Istri Bisu Kesayangan CEO Berandal

Istri Bisu Kesayangan CEO Berandal

Oleh:  Chani yoh  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 Peringkat
28Bab
827Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Savanah yang tadinya akan menikahi Moreno malah berakhir menjadi istri Storm Schaeffer, kakak tiri Moreno yang berandalan dan pengangguran. . Bagaimanakah masa depan pernikahan Savanah dan Storm, si bisu dan berandalan pengangguran? . "Jika kau mau menerima pernikahan ini, aku tidak akan menyia-nyiakanmu sebagai istriku. Aku memang berandalan, tapi aku bukan pengangguran! Mereka hanya tidak tahu bisnis yang kukerjakan. Padahal, mereka membeli dan memamerkan produk yang kuhasilkan sebagai lambang kesuksesan dan prestis mereka." . Lalu apakah bisnis tersembunyi Storm yang tidak seharusnya dipandang sebelah mata? . Ikutin yuks kisah nano-nano mereka!

Lihat lebih banyak
Istri Bisu Kesayangan CEO Berandal Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Chani yoh
sorry dear, bab 11 ternyata mengambil ending bab 10 cukup byk. sdh author revisi sih, tp yg sdh baca mgkn sulit berubah isi bab nya. tp smoga ga bingung ya. ;')
2024-04-26 14:04:15
0
user avatar
Miss Eka
Penasaran Savanah akhirnya bisa ngomong atau ga ya?
2024-04-24 12:41:00
1
28 Bab
01. Karena Dia Bisu
“Hai, Savanah! Heran ya kenapa aku memakai gaun pengantin juga?” tanya Milka dengan senyum manis ketika mereka bertemu tatap di depan pintu gereja. Savanah mengangguk dengan kepala penuh pertanyaan. Sepupunya itu pun kembali mengembangkan senyum dan memutar tubuhnya seakan memamerkan gaun pengantinnya yang berkilauan. “Karena aku akan menikah hari ini!” sahutnya lagi dengan suara yang terdengar begitu riang. Savanah terhenyak. Milka akan menikah? Di hari yang sama dengan pernikahannya dengan Moreno? Kenapa mendadak seperti ini? Karena bisu dan Milka tidak mengerti bahasa isyarat, Savanah pun menggerakkan jarinya dengan sederhana, bertanya, “Kau akan menikah dengan siapa?” Senyum centil Milka mengembang semakin lebar dengan sepasang matanya memutar genit. Ketika dilihatnya Moreno muncul dari sudut ruangan, Milka cepat memanggil pria itu agar datang padanya. Savanah semakin heran dengan rasa hati yang mulai berfirasat tak enak. ‘Kenapa Milka memanggil Moreno? Moreno kan calon sua
Baca selengkapnya
02. Aku Menerimanya!
Savanah makin terhenyak. Storm bersedia menikahinya? Savanah memang cukup mengenal Storm karena pria itu adalah kakak tiri Moreno. Tapi hanya itu saja. Mereka tidak pernah berinteraksi sebelum ini. Masalah lainnya lagi, Storm Schaeffer tidak terkenal karena prestasinya, tapi karena wataknya yang meledak-ledak. Menyinggung seorang Storm sama dengan menawarkan diri menjadi samsak bagi pria itu. Bahkan saat ini pun, Savanah bisa melihat bagaimana tampilan Storm sangat cocok dengan julukan yang disematkan padanya. Berandalan. Tubuh Storm yang tinggi dan kekar ditunjang dengan wajahnya yang memetakan kekerasan hati. Dengan rambut setengah gondrong, serta kemeja lengan panjang yang bagian lengan digulung sampai siku, tapi dikenakannya tanpa dimasukkan ke dalam celana jeans-nya, Storm jauh dari kata rapi. Apalagi saat Savanah menatap bagian depan kemejanya. Tiga kancing bagian dadanya dibiarkan terbuka begitu saja. Tidak bisakah dia merapikan dirinya dulu sebelum datang ke tempat sepe
Baca selengkapnya
03. Menjadi Buah Bibir!
“Kau lihat tadi? Pengantin wanitanya diganti. Si bisu malah menikah dengan putra haram Braxton Dyazz yang berandalan dan pengangguran. Sungguh kasihan!” “Ya, kau benar. Tapi dari dulu aku sudah tak percaya jika Miranda akan benar-benar merestui putra satu-satunya menikah dengan Savanah yang bisu. Kau tahu kan, Moreno itu ahli waris mereka.” “Ck! Tentulah, seorang Miranda mana mungkin menerima menantu cacat seperti itu. Aku tidak terlalu terkejut saat tadi melihat Savanah malah menikah dengan si pengangguran yang berandal itu. Mereka memang pasangan yang cocok.” Savanah terhenyak ketika sayup-sayup mendengar bisik-bisik orang-orang itu. Hatinya kembali tergores ketika dia disebut sebagai si bisu, lalu dianggap cocok menjadi istri dari Storm hanya karena Storm berandalan dan pengangguran. Begitu pun sebaliknya. "Astaga mulut mereka itu, benar-benar ya?!" Brianna, rekan kerja Savanah di Paradise Cakery, sebuah toko kue terbesar dan paling terkenal di kota mereka, tiba-tiba saja sud
