tidak melihat siapa yang datang, karena dia dikurung di dalam kamar dan tidak diperbolehkan keluar dari kamar.

Erica juga tidak tahu mahar apa yang dibawakan calon suaminya. Karena semuanya mahar yang diantarkan, telah diambil oleh Catalina semuanya. Tidak ada yang tersisa untuk Erica.

“Lelaki tua mana yang ingin menikahi gadis muda sepertiku? Pasti lelaki itu, pria hidung belang! Atau mungkin pria mesum yang senang mendua!” tuduhnya dengan perasaan cemas.

Erica yang menatap keluar jendela tidak bisa membayangkan kalau dia dijadikan madu dari pria beristri! Dia merasa masa depannya sangat suram.

***

Hari berlalu begitu cepat. Erica duduk di ruangan tunggu, dengan balutan gaun pengantin yang indah, dia memegang buket bunga. Raut wajahnya sama sekali tidak bahagia, tidak seperti pengantin pada umumnya.

Pernikahan itu diadakan secara tertutup di sebuah hotel bintang lima, dan hanya dihadiri oleh kedua belah pihak keluarga. Bahkan teman-teman Erica, tidak ada yang tahu kalau Erica akan melangsungkan pernikahan hari ini.

‘Ibu, Erica tidak tahu keputusan Erica sudah benar atau salah! Erica tidak punya pilihan lain,’ ucapnya dalam hati, seraya meneteskan air mata.

Waktu baik telah tiba, pintu besar di hadapannya di buka lebar. Erica dan pamannya melangkahkan kaki memasuki ballroom hotel. Tempat itu disulap menjadi ruangan yang sangat indah dan terkesan mewah. Bunga-bunga segar terpampang dimana-mana.

Erica menjadi penasaran, lelaki tua mana yang mau menikahi gadis dari keluarga miskin sepertinya? Dari balik vail dengan aksen bunga yang sangat indah, Erica mencoba mengintip ke sekitarnya.

Erica melihat orang asing berdiri memperhatikannya. Hingga sorot matanya terfokus kepada lelaki gagah yang kini berdiri depan altar dengan jas pengantin.

“Tidak mungkin,” gumam Erica yang tiba-tiba menghentikan langkah kakinya menatap pria di atas altar yang sudah lama menunggunya.

Andre menoleh kepada Erica. Catalina, Siska serta adik lelakinya menatap ke arah Erica. Sorot mata Catalina semakin tajam, dan memperingati Erica.

“Erica, ayo, jangan membuat malu Paman!” bisik Andre.

Langkah kakinya terhenti tepat di depan altar. Erica semakin melotot saat lelaki di depannya mengulurkan tangan.

Erica masih tertegun dan tidak percaya dengan apa yang terjadi saat ini.

“Sepertinya aku sedang mimpi buruk, bagaimana bisa aku menikahi orang sepertinya?!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status