Esok hari.
Itu artinya hari ini adalah hari hajatannya Hanum. Tapi sengaja selepas subuh aku kembali tidur, malas sekali rasanya kalau aku harus datang ke sana. Aku sudah terlanjur sakit hati.Biar saja mereka mau bagaimana kalau aku dan Asmi tidak ada di sana, karena selama ini mereka selalu menyuruh kami ini dan itu untuk persiapan pernikahan Hanum.Pukul delapan aku baru bangun, segera aku pergi ke belakang, kulihat istriku tidak ada di dapur, di depan juga tidak ada."Kemana Asmi pergi? Apa jangan-jangan dia ke rumah, ibu?"Segera aku mengambil ponsel dan meneleponnya."Neng, ada di mana?""Neng lagi di toko A, sekalian lihat gudang baru.""Apaan sih? Gudang apaan? Ngapain juga di toko? Mau belanja apaan di sana?" tanyaku bingung sambil mengacak rambut."Di toko baju A, gudang segala macem di sini. Emang Aa gak baca surat dari Neng? Tadi Aa lagi tidur Neng gak tega bangunin karena katanya kita gak akan dateng ke rumah ibu."Aku melirik ke atas nakas, ternyata benar ada surat di sana."Ya udah buruan pulang, tar aja sama, Aa belanjanya," pungkasku sambil menutup telepon.Iseng aku mengambil surat itu tapi saat dibaca aku tepok jidat, Asmi gimana sih ngasih surat tapi tulisannya bahasa sunda, isinya begini.{Aa Neng bade ka payun heula sakedap nya, bade ningali gudang anu enggal sareng bade nyandak acuk sae di toko kanggo urang. Neng nambut motor Aa sakedap wae nya.}Setelah membaca surat itu aku kembali membuka ponsel, ternyata sudah banyak chat WA masuk dari Hanum. Anak itu memintaku datang karena katanya takut disangka kami tidak rukun sama orang-orang.Kubiarkan saja, memang kami sedang tidak rukun 'kan? Udah benar-benar males aku.Baru aku akan duduk di kursi, ponselku sudah kembali berbunyi. Kali ini Bapak yang menelepon."Iya, Pak.""San, kamu di mana? Kok gak ada di sini?""Hasan gak ke rumah, Hasan males, semalem Hasan pulang habisnya Asmi selalu dihina-hina.""Jangan begitu Nak, biar mereka Bapak kasih pelajaran, tapi kamu tetep dateng ya Nak, malu takut ditanyain calon besan, biar gimanapun mereka gak boleh tahu masalah kita ini sekarang," ucap Bapak.Aku bergeming sambil menekan pangkal mata."Dateng ya San, bawa Asmi juga," ucap Bapak lagi.Huh! Aku jadi bingung. Tapi akhirnya aku 'iyakan' saja permintaan bapakku itu, karena selama ini memang hanya bapaklah yang selalu membelaku dan Asmi, masa iya sekarang beliau minta sesuatu aku tidak turuti.Buru-buru aku mandi, acara mungkin belum mulai karena baru jam 8, selesai mandi aku dengar suara motorku di luar."Loh siapa yang bawa motorku?"Bergegas aku melihat ke luar. Buset ternyata Asmi bisa bawa motor juga, biarpun gendut emang istriku itu mandiri dan jago banget.Asmi turun dari motor dan betapa syoknya aku saat Asmi membuka helm. Kulihat Asmi sekarang lebih bening dan wangi semerbak.Rambut yang biasanya cuma digelung ke belakang sekarang dikriting gantung, warnanya berubah agak-agak mengkilap pula.Alis sama bulu matanya juga berubah, lebih jelas dan teratur, pakai lipstik yang gak terlalu merah tapi cocok di aja gitu di wajahnya, ah pokonya begitu aku sampai takjub melihatnya."Cantik gak A sekarang?" tanya Asmi kemudian.Aku cepat mengangguk, ya emang cantik, cantik banget malah."Neng, habis dari mana sih?""Dari toko lihat gudang baru sama mampir sebentar tadi ke salon A, kata Aa Neng harus cantik biar Aa makin suka," jawabnya sambil memberikanku plastik besar."Iya sih, ya udah ayo masuk kita harus siap-siap, Neng.""Loh mau kemana, A?""Ke nikahannya Hanum.""Lah katanya gak datang atuh, A.""Bapak