Share

07. Suara yang Seksi!

Storm ternyata hanya menyentuh helaian rambut Savanah yang turun dan menutupi sebagian wajahnya, untuk menyelipkannya ke belakang telinga Savanah.

‘Eh? Di- dia hanya berniat merapikan rambutku saja?’

Savanah pun mengangkat wajahnya penuh tanya. Terasa beberapa detik lamanya, Storm terpaku di wajah Savanah. Tanpa sadar, gadis itu merona malu.

Baru setelah itu, Storm menegakkan tubuhnya dan berdeham ringan.

Dia terlihat kikuk dan salah tingkah.

“Ehm! Sudah malam, kau tidurlah di tempat tidur. Seprai sudah kuganti yang baru. Aku akan tidur di sofa. Mengenai ... ehm ... malam pengantin kita ... aku rasa ... kau pasti belum siap, jadi aku tidak akan memaksamu selagi kau belum siap.”

‘Apa? Storm ingin menunda malam pengantin ini? Ini sungguh berkah luar biasa!’

Savanah sangat lega tidak perlu memulai malam pengantin bersama Storm malam ini. Setidaknya, dia memiliki waktu lebih banyak.

Setelah Savanah diam-diam mengembangkan senyumnya, dia baru menyadari bahwa Storm menunjuk sofa butut yang berada di belakang tubuhnya.

Savanah terkesiap. Storm mau tidur di sofa?

Jarinya sontak bergerak dengan cepat menyatakan kata-kata yang tak terucapkan olehnya.

'Kau mau tidur di sofa? Mana boleh begitu? Ini kan rumahmu, aku tidak masalah kalau harus berbagi tempat tidur denganmu. Lagipula, kita sudah suami istri sekarang ini. Eh tapi, aku memang belum siap untuk melakukan malam pengantin bersamamu.

Aku berterima kasih karena kau bersedia menangguhkan malam pengantin kita. Tapi sungguh, aku tidak apa-apa jika kau tidur di sebelahku.

Mana tega aku membiarkanmu tidur di sofa? Apalagi ukuran sofa standar begitu, sedangkan tubuhmu tingginya di atas rata-rata. Bisa-bisa besok pagi kau bangun tubuhmu pegal dan linu semua!'

Selesai Savanah berkata-kata lewat gerakan jarinya, Storm terlihat terkesima di tempatnya. Tatapannya terperangah mengunci wajah Savanah.

Savanah pun begitu menyadari keterpakuan Storm dan ikut terkesiap.

Jarinya berkata-kata lagi, tapi kali ini bukan menggunakan bahasa isyarat.

Dia hanya berkata secara sederhana lewat jarinya, menunjuk tempat tidur, lalu menunjuk Storm, lalu Savanah memberikan isyarat ‘OKE’ dengan tiga jari terakhirnya.

Storm akhirnya mengerti bahwa Savanah menyatakan bahwa tidak apa-apa jika dia ingin tidur di tempat tidur bersama-sama dengannya.

Wajahnya tiba-tiba mengencang. Lalu katanya pada Savanah, “Oh, ehm, tidak apa-apa aku di sofa saja. Aku takut kau terganggu dengan gerak tidurku.”

Selepas mengatakan itu, Storm keluar kamar. Savanah pun menghela napasnya.

Entahlah ... aura yang ditimbulkan Storm dengan berada di dekatnya sangatlah aneh. Dia jadi gugup, tapi juga penasaran.

'Fiiuuuuh ... pikir apa aku ini? Lebih baik aku tidur. Eh, tapi gimana dengan koperku? Apalagi charger pun ada di dalam koper. Tidak mungkin besok pergi kerja tanpa HP yang memadai.'

Teringat kebutuhannya yang mendesak, Savanah pun bergegas keluar, mengejar Storm.

                ***

“Kopermu di rumah mereka?” tanya Storm dengan mengernyitkan kedua alisnya.

