Aku melongo, Pak Amet cepat-cepat menarik tanganku naik ke pelaminan, Asmi ikut di belakangku dan kami pun foto bersama keluarga mempelai pria, ya meskipun wajah Hanum sedikit murung, tapi kalau di depan keluarga suaminya dia bisa apa? Selain nurut tentunya haha.
Selesai di foto Hanum berbisik."Kak Hasan kok bisa sih kalian diajak foto sama keluarga suamiku?""Bisalah, kami orang terkenal," jawabku sambil berlalu menarik tangan Asmi.Selesai acara hajatan, bapak menyuruh kami menginap karena besok mau bongkar tenda dan beres-beres katanya, oke aku nginep itu pun karena bapak yang memintanya, kalau bukan bapak jangan harap aku mau, habisnya aku terlanjur kesal sama ibu dan kelakuan sodara-sodaraku yang selalu saja meremehkanku dan mengejek istriku itu.Malam hari selepas isya aku sedang ngopi di depan teras bersama bapak, Mas Fatih, Kak Angga dan Aldan si pengantin baru sambil mengobrol ngalor-ngidol tentang pekerjaan Aldan, baru kutahu sekarang ternyata yang diucapkan Hanum bual semua.Kata Hanum calon suaminya itu pemilik bisnis lab batu permata besar, tahunya bisnis lab itu adalah milik Pak Amet yang tadi kutemui, pantas saja tadi Pak Amet bilang begitu. Hanu ... m Hanu ... m gayamu ampun dah mulai lagi aja bikin bapak geram.Sedang asik mengobrol samar-samar kudengar suara Kak Alfa sedang mengintrogasi Asmi di kamar depan, entah ulah apa lagi yang akan dilakukan Kak Alfamaret, dia itu seperti tidak ada kapoknya.Karena perasaanku semakin gelisah dan tak enak, aku pamit sebentar ke belakang untuk melihat Asmi. Sengaja aku menguping di depan pintu kamar yang masih terbuka sedikit.Di sana ada ibu dan Kak Alfa rupanya, entah kemana Mbak Andin tidak ikut menimbrung mungkin dia masih marah sama Kak Alfa dan ibu karena kejadian tadi siang."Ah Kakak gak percaya itu emas kamu beli sendiri Asmi, bilang aja kenapa sih itu perhiasan rental di mana?" tanya Kak Alfa maksa."Ya Allah Kak Alfa, kenapa sih gak percaya banget sama Asmi? Itu emang perhiasan Asmi yang Asmi beli dulu sebelum nikah.""Serius kamu?"Asmi mengangguk.Kak Alfa dan Ibu lalu duduk di samping Asmi."Punya uang dari mana kamu beli perhiasan? Oh ya, soal sumbangan hajatan itu apa bener itu uang kamu?" Kak Alfa bertanya lagi."Ya bener atuh Kak, emang dipikir uang siapa?""Kali aja uang minjem ke bank," sahut Ibu."Enggak atuh Bu, itu uangnya Asmi nabung sendiri, hasil Asmi bisnis online sejak gadis.""Hah? Hahahha." Ibu dan Kak Alfa malah tertawa."Kamu pikir Kakak buta teknologi? Berapa sih untung jualan online? bukannya untung cape mah iya. Buang-buang waktu juga.""Eh apa jangan-jangan kamu anak orang kaya ya Asmi? Semua uang dan beras serta kambing yang disumbangin itu pasti dari orang tuamu ya?" Kak Alfa bertanya lagi."Ih apaan sih Alfa, mana ada orang tua Asmi kaya, yang ada udah jompo kali, buktinya waktu Asmi nikahan gak ada tuh yang datang ke sini," sahut Ibu kecut."Ya terus kambing sama beras dari siapa dong, Bu?""Itu dari Asmi Kak, Asmi beli sendiri kambingnya, kalau beras paman kebetulan habis panen di desa, karena untung Asmi suruh kirim ke sini." Asmi menyahut."Gara-gara bapak kamu bawa ini anak gak jelas asal usul nya dari mana, kita jadi perlu tanya-tanya begini kayak orang kurang kerjaan, udah ah Alfa Ibu sibuk, Ibu mau ke dapur." Kemudian Ibu bangkit, dari raut wajahnya tampak tak suka sekali Ibu pada istriku."Tunggu sebentar Bu, Alfa belum puas nanya-nanya, kalau Alfa nanya sendiri entar ada Hasan Alfa disemprot lagi, urusannya jadi repot," ucap Kak Alfa sambil menahan Ibu."Udah ah Ibu males."Ibu lalu keluar dari kamar itu, buru-buru aku bersembunyi dan kembali lagi ke dekat pintu saat ibu sudah ke dapur."Kamu bisnis apa Asmi? Jualan online emang gede ya untungnya?" tanya Kak Alfa lagi. Sekarang