Baca selengkapnya
04. Ajakan Bertemu!
“Aku tinggal di rumah reyot ini. Maaf kalau tempatnya berantakan. Aku sungguh tidak menduga jika hari ini aku akan menikah.” Sepulang dari prosesi pernikahan, Storm membawa Savanah melintasi jalanan yang mengarah ke mansion utama keluarga Dyazz. Sepanjang jalan, Savanah sempat gelisah mengira Storm pun tinggal di mansion keluarga Dyazz. Tapi ternyata, sebelum mencapai mansion keluarga Dyazz, Storm membelokkan mobilnya menuju perkebunan terbengkalai dan berhenti di depan sebuah rumah kayu yang disebutnya rumah reyot. Savanah merayapkan tatapannya pada rumah kayu di hadapannya. Memang tampak sederhana, tapi baginya tidak reyot sama sekali. Bisa dia lihat bahwa rumah itu terbuat dari kayu mahoni kualitas terbaik. Susunan kayu yang terpasang sangat teratur dan rapi. Savanah bisa melihat teknik pembangunan rumah yang bukan asal-asalan. Tiba-tiba saja ekor gaunnya terasa ringan. Ternyata Storm sudah berada di belakangnya dan mengangkat ekor gaunnya agar dia bisa melangkah lebih mudah.
Baca selengkapnya
05. Beraninya Mereka!
Langit sudah berwarna keoranyean ketika Savanah melintasi jalan setapak dari pekarangan rumah Storm hingga ke teras belakang mansion keluarga Dyazz. Angin malam yang dingin pun mulai membelai kulit Savanah dan meninggalkan jejak dingin yang cukup menusuk. Beruntung jalan setapak yang dilalui Savanah berupa tanah yang kering dan solid. Ketika akhirnya Savanah tiba di teras belakang mansion keluarga Dyazz, langit sudah semakin temaram. Penerangan kini mengandalkan sinar rembulan, lampu taman, serta lampu teras. Savanah sudah menunggu lagi selama lima menit dengan berjalan pelan, bolak balik di teras belakang mansion keluarga Dyazz. Tunggu ditunggu, Milka tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. 'Ke mana sih Milka? Dia yang mengajak bertemu tapi tidak muncul-muncul?' Menyesal rasanya karena Savanah meninggalkan ponsel di rumah. Tadinya dia berpikir dia sudah membalas dengan ‘Oke’ pada ajakan bertemu dari Milka. Seharusnya balasannya itu cukup membuat Milka menunggu di titik pertem
Baca selengkapnya
06. Memulai Malam Pengantin?
Savanah sungguh tak menyangka jika reaksi Storm akan seperti itu. Dia sendiri pun sampai terlonjak kedua bahunya akibat hantaman tangan besar Storm ke meja. Lalu Savanah cepat-cepat mengetik lagi di ponselnya: [Itu hanya dugaanku saja. Bisa saja itu terjadi karena ketidaksengajaan.] Storm membaca lalu mengernyit lebih tak suka lagi. “Tidak sengaja bagaimana? Kamar Moreno itu ada di lantai tiga! Sedangkan di dekat teras adalah kamar kosong yang tak terpakai!” Suara Storm masih terdengar gusar. Tapi kata-katanya membuat Savanah mematung. Benarkah? Itu hanyalah kamar kosong? Jika iya, berarti ... Savanah mengetik lagi: [Berarti Milka memang sengaja?] “Menurutku begitu. Huh, sangat kurang ajar! Kau tenang saja, Savanah, aku akan membuat perhitungan dengannya!” Savanah: [Tidak perlu, Storm. Biarkan saja.] “Bagaimana bisa biarkan saja? Sekarang kau adalah istriku. Tidak akan aku biarkan siapa pun mempermainkanmu!” Savanah terpana melihat keseriusan wajah Storm. Baru kali ini dia m