yang minta Neng, gak enak."Akhirnya buru-buru Asmi ke kamar, kulihat ia mengeluarkan semua isi plastik yang tadi dibawanya."Itu baju semua apa, Neng?" tanyaku penasaran."Iya A. Coba, Aa pake yang ini," katanya sambil memberikanku satu kemeja."Tunggu dulu Neng, ini semua baju-baju darimana?""Dari toko Aa sayang. Neng, 'kan udah bilang tadi, mau ambil baju di toko.""Lah tapi toko siapa? Kenapa bajunya harus sebanyak ini? Ingat, Neng! Kata Neng, hidup sederhana aja asal tenang daripada hidup mewah banyak cicilan.""Ih Aa, suka gak nyambung deh, katanya Aa mau Neng gak dihina lagi, ya ayo kita pake nih baju-baju baru ini.""Gak mau Neng, nanti kalau tukang kredit bajunya datang gimana? Aa gak punya duit loh.""Ini bukan baju kredit Aa, ini baju dari toko Neng, Astagfirullah," katanya lagi sambil membantuku memakai kemeja baru itu."Toko Neng gimana sih?""Toko Neng, toko baju Neng sendiri ih, Aa mah," jawabnya kesal."Toko baju Neng sendiri? Itu artinya Neng punya usaha toko baju gitu?""Iya," sahutnya sambil sibuk mencari sesuatu di dalam laci lemarinya.Waduh serius ini? Istriku punya usaha toko baju tapi selama ini aku gak pernah tahu, payah emang."Neng gak lagi bohong 'kan? Kok Neng gak pernah bilang-bilang ke Aa sih kalau Neng punya usaha toko baju?" tanyaku penasaran."Ya Aa gak pernah nanya, pasti gak tahu juga ya kalau selama ini Neng sibuk jualan?""Jualan baju gitu?""Huum, segala macamlah ya.""Kapan jualannya?""Kapan aja Neng mau 'kan jualannya di medsos sama market place."Wih boleh juga nih Asmi walau dari desa tapi tetap berdaya, manalah tahu kalau dia punya toko baju dan sering jualan online juga."Pantesan Neng suka main hp terus sampe malem.""Iya itu lagi cek-cek barang di gudang, susah banget sekarang Neng di kota sementara gudang masih di desa, makanya ini lagi sibuk urus gudang baru, semua barang mau dipindahin aja biar Neng gampang cek nya langsung."Aku terbelalak, apa lagi ini? Tadi toko sekarang gudang."Gudang apa sih, Neng? Emang perlu ya pakai gudang segala?""Perlu atuh, A! Jualan Neng 'kan banyak, segala macem ada, jadi butuh tempat buat simpen stok barang sebelum masuk ke toko dan diambil reseller."Hah? Aku melongo, bener-bener kaget aku. Gak pernah bayangin sedikitpun sih istriku ini ternyata pebisnis hebat, pantesan dia bisa sumbang hajatan Hanum gede banget, iyalah pasti uang nya banyak. Ah aku jadi minder.Tak lama Asmi mengeluarkan perhiasan emas dan buru-buru memakainya."Heh tunggu, ini perhiasan siapa?" tanyaku lagi sambil memegang kalung yang sudah melingkar di leher Asmi."Perhiasan Neng atuh, A," jawabnya ringan sambil membetulkan kalung itu di lehernya.Bukan hanya kalung, Asmi juga memakai gelang dan cincin yang modelnya serupa dengan kalung itu."Neng, bilang sama Aa, Neng sebetulnya anak orang kaya ya?" Sengaja akhirnya aku kembali bertanya, karena aku semakin penasaran pada istriku ini.Alis cetar Asmi menaut."Gak juga ah, ibu sama bapak di desa hanya petani biasa, A.""Petani apa? Petani sawit 'kan ya?"Pasti, aku yakin orang tua Asmi adalah petani sawit, aku sering denger dari orang-orang kalau jadi petani sawit itu gak bisa diragukan penghasilannya.Tapi Asmi malah terbahak."Mana ada sawit di sana atuh A, ngaco, desa Neng itu bukan daerah penghasil sawit," katanya."Lah terus? Emang di mana sih desa Neng itu?" "Hanya petani padi biasa aja sih A, Neng dari Kuningan Jawa Barat A, masa iya gak tahu ih gimana sih desa istrinya sendiri.""Ya maaf, Aa emang gak tahu Neng, 'kan waktu nikah kemaren kita numpang nikahnya di sini, Aa juga gak urus-ur
