Esok hari setelah aku pulang kerja.
Aku dan istriku ke rumah Ibu dan Bapak lagi, sesuai kesepakatan aku dan saudara-saudaraku, malam ini kami semua berencana akan menginap di sana karena hajatan akan dilaksanakan besok tepatnya."Kak Alfa belum datang, Bu?" tanyaku pada Ibu yang tengah mencicipi masakan Bibik."Ya belumlah Hasan, ini kan masih sore, mereka pasti masih sibuk kerja, gak kayak kalian," kecut Ibu menjawab.Entah kenapa ucapannya itu selalu saja tajam bagaikan silet, lebih-lebih setelah aku menikah dengan Asmi selalu saja kami dibeda-bedakan dan disindir-sindirnya begitu.Setelah menyalami Ibu, Asmi pergi ke ruang keluarga sementara aku tetap di dapur bersama Ibu."Ibu, kenapa sih, Bu? Kok kayak gitu terus sama aku dan Asmi?""Mau tahu kamu jawabannya? Karena kamu lebih nurut sama Bapakmu.""Loh 'kan, Bapak emang bener Bu, apa salahnya coba Bapak jodohin Hasan? Hasan udah cukup umur Bu, mau sampai kapan Hasan membujang kalau gak dijodohin?"Ibu menghentikan pekerjaannya lalu duduk di kursi makan bersamaku."Ya tapi enggak sama si Asmi juga 'kan?" Serius Ibu menatapku."Ya terus harus sama siapa, Bu? Apa sih kurangnya Asmi? Asmi itu baik, nurut sama Ibu, sayang sama Hasan dan yang paling penting Hasan juga cocok sama Asmi.""Halah bilang cocok karena masih baru-baru nikah, entar kalau udah bertahun-tahun baru deh kamu sadar dan nyesel, Asmi itu gendut, gak ada yang bisa Ibu banggain dari dia, percuma jandi mantu juga."Aku menarik napas dalam-dalam, meski nyesek banget omongan ibuku itu jangan sampai aku ngamuk di depannya."Astagfirullah Bu, sadar kalau ngomong, jangan suka mandang orang dari fisik, Bu.""Emang itu kenyataannya.""Tapi Asmi 'kan baik Bu, gak kayak menantu Ibu yang lainnya, mereka pelit sementara Asmi? Nyumbang hajatan aja berjuta-juta, beras sama kambing pula," ucapku bersikukuh.Sengaja aku menjabarkan semua kebaikan Asmi di depan Ibu, supaya Ibu sadar akan semua itu."Hilih cuma beras 5 kwinal sama kambing, mungkin aja itu beras dan kambing patungan di desanya, orang desa kan gitu, kalau mau ada apa-apa selalu gotong royong saling bantu dan saling sumbang," ketus Ibu menyahut.Hah apa bener apa yang dikatakan Ibu? Apa iya beras sama kambing yang disumbangin Asmi adalah hasil kebaikan warga desa? Ah masa? Jadi penasaran, nanti biar kutanyain deh sama Asmi.-Malam hari sekitar jam 8 Kak Alfa dan Mbak Andin baru datang."Baru dateng Kak?" tanyaku pada Kak Alfa yang masih menor dengan make-up dan baju gamis blink-blink nya.Heran juga kenapa malam-malam begini Kak Alfamaret itu masih saja dandan berlebihan gitu, udah kaya mau ngelenong aja.Mbak Andin juga sama, entah kenapa itu tangan sama lehernya mendadak penuh sama emas, udah kayak toko emas berjalan."Iya nih, soalnya sibuk, baru bisa ke sini jam segini deh, maklumlah Mas Angga kerja kantoran jadi jam 7 malam baru bisa pulang," Kak Alfa menjawab kecut.Entahlah benar atau enggak yang diucapkan Kak Alfamaret itu tapi aku ragu, palingan mereka itu memang sengaja datang telat agar mereka tidak banyak membantu pekerjaan di rumah Ibu.Kak Alfa dan Mbak Andin lalu duduk di samping Asmi yang sedang sibuk memasukan kue-kue kering ke dalam toples, tak lama ibu datang duduk juga bersama mereka."Besok jangan lupa pake emas kayak Andin, yang palsu juga gak apa-apa, biar gak dikira kita keluarga miskin-miskin amat, pake baju yang bagus juga biar gak kucel-kucel amat di acara hajatan," ucap Ibu pada Asmi.Aku menarik napas berat, mulai lagi saja ibuku itu. Sementara istriku hanya mengiyakan ucapan Ibu."Alfa sama Andin kok baru dateng sih? Ibu mau minta bantuan kamu pilih baju buat acara selametan nanti setelah acara Hanum, bingung Ibu gak ada kalian," ucap Ibu