Alis yang tebal dan menukik seperti samurai itu terlihat semakin menukik tajam saat memahami apa permintaan Savanah.

“Biar kuambilkan kalau begitu. Kau ... tunggulah di rumah. Tidak apa-apa kan sendirian? Aku tidak akan lama.”

Savanah ingin mengangguk. Tapi tiba-tiba saja angin dingin menerjang masuk lewat jendela yang masih terbuka meski tidak lagi lebar seperti saat siang hari.

Embusan angin dingin membuat bulu kuduk Savanah meremang dan tanpa sadar dia merinding.

Semua itu tertangkap penglihatan Storm. Pria itu pun akhirnya meletakkan tangannya di punggung Savanah dan berkata, “Ikut saja kalau begitu.”

Savanah pun mengangguk.

Dengan penerangan sinar rembulan yang minim, Storm menuntun Savanah melewati jalan setapak di sana menuju pekarangan belakang rumah ayahnya.

“Awas, sebelah sini semaknya tebal dan tajam,” kata Storm seraya menarik pergelangan tangan Savanah agar gadis itu bergeser sehingga terhindar dari semak belukar yang dikatakannya tadi.

Savanah menuruti begitu saja. Dia benar-benar buta jalanan di malam hari seperti ini.

Sungguh tak terbayangkan olehnya selama ini Storm bisa tahan tinggal di tempat seperti ini, sesepi ini, jauh dari perumahan yang lain, hanya seorang diri?

Savanah bergidik ngeri membayangkannya. Dia takkan tahan tinggal seorang diri di tempat seperti ini.

Setelah menghindari tajamnya semak belukar yang dikatakan Storm tadi, ternyata pegangan tangan Storm di pergelangan tangan Savanah tidak dia lepaskan.

Sisa perjalanan mereka pun dilalui dengan tangan Storm memegangi pergelangan tangan Savanah.

Heran bagi Savanah, semua itu menghadirkan rasa hangat.

Ketika akhirnya tiba di pekarangan belakang, penglihatan mereka jauh lebih baik karena ada banyak lampu di sekitar sana.

Storm terus menuntunnya hingga ke pintu belakang rumah itu.

Tok tok tok!

Strom mengetuk dengan kuat. Savanah sendiri terkejut akan suara ketukan Storm.

Bunyinya seakan mereka telah mengetuk berpuluh-puluh kali tapi tetap tidak ada yang membuka pintu.

Padahal, pada kenyataannya ketukan itu barulah yang pertama kali.

'Mungkin memang Storm seperti itu. Dia kan berandal.'

Savanah ikut menunggu tapi pintu tak juga terbuka.

Tok tok tok!

Storm kembali mengetuk dengan kekuatan yang sama seperti tadi.

Baru tiga detik tidak dibukakan, Storm mulai mengetuk lagi lebih brutal dari sebelumnya.

Dug dug dug dug dug dug dug dug dug!

Dua detik berdiam, dia kembali mengetuk dengan intens dan brutalnya.

Dan ternyata, pintu akhirnya dibuka dengan dua wajah pelayan yang terlihat dari balik pintu. Keduanya tampak cemas dan pucat.

Namun, tanpa berbelas kasih, Storm menyecar mereka, “Lama sekali kalian ini!”

Savanah cukup terkejut. Dia menoleh dan melihat pria itu ternyata melayangkan tatapn tajam nan sengit pada dua pelayan yang membukakan mereka pintu.

Lalu ...

Brak!

Storm menggebrak pintu dengan telapak tangannya. Jangankan pelayan, Savanah saja terkejut hingga kedua bahunya terlonjak. Begitupun dua pelayan yang membukakan pintu itu.

Mereka terlonjak hebat.

Lalu suara mengancam Storm terdengar lagi, “Aku datang mau mengambil koper istriku! Cepat ambilkan dan berikan kopernya padaku!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status