Baca selengkapnya
07. Suara yang Seksi!
Storm ternyata hanya menyentuh helaian rambut Savanah yang turun dan menutupi sebagian wajahnya, untuk menyelipkannya ke belakang telinga Savanah. ‘Eh? Di- dia hanya berniat merapikan rambutku saja?’ Savanah pun mengangkat wajahnya penuh tanya. Terasa beberapa detik lamanya, Storm terpaku di wajah Savanah. Tanpa sadar, gadis itu merona malu. Baru setelah itu, Storm menegakkan tubuhnya dan berdeham ringan. Dia terlihat kikuk dan salah tingkah. “Ehm! Sudah malam, kau tidurlah di tempat tidur. Seprai sudah kuganti yang baru. Aku akan tidur di sofa. Mengenai ... ehm ... malam pengantin kita ... aku rasa ... kau pasti belum siap, jadi aku tidak akan memaksamu selagi kau belum siap.” ‘Apa? Storm ingin menunda malam pengantin ini? Ini sungguh berkah luar biasa!’ Savanah sangat lega tidak perlu memulai malam pengantin bersama Storm malam ini. Setidaknya, dia memiliki waktu lebih banyak. Setelah Savanah diam-diam mengembangkan senyumnya, dia baru menyadari bahwa Storm menunjuk sofa butu
Baca selengkapnya
08. Moreno Gemetar
Dua pelayan yang membukakan pintu terlihat kocar kacir berlari ke dalam untuk melakukan apa yang Storm katakan. Savanah melihat mereka berdua dan merasa kasihan. Dua pelayan itu tampak ketakutan karena gertakan Storm. Savanah jadi melirik Storm lagi. Ingin melihat reaksi pria itu. Tapi Storm terlihat amat serius. Savanah pun ikut merasa gugup dan cemas. Dia sungguh tak menyangka permintaannya mengambilkan koper dilaksanakan Storm dengan cara sebrutal ini. “Aduh! Apa yang kau lakukan? Kenapa lari seperti dikejar setan? Jalan yang benar!” Auman marah dari dalam rumah terdengar. Itu suara Moreno! Deg! Jantung Savanah berdetak dua kali lebih kencang ketika mendengar suara Moreno. Dia gugup, karena dia kini datang bersama Storm. Lalu, terlihat olehnya, Moreno menoleh dan mendapati dirinya bersama Storm. Wajah pria itu, yang tadinya marah pada pelayan, kini tampak terbelalak. “Hei! Ada apa kau ke sini, huh?!” teriaknya marah pada Storm. Savanah kembali terkejut. Kenapa mereka lan
Baca selengkapnya
09. Tatoo, Pancake, and ...
Ketika tiba kembali di kamar mereka, Savanah sudah merasa lelah dan teramat mengantuk. Rasanya sekali menyentuh kasur, dia akan langsung terlelap begitu saja. Savanah merapikan sebentar isi kopernya, mengeluarkan baju kerjanya, lalu mengecas ponselnya. Setelah itu, barulah dia menuju tempat tidur. Savanah sempat mengungkapkan pada Storm untuk tidur di tempat tidur, tapi selalu pria itu menjawabnya bahwa lebih baik dia di sofa saja. Savanah menghela napasnya. Entah dia harus merasa lega karena tak terbebani malam pengantin yang dia sendiri belum siap, atau dia harus berpikiran bahwa Storm benar-benar tidak tertarik padanya. Tapi jika Storm tidak tertarik padanya sedikit pun, kenapa pria itu mau menikahinya? Apakah Storm murni hanya ingin menolongnya saja di saat Moreno membuangnya karena bisu? Fiuuuh, entahlah. Savanah merasa tidak ingin memikirkannya lagi. Semakin dia pikirkan, semakin dia penasaran, tapi juga rasa insecure nya pun makin bertambah. 'Bagaimana jika storm menika
Baca selengkapnya
10. Storm Menabrak Moreno?
“Kenapa kau menganga seperti itu? Kalau ada lebah lewat, mereka bisa masuk berombongan lalu membuat sarang di amandelmu!” kata Storm yang sontak langsung membuat Savanah mengatupkan mulutnya. Wajahnya langsung merah padam mendengar kata-kata Storm. Pria itu menganggap mulutnya sarang bagi lebah? Hm, sedikit keterlaluan! Savanah menahan rasa malunya dengan mengetik di ponsel: [Aku mencarimu di dalam rumah, tapi kau tidak ada. Ternyata kau di sini.] Storm membaca dengan cepat di dalam hatinya, lalu mengangguk. “Iya. Setiap pagi aku di sini. Olahraga. Hmm ...” Pria itu lalu mengamati penampilan Savanah dari atas sampai bawah, lalu berkata lagi, “kau mau pergi kerja?” Savanah mengangguk. “Biar kuantar. Aku mandi sebentar. Tidak akan lama.” Savanah ingin bertanya lagi, tapi Storm sudah melesat masuk ke dalam rumah. “Ada pancake di atas meja. Kau bisa memakannya sambil menungguku!” serunya lagi ketika dia melewati pintu rumah. Savanah pun tersenyum sambil melihat tingkah Storm yang
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status