lagi, kali ini pada Mbak Andin dan Kak Alfa."Ya maaf, Bu, tadi 'kan Alfa harus nungguin Mas Angga dulu habis rapat katanya.""Sama Andin juga, Bu, Mas Fatih baru pulang jam 6 sore.""Ibu kenapa gak minta bantuan Asmi aja atuh? Kalau Asmi tahu Ibu lagi butuh bantuan pasti Asmi bantuin," sahut istriku."Gak usah! Kamu tahu apa emangnya? Bukannya bantu pilih baju yang cocok, nanti Ibu malah dibikin jelek dan udik kayak kamu."Asmi akhirnya diam dan melanjutkan pekerjaannya, wajahnya terlihat sangat sedih dan kecewa."Besok tugasmu jaga dapur ya Asmi. Jangan sampe masakan buat stok prasmanan kehabisan." Ibu bicara lagi.Aku cepat menyahut."Gak bisa Bu, Asmi mau nerima tamu sama Hasan, enak aja lagi-lagi istriku disuruh di dapur.""Ih masa yang nerima tamu Kak Asmi sih? Yang pantesan dikit 'kan bisa, inget loh, yang mau nikah sama Hanum ini pengusaha, pengusaha Lab batu permata, tempat lab nya udah tersebar di mana-mana, di mall-mall besar juga udah banyak. Pokoknya jangan sampe malu-maluin karena pasti teman-temannya yang datang itu orang kaya semua," protes Hanum."Tahu tuh kakak kamu maksa banget heran, cantik enggak gendut iya itu istrinya." Lagi, Mbak Andin yang menyahut, wanita itu benar-benar tak peduli walau aku dan Asmi ada di tengah mereka.Mulai emosiku meradang."Ya terus kenapa kalau istriku gendut? Mbak Andin jangan mentang-mentang langsing jadi seenaknya ya sama istriku, jatohnya body shaming, bisa Hasan laporkan nanti.""Hih mulai deh si Hasan emosi teros," celetuk Mas Fatih."Biasa kalau orang gak punya duit begitu," sahut Kak Angga, puas.Mereka seperti sengaja terus menyerang dan menertawakan kami berdua."Mbak Andin inget ya! Biar gimanapun posisi, Mbak Andin dengan Asmi itu sama, sama-sama menantu di rumah ini, jadi jangan belagu, Mbak!" tegasku.Mendadak wajah Mbak Andin pias.Aku yang sejak tadi tengah duduk di sofa ruang keluarga akhirnya menarik tangan istriku."Ayo Neng! Lebih baik kita pulang aja.""Loh A, mau kemana?""Pulang."Dengan amarah meluap-luap aku akhirnya berhasil membawa Asmi pulang dan batal menginap di rumah ibu meski Asmi daritadi terus menolaknya."A gak boleh gitu atuh sama keluarga, harus sabar, A," kata Asmi saat kami sudah sampai di rumah."Gak bisa Neng, meningan Aa gak usah hadir di nikahannya Hanum sekalian daripada Neng selalu diremehkan dan gak dianggap begitu."Asmi mulai mengelus dadaku."Nyebut atuh A, istighfar!""Kesel Aa Neng, gak bisa kalau Neng selalu dihina-hina begitu."Asmi lalu memelukku."Aa sayang ya sama, Neng?""Ya sayang dong Neng, makanya Aa belain Neng, meskipun mereka keluarga buat apa kalau kelakuan mereka kayak begitu? Pada belagu banget mentang-mentang kita miskin dan kamu gendut.""Makasih ya A, udah sayangin Neng, mulai sekarang Neng akan nurut deh sama Aa. Apa mau Aa Neng akan turutin."Aku tersenyum, wah kesempatan nih."Bener Neng, mau turutin apa mau, Aa?"Asmi mengangguk. Kupegang kedua bahu Asmi dan menatapnya serius."Diet ya Neng, pergi ke salon juga kalau nanti ada uang," ucapku dengan yakin.Asmi terlihat berpikir sebentar tapi akhirnya setuju juga dengan permintaanku.Esok hari.Itu artinya hari ini adalah hari hajatannya Hanum. Tapi sengaja selepas subuh aku kembali tidur, malas sekali rasanya kalau aku harus datang ke sana. Aku sudah terlanjur sakit hati.Biar saja mereka mau bagaimana kalau aku dan Asmi tidak ada di sana, karena selama ini mereka selalu menyuruh kami ini dan itu untuk persiapan pernikahan Hanum.Pukul delapan aku baru bangun, segera aku pergi ke belakang, kulihat istriku tidak ada di dapur, di depan juga tidak ada. "Kemana Asmi pergi? Apa jangan-jangan dia ke rumah, ibu?"Segera aku mengambil ponsel dan meneleponnya."Neng, ada di mana?" "Neng lagi di toko A, sekalian lihat gudang baru.""Apaan sih? Gudang apaan? Ngapain juga di toko? Mau belanja apaan di sana?" tanyaku bingung sambil mengacak rambut."Di toko baju A, gudang segala macem di sini. Emang Aa gak baca surat dari Neng? Tadi Aa lagi tidur Neng gak tega bangunin karena katanya kita gak akan dateng ke rumah ibu." Aku melirik ke atas nakas, ternyata benar ada surat di