wajahnya terlihat serius dan kepo."Lihat aja di market place toko Asmi ada di sana kok, nama tokonya LUPABOBO, lihat udah berapa banyak barang yang terjual di toko Asmi." Asmi menjawab dengan wajah yang mulai kesal.Aku buru-buru membuka ponsel dan menekan aplikasi tempat belanja yang biasa kugunakan untuk membeli kaos kaki dan semvak.LU-PA-BO-BO. Ah kenapa namanya mesti begitu sih? Pantesan istriku suka melek terus, apa nama tokonya terinspirasi dari dia yang suka melek terus? Lupa bobo, haha boleh juga.Setelah kuklik tombol pencarian, eh bener aja toko lupabobo milik Asmi muncul paling atas, sudah termasuk best seller dan seller mall. Tapi yang paling mengejutkanku, barang yang Asmi jual per itemnya ternyata sudah mencapai hingga puluhan ribu, sedangkan kulihat di tokonya itu ada sekitar 1000+ barang yang dijualnya.Barangnya macem-macem, dari mulai keset sampe jerami padi pun ada. Buset, ada gitu yang beli? Ada gaes, jerami aja sudah dibeli lebih dari sepuluh ribu kali. Tepok jidat aku melihatnya."Aa di sini?" tanya Asmi, aku tersentak, tak sadar saking asiknya aku melihat-lihat toko online Asmi, orangnya ternyata sudah ada di depanku.Buru-buru aku mematikan ponsel dan memasukannya ke dalam saku kolor."Eh iya Neng, tadi Aa cariin Neng tapi ternyata Neng ada di kamar ini."Asmi menyipitkan mata lalu pergi ke dapur. Sementara aku masuk ke kamar menghampiri Kak Alfa yang juga sedang terkaget-kaget melihat toko online Asmi di ponselnya."Gimana udah percaya 'kan sekarang kalau emas yang dipakai istri Hasan itu bukan emas rental?" Ketus aku bertanya sambil melipat kedua tangan di dada.Kak Alfa lalu nyengir dan memegang kedua bahuku. "Duduk di sini Hasan," ucapnya sambil memaksaku duduk di kasur."Kamu kok gak pernah cerita sih kalau istri kamu punya usaha online besar?""Emang harus ya Hasan cerita?" Aku bertanya balik, sengaja supaya Kak Alfamart itu malu sendiri."Ya 'kan kalau cerita dari awal Kakak gak akan raguin dia San, pasti Kakak terima dia meski dia kelebihan berat badan."Dih, masih aja Kak Alfa itu hina-hina istriku, emang gak ada malunya ini orang, apa mungkin mulutnya itu emang udah lemes dari sananya?"Asmi gak butuh diterima sama Kakak, meski gak diterima sama Kakak pun kami udah punya segalanya," ucapku ketus."Jangan gitu dong Hasan sama sodara, Kakak minta maaf ya kalau kemarin Kakak bikin kamu kesel."Entah kenapa sekarang Kak Alfa jadi baik sekali ucapannya itu. Tapi aku tidak akan semudah itu memaafkan omongannya yang julit itu, dia pikir dia siapa? Setelah hina-hina istriku sekarang minta dimaafin dengan mudahnya, aku cuma manusia biasa choy bukan kinderjoy.Makanya kalau punya mulut itu dijaga bukan dibiarin terbuka, kemasukan setan baru tahu rasa dah tuh."Gak!" tandasku.Karena aku malas akhirnya aku keluar saja dari kamar itu dan mengabaikan Kak Alfa yang tampak sudah menyesal selalu menghina-hina istriku selama ini.Keluar dari kamar itu, aku mencari Asmi ke dapur tapi istriku tidak ada di sana, kemana Neng Asmirandahku? Wah perasaanku kembali tidak enak, akhirnya kucari-cari ia kemana-mana dan untunglah saat lewat depan kamar pengantin aku lihat Asmi sekilas ada di dalam.Rupa-rupanya istriku sedang memberikan kado pernikahan buat si Hanum."Num, Kak Asmi mah gak bisa kasih apa-apa buat Hanum, cuma ini aja nih ada perhiasan sedikit, maaf ya karena kemarin Kak Asmi bingung mau kasih apa buat Hanum," kata istriku seraya memberikan kotak perhiasan bentuk love.Duh kenapa juga Asmi mesti kasih hadiah perhiasan, kalau aku jadi dia mendingan perhiasannya kujual dan kubelikan sprei 50 ribuan juga udah bagus, apalagi kalau gambar bunga seperti yang ibuku suka beli beuh bagus banget meskipun luntur semua pas dicuci.Hanum yang sedang mengobrol bersama Mbak Andin akhirnya menerima kotak pemberian Asmi dan membukanya saat itu juga."Hah? Kak Asmi serius? Ini buat Hanum?" tanya Hanum tak percaya, mulutnya melongo dengan wajah yang berseri-seri.Perhiasan yang ada di dalam kotak itu seperti gelang bertahta batu permata indah, permatanya langsung mengkilap saat lampu menyorot gelang itu, pokoknya mata ini sampe sakit gara-gara lihat kilapan permata itu. Hih lebay banget sih."Serius atuh Num, suka gak?""Suka banget Kak, kok Kakak pun