"Ada di sini juga Mbak Asmi?""Lah iya atuh kan yang punya hajatan ibu mertua saya, Pak.""Wah gak sangka kita jadi sodaraan dong, itu 'kan yang nikah sama Hanum adik sepupu saya," ucapnya lagi.Oh ternyata pria ini calon sodaraku, tapi dari mana Asmi mengenal kakak sepupu Aldan-calon suami Hanum?"Wah kebetulan atuh ya, Pak," seru Asmi semakin akrab."Udah lama Mbak Asmi gak cek permata ke lab saya nih, gak pindah ke tempat lain kan, Mbak?"Aku terkejut, tak kecuali ibu dan dua saudaraku di sampingnya, mereka saling menatap satu sama lain dan semakin serius mendengarkan percakapan Asmi bersama Pak Amet."Ah engga atuh Pak, emang belum sempat ke sana aja karena saya juga baru selesai melangsungkan acara nikahan, ini baru pindah ke kota Tangerang sebulan lalu." Istriku tersenyum ramah.Boleh juga istriku itu, gak sangka juga circlenya sampai ke pengusaha lab batu permata. Anjay, apalah aku yang hanya kurir ekspedisi. Ah tapi gak apa-apa, kata Asmi, pekerjaan tidak menentukan derajat se
Aku melongo, Pak Amet cepat-cepat menarik tanganku naik ke pelaminan, Asmi ikut di belakangku dan kami pun foto bersama keluarga mempelai pria, ya meskipun wajah Hanum sedikit murung, tapi kalau di depan keluarga suaminya dia bisa apa? Selain nurut tentunya haha.Selesai di foto Hanum berbisik."Kak Hasan kok bisa sih kalian diajak foto sama keluarga suamiku?""Bisalah, kami orang terkenal," jawabku sambil berlalu menarik tangan Asmi.Selesai acara hajatan, bapak menyuruh kami menginap karena besok mau bongkar tenda dan beres-beres katanya, oke aku nginep itu pun karena bapak yang memintanya, kalau bukan bapak jangan harap aku mau, habisnya aku terlanjur kesal sama ibu dan kelakuan sodara-sodaraku yang selalu saja meremehkanku dan mengejek istriku itu.Malam hari selepas isya aku sedang ngopi di depan teras bersama bapak, Mas Fatih, Kak Angga dan Aldan si pengantin baru sambil mengobrol ngalor-ngidol tentang pekerjaan Aldan, baru kutahu sekarang ternyata yang diucapkan Hanum bual semu
"Num, Kak Asmi mah gak bisa kasih apa-apa buat Hanum, cuma ini aja nih ada perhiasan sedikit, maaf ya karena kemarin Kak Asmi bingung mau kasih apa buat Hanum," kata istriku seraya memberikan kotak perhiasan bentuk love.Duh kenapa juga Asmi mesti kasih hadiah perhiasan, kalau aku jadi dia mendingan perhiasannya kujual dan kubelikan sprei 50 ribuan juga udah bagus, apalagi kalau gambar bunga seperti yang ibuku suka beli beuh bagus banget meskipun luntur semua pas dicuci.Hanum yang sedang mengobrol bersama Mbak Andin akhirnya menerima kotak pemberian Asmi dan membukanya saat itu juga."Hah? Kak Asmi serius? Ini buat Hanum?" tanya Hanum tak percaya, mulutnya melongo dengan wajah yang berseri-seri.Perhiasan yang ada di dalam kotak itu seperti gelang bertahta batu permata indah, permatanya langsung mengkilap saat lampu menyorot gelang itu, pokoknya mata ini sampe sakit gara-gara lihat kilapan permata itu. Hih lebay banget sih."Serius atuh Num, suka gak?""Suka banget Kak, kok Kakak pun