"Perhiasan Neng atuh, A," jawabnya ringan sambil membetulkan kalung itu di lehernya.Bukan hanya kalung, Asmi juga memakai gelang dan cincin yang modelnya serupa dengan kalung itu."Neng, bilang sama Aa, Neng sebetulnya anak orang kaya ya?" Sengaja akhirnya aku kembali bertanya, karena aku semakin penasaran pada istriku ini.Alis cetar Asmi menaut."Gak juga ah, ibu sama bapak di desa hanya petani biasa, A.""Petani apa? Petani sawit 'kan ya?"Pasti, aku yakin orang tua Asmi adalah petani sawit, aku sering denger dari orang-orang kalau jadi petani sawit itu gak bisa diragukan penghasilannya.Tapi Asmi malah terbahak."Mana ada sawit di sana atuh A, ngaco, desa Neng itu bukan daerah penghasil sawit," katanya."Lah terus? Emang di mana sih desa Neng itu?" "Hanya petani padi biasa aja sih A, Neng dari Kuningan Jawa Barat A, masa iya gak tahu ih gimana sih desa istrinya sendiri.""Ya maaf, Aa emang gak tahu Neng, 'kan waktu nikah kemaren kita numpang nikahnya di sini, Aa juga gak urus-ur
"Ada di sini juga Mbak Asmi?""Lah iya atuh kan yang punya hajatan ibu mertua saya, Pak.""Wah gak sangka kita jadi sodaraan dong, itu 'kan yang nikah sama Hanum adik sepupu saya," ucapnya lagi.Oh ternyata pria ini calon sodaraku, tapi dari mana Asmi mengenal kakak sepupu Aldan-calon suami Hanum?"Wah kebetulan atuh ya, Pak," seru Asmi semakin akrab."Udah lama Mbak Asmi gak cek permata ke lab saya nih, gak pindah ke tempat lain kan, Mbak?"Aku terkejut, tak kecuali ibu dan dua saudaraku di sampingnya, mereka saling menatap satu sama lain dan semakin serius mendengarkan percakapan Asmi bersama Pak Amet."Ah engga atuh Pak, emang belum sempat ke sana aja karena saya juga baru selesai melangsungkan acara nikahan, ini baru pindah ke kota Tangerang sebulan lalu." Istriku tersenyum ramah.Boleh juga istriku itu, gak sangka juga circlenya sampai ke pengusaha lab batu permata. Anjay, apalah aku yang hanya kurir ekspedisi. Ah tapi gak apa-apa, kata Asmi, pekerjaan tidak menentukan derajat se
Aku melongo, Pak Amet cepat-cepat menarik tanganku naik ke pelaminan, Asmi ikut di belakangku dan kami pun foto bersama keluarga mempelai pria, ya meskipun wajah Hanum sedikit murung, tapi kalau di depan keluarga suaminya dia bisa apa? Selain nurut tentunya haha.Selesai di foto Hanum berbisik."Kak Hasan kok bisa sih kalian diajak foto sama keluarga suamiku?""Bisalah, kami orang terkenal," jawabku sambil berlalu menarik tangan Asmi.Selesai acara hajatan, bapak menyuruh kami menginap karena besok mau bongkar tenda dan beres-beres katanya, oke aku nginep itu pun karena bapak yang memintanya, kalau bukan bapak jangan harap aku mau, habisnya aku terlanjur kesal sama ibu dan kelakuan sodara-sodaraku yang selalu saja meremehkanku dan mengejek istriku itu.Malam hari selepas isya aku sedang ngopi di depan teras bersama bapak, Mas Fatih, Kak Angga dan Aldan si pengantin baru sambil mengobrol ngalor-ngidol tentang pekerjaan Aldan, baru kutahu sekarang ternyata yang diucapkan Hanum bual semu