Aku segera mengejar istriku."Ayo A kita pulang," katanya sambil menyampirkan tas kecilnya di bahu."Loh kenapa, Neng? Ada apa?" Aku bertanya cemas, pasalnya baru kali ini aku melihat Asmi marah dan menangis seperti ini selama kami menikah.Selama ini dia dihina-hina, dicemooh dan lainnya pun Asmi selalu sabar, tapi entah kenapa kali ini saat kak Alfa membahas orang tua Asmi, ia menangis sampai marah begini."Ayo Aa jangan banyak tanya," katanya lagi sambil berusaha menghapus air matanya.Aku buru-buru mengambil kunci motor dan mengejar istriku keluar."Eh ada apa ini? Kenapa Asmi nangis?" tanya Bapak saat kami sudah naik motor."Gara-gara Jak Alfamaret, Pak," jawabku buru-buru, setelah itu aku melajukan motor membawa Asmi pulang.Sampai di kontrakan aku memberinya minum, setelah Asmi tenang aku kembali mengintrogasinya."Neng kenapa? Ada apa tumben Neng nangis begini?" Serius aku bertanya.Istriku menyeka air mata di pipinya. "Neng mah sedih A kalau ada yang bahas-bahas masalah kelua
Asmi menyeka air mata di pipinya."Beneran Aa mau bantu Neng nyari bapak kandung, Neng?""Beneran dong, jangankan bapak yang hanya manusia biasa, alamat yang enggak jelaspun selalu Aa cari-cari sampai dapat.""Alamat siapa?""Alamat yang punya paket dong Neng, Neng lupa ya kalau Aa ini babang kurir?" candaku, Asmi tertawa mendengarnya.Di tengah obrolan kami terdengar suara lagu naik delman diputar, kukira ada odong-odong lewat tahunya ponsel Asmi yang bunyi.'Pada hari minggu kuturut ayah ke kota, naik delman istimewa kududuk di muka.'Aku tepok jidat, kenapa nada deringnya harus naik delman sih Asmiii? Ampun dah."Halo Assalamualaikum Paman, kumaha?" kata Asmi dalam sambungan telepon yang diloudspeaker."Waalaikumsalam Neng, si bapak teh nuju udur ripuh geulis tos 3 dinten dirawat di rumah sakit teu acan aya perobahan, geura uih heula ka lembur sakedap mah karunya bisi aya naon-naon, tenang upami tos silih hampura mah, karunya ongkoh si ibu bisi teu gaduheun kanggo bekel di rumah sa
"Oh ya A, sebelum pulang mampir dulu ke gudang ya, Neng mau pamitan ke pegawe gudang karena mau pulang kampung, siapa tahu kan nanti di sana kita bakal lama," kata Asmi kemudian.Aku manut saja kebetulan juga aku ingin tahu di mana gudang usahanya itu berada.Selesai minum cendol kami segera melaju ke arah Cipondoh di mana letak gudang usaha Asmi berdiri, aku pikir cuma ruko kecil tapi ternyata aku salah, gudangnya cukup besar karena ada dua rolling pintu yang Asmi sewa, saat kulihat dalamnya benar ada 3 orang karyawan di sana, 2 orang perempuan dan satu laki-laki yang sedang jualan live di salah satu market place.Aku sampe geleng-geleng melihat ternyata istriku sehebat itu, bertumpuk-tumpuk barang jualannya ada di ruko sebelah dan sebelahnya ia jadikan kantor admin untuk 3 orang karyawannya itu, Asmi hanya memantau dari jauh lewat hp sejak Asmi menikah denganku, tapi meski begitu Asmi selalu bekerja keras sampai harus begadang tiap malam agar ia bisa mengecek semua laporan yang masu