Aku segera mengejar istriku."Ayo A kita pulang," katanya sambil menyampirkan tas kecilnya di bahu."Loh kenapa, Neng? Ada apa?" Aku bertanya cemas, pasalnya baru kali ini aku melihat Asmi marah dan menangis seperti ini selama kami menikah.Selama ini dia dihina-hina, dicemooh dan lainnya pun Asmi selalu sabar, tapi entah kenapa kali ini saat kak Alfa membahas orang tua Asmi, ia menangis sampai marah begini."Ayo Aa jangan banyak tanya," katanya lagi sambil berusaha menghapus air matanya.Aku buru-buru mengambil kunci motor dan mengejar istriku keluar."Eh ada apa ini? Kenapa Asmi nangis?" tanya Bapak saat kami sudah naik motor."Gara-gara Jak Alfamaret, Pak," jawabku buru-buru, setelah itu aku melajukan motor membawa Asmi pulang.Sampai di kontrakan aku memberinya minum, setelah Asmi tenang aku kembali mengintrogasinya."Neng kenapa? Ada apa tumben Neng nangis begini?" Serius aku bertanya.Istriku menyeka air mata di pipinya. "Neng mah sedih A kalau ada yang bahas-bahas masalah kelua
Asmi menyeka air mata di pipinya."Beneran Aa mau bantu Neng nyari bapak kandung, Neng?""Beneran dong, jangankan bapak yang hanya manusia biasa, alamat yang enggak jelaspun selalu Aa cari-cari sampai dapat.""Alamat siapa?""Alamat yang punya paket dong Neng, Neng lupa ya kalau Aa ini babang kurir?" candaku, Asmi tertawa mendengarnya.Di tengah obrolan kami terdengar suara lagu naik delman diputar, kukira ada odong-odong lewat tahunya ponsel Asmi yang bunyi.'Pada hari minggu kuturut ayah ke kota, naik delman istimewa kududuk di muka.'Aku tepok jidat, kenapa nada deringnya harus naik delman sih Asmiii? Ampun dah."Halo Assalamualaikum Paman, kumaha?" kata Asmi dalam sambungan telepon yang diloudspeaker."Waalaikumsalam Neng, si bapak teh nuju udur ripuh geulis tos 3 dinten dirawat di rumah sakit teu acan aya perobahan, geura uih heula ka lembur sakedap mah karunya bisi aya naon-naon, tenang upami tos silih hampura mah, karunya ongkoh si ibu bisi teu gaduheun kanggo bekel di rumah sa
"Oh ya A, sebelum pulang mampir dulu ke gudang ya, Neng mau pamitan ke pegawe gudang karena mau pulang kampung, siapa tahu kan nanti di sana kita bakal lama," kata Asmi kemudian.Aku manut saja kebetulan juga aku ingin tahu di mana gudang usahanya itu berada.Selesai minum cendol kami segera melaju ke arah Cipondoh di mana letak gudang usaha Asmi berdiri, aku pikir cuma ruko kecil tapi ternyata aku salah, gudangnya cukup besar karena ada dua rolling pintu yang Asmi sewa, saat kulihat dalamnya benar ada 3 orang karyawan di sana, 2 orang perempuan dan satu laki-laki yang sedang jualan live di salah satu market place.Aku sampe geleng-geleng melihat ternyata istriku sehebat itu, bertumpuk-tumpuk barang jualannya ada di ruko sebelah dan sebelahnya ia jadikan kantor admin untuk 3 orang karyawannya itu, Asmi hanya memantau dari jauh lewat hp sejak Asmi menikah denganku, tapi meski begitu Asmi selalu bekerja keras sampai harus begadang tiap malam agar ia bisa mengecek semua laporan yang masu
Malam hari kami naik bus Luragung Jaya pukul 8 malam dari kota Tangerang. Melewati jalan tol Cipali menuju kota Cirebon dan sampai di terminal Kertawangunan Kuningan pada pukul 3 pagi.Aku pikir turun dari bus ini desa Asmi sudah dekat sehingga kami bisa langsung ke sana tapi ternyata kata Asmi kami masih harus melewati jalan desa yang cukup jauh dan berkelok.Karena tidak mungkin kami masuk ke desa pagi buta begini, sebab tidak ada angkutan umum juga akhirnya Asmi membawaku ke tempat paman dan bibiknya dulu di daerah Lebakwangi Kuningan untuk beristirahat.Selepas subuh berjamaah di sebuah saung aku mengobrol dengan pamannya Asmi yang dulu datang ke acara pernikahanku, meski udaranya sangat dingin sebab angin pesawahan tak hentinya menerpa wajah dan kulitku tapi aku sangat senang karena bisa mengobrolkan banyak hal dengan beliau.Beliau bilang Asmi itu adalah pekerja keras, selain usaha onlinenya baru kutahu juga bahwa Asmi adalah juragan sawah di desanya.Hampir semua sawahnya yang