"Num, Kak Asmi mah gak bisa kasih apa-apa buat Hanum, cuma ini aja nih ada perhiasan sedikit, maaf ya karena kemarin Kak Asmi bingung mau kasih apa buat Hanum," kata istriku seraya memberikan kotak perhiasan bentuk love.Duh kenapa juga Asmi mesti kasih hadiah perhiasan, kalau aku jadi dia mendingan perhiasannya kujual dan kubelikan sprei 50 ribuan juga udah bagus, apalagi kalau gambar bunga seperti yang ibuku suka beli beuh bagus banget meskipun luntur semua pas dicuci.Hanum yang sedang mengobrol bersama Mbak Andin akhirnya menerima kotak pemberian Asmi dan membukanya saat itu juga."Hah? Kak Asmi serius? Ini buat Hanum?" tanya Hanum tak percaya, mulutnya melongo dengan wajah yang berseri-seri.Perhiasan yang ada di dalam kotak itu seperti gelang bertahta batu permata indah, permatanya langsung mengkilap saat lampu menyorot gelang itu, pokoknya mata ini sampe sakit gara-gara lihat kilapan permata itu. Hih lebay banget sih."Serius atuh Num, suka gak?""Suka banget Kak, kok Kakak pun
Aku segera mengejar istriku."Ayo A kita pulang," katanya sambil menyampirkan tas kecilnya di bahu."Loh kenapa, Neng? Ada apa?" Aku bertanya cemas, pasalnya baru kali ini aku melihat Asmi marah dan menangis seperti ini selama kami menikah.Selama ini dia dihina-hina, dicemooh dan lainnya pun Asmi selalu sabar, tapi entah kenapa kali ini saat kak Alfa membahas orang tua Asmi, ia menangis sampai marah begini."Ayo Aa jangan banyak tanya," katanya lagi sambil berusaha menghapus air matanya.Aku buru-buru mengambil kunci motor dan mengejar istriku keluar."Eh ada apa ini? Kenapa Asmi nangis?" tanya Bapak saat kami sudah naik motor."Gara-gara Jak Alfamaret, Pak," jawabku buru-buru, setelah itu aku melajukan motor membawa Asmi pulang.Sampai di kontrakan aku memberinya minum, setelah Asmi tenang aku kembali mengintrogasinya."Neng kenapa? Ada apa tumben Neng nangis begini?" Serius aku bertanya.Istriku menyeka air mata di pipinya. "Neng mah sedih A kalau ada yang bahas-bahas masalah kelua
Asmi menyeka air mata di pipinya."Beneran Aa mau bantu Neng nyari bapak kandung, Neng?""Beneran dong, jangankan bapak yang hanya manusia biasa, alamat yang enggak jelaspun selalu Aa cari-cari sampai dapat.""Alamat siapa?""Alamat yang punya paket dong Neng, Neng lupa ya kalau Aa ini babang kurir?" candaku, Asmi tertawa mendengarnya.Di tengah obrolan kami terdengar suara lagu naik delman diputar, kukira ada odong-odong lewat tahunya ponsel Asmi yang bunyi.'Pada hari minggu kuturut ayah ke kota, naik delman istimewa kududuk di muka.'Aku tepok jidat, kenapa nada deringnya harus naik delman sih Asmiii? Ampun dah."Halo Assalamualaikum Paman, kumaha?" kata Asmi dalam sambungan telepon yang diloudspeaker."Waalaikumsalam Neng, si bapak teh nuju udur ripuh geulis tos 3 dinten dirawat di rumah sakit teu acan aya perobahan, geura uih heula ka lembur sakedap mah karunya bisi aya naon-naon, tenang upami tos silih hampura mah, karunya ongkoh si ibu bisi teu gaduheun kanggo bekel di rumah sa
"Oh ya A, sebelum pulang mampir dulu ke gudang ya, Neng mau pamitan ke pegawe gudang karena mau pulang kampung, siapa tahu kan nanti di sana kita bakal lama," kata Asmi kemudian.Aku manut saja kebetulan juga aku ingin tahu di mana gudang usahanya itu berada.Selesai minum cendol kami segera melaju ke arah Cipondoh di mana letak gudang usaha Asmi berdiri, aku pikir cuma ruko kecil tapi ternyata aku salah, gudangnya cukup besar karena ada dua rolling pintu yang Asmi sewa, saat kulihat dalamnya benar ada 3 orang karyawan di sana, 2 orang perempuan dan satu laki-laki yang sedang jualan live di salah satu market place.Aku sampe geleng-geleng melihat ternyata istriku sehebat itu, bertumpuk-tumpuk barang jualannya ada di ruko sebelah dan sebelahnya ia jadikan kantor admin untuk 3 orang karyawannya itu, Asmi hanya memantau dari jauh lewat hp sejak Asmi menikah denganku, tapi meski begitu Asmi selalu bekerja keras sampai harus begadang tiap malam agar ia bisa mengecek semua laporan yang masu