Malam hari kami naik bus Luragung Jaya pukul 8 malam dari kota Tangerang. Melewati jalan tol Cipali menuju kota Cirebon dan sampai di terminal Kertawangunan Kuningan pada pukul 3 pagi.Aku pikir turun dari bus ini desa Asmi sudah dekat sehingga kami bisa langsung ke sana tapi ternyata kata Asmi kami masih harus melewati jalan desa yang cukup jauh dan berkelok.Karena tidak mungkin kami masuk ke desa pagi buta begini, sebab tidak ada angkutan umum juga akhirnya Asmi membawaku ke tempat paman dan bibiknya dulu di daerah Lebakwangi Kuningan untuk beristirahat.Selepas subuh berjamaah di sebuah saung aku mengobrol dengan pamannya Asmi yang dulu datang ke acara pernikahanku, meski udaranya sangat dingin sebab angin pesawahan tak hentinya menerpa wajah dan kulitku tapi aku sangat senang karena bisa mengobrolkan banyak hal dengan beliau.Beliau bilang Asmi itu adalah pekerja keras, selain usaha onlinenya baru kutahu juga bahwa Asmi adalah juragan sawah di desanya.Hampir semua sawahnya yang
Bu Sarah lalu bangkit dan pergi begitu saja saat melihat Asmi datang ke hadapannya.Asmi segera menyusul dan aku juga mengekor di belakang Asmi."Ibu, Asmi teh hoyong nyuhunkeun hampura, Asmi teu tiasa ningali si bapak sa teu acanna teu aya, Asmi sedih Bu, pamugia si bapak ditampi iman islam na." Begitu kata Asmi dalam bahasa sunda lagi.("Ibu, Asmi teh mau minta maaf, Asmi gak bisa lihat si bapak sebelum beliau tiada, Asmi sedih Bu, semoga si bapak diterima iman islamnya.")Ah lagi-lagi aku harus garuk-garuk kepala, rasanya menyesal aku tidak belajar bahasa Sunda ke si Dadang temen kuliahku di Tangerang. Padahal si Dadang itu pinter, aku malah gaul sama si Jehanex alhasil aku jadi belangsak dan gak tahu apa-apa begini.Tapi meski aku tak mengerti obrolan mereka, aku tetap memperhatikan Asmi dan ibunya di dekat pintu kamar."Ieu Bu, sakedik kanggo ngabantosan kariripuh Ibu sareng kanggo tahlilan bapak."("Ini Bu, sedikit untuk bantu kesusahan Ibu dan buat acara tahlilan bapak.")Asmi
"Cep." Nenek menepuk pundakku."Eh iya, Nek.""Malah bengong. Gimana kabar orang tuamu? Sesekali ajak atuh mereka ke sini, mereka sayang kan sama Asmi?"Aku diam sebentar, gimana ini? Jangankan sayang sama Asmi, nerima aja kagak. Tapi gak mungkin juga kan kalau aku cerita yang sebenarnya? Bisa sedih nanti neneknya Asmi."Sayang kok Nek, mereka sayang sama Asmi, lain kali Acep bawa mereka main ke sini," jawabku akhirnya meski harus berbohong juga.***Esok hari.Sebelum kami pulang esok lusa, Asmi mengajakku ke kota Kuningan. Kata paman aku harus diajak kesana agar aku tahu beberapa tempat di kota Kuningan sekalian beli oleh-oleh untuk ibu dan sodara-sodaraku di Tangerang.Tempat yang pertaman kudatangi adalah mesjid Syiarul Islam, di sampingnya ada taman kota untuk kami duduk santai, berolahraga santai atau sekedar berswafoto. "Neng, kenapa sih kota Kuningan ini julukannya harus kota kuda? Kenapa bukan kota emas? Kan namanya aja udah bagus tuh Ku-ningan yang artinya emas-emas gitulah
"Boleh boleh kalau bayarannya emas gini sih Mbak mau aja, tapi inget, jangan sampe keceplosan omongan lagi!" tegasnya padaku.Setelah mendapatkan apa yang ia mau, Mbak Andin pamit pulang karena katanya mau jemput anak-anak juga di sekolahnya.Huh dasar artis emas terigu, kalo emasnya udah dapet aja langsung dah tuh pergi.Setelah Mbak Andin pulang, cepat aku bertanya, "Neng, kenapa harus kasih emas itu ke mbak Andin sih?""Gak apa-apa A, itu cuma 0,05 gr ini, sisanya juga kan mau kita jual ke Pak Amet kalau kita jadi beli rumahnya."."Iya sih Neng, tapi sebaiknya dilihat aja dulu Neng rumahnya.""Iya tenang, Aa." Setelah beristirahat sebentar di kontrakan, aku pamit untuk masuk kerja. Sebab tidak enak karena aku sudah sering sekali bolosnya. Dan mau tak mau Asmi harus setuju meski katanya masih mau kangen-kangenan.Sampai di kantor ekspedisi aku segera melakukan pendataan alamat paket yang akan kuantarkan, setelah itu barulah aku jalan mengantarkan paket dari satu alamat ke alamat la