Savanah akhirnya menyimpan ponselnya ke dalam tas. Perjalanan menuju Paradise Cakery pun jadi sunyi dan sepi.
Wajah Storm terus berfokus pada lampu lalu lintas yang mereka lewati.
Melihat itu Savanah jadi teringat pada jepretan blits kamera saat Storm melanggar lampu merah kemarin.
‘Oh, mungkin Storm hanya tidak ingin kembali mengulangi kesalahan kemarin. Pikirannya pastilah penuh beban dengan surat tilang yang sebentar lagi akan diterimanya. Mungkin karena itu juga dia tak menggubris kata-kataku tadi.’
Savanah menghibur dirinya sendiri agar tidak terlalu kecewa hanya karena Storm tidak menyahuti kata-katanya tadi. Ketika tiba di parkiran Paradise Cakery pun Savanah langsung membuka seat belt dan membuka pintu.
Melihat itu, Storm gegas melompat turun dan memutar ke arah Savanah. Tepat saat Savanah mulai menjulurkan kakinya untuk menapak turun, tangan Storm sudah terulur untuk Savanah jadikan pegangan.
‘Trims, Storm
BRIANAAAAAAA ...!Nama itu bergema dan memantul-mantul dalam benak Savanah. Andai dia bisa menyuarakannya, dia pasti sudah meneriaki sahabatnya itu untuk segera diam.Sungguh setiap kata yang Briana ucapkan membuat dia dalam posisi memalukan.Namun, Savanah juga sadar semua itu hanyalah candaan belaka.Dan memang seperti itulah dia.Urgh!Savanah akhirnya hanya mampu memelototi Brianna yang masih juga tampak menyengir seolah tanpa dosa sama sekali.Melihat cengiran Brianna, hati Savanah terasa geram. Dia tahu dengan jelas bahwa Brianna sedang mengolok-oloknya.Dengan segala kekesalannya, ketika Brianna memandang ke arah lain, Savanah cepat-cepat menyambar sebotol krim kocok di sudut mejanya, menuangnya di tangan, lalu dia gegas menghampiri Brianna.“Lho kenapa, Sav? Ada apa?” tanya Brianna tanpa curiga.Savanah berhenti tepat di depan Brianna dengan tangannya dia letakkan di belakang tubuhnya, menyembunyikan krim di telapak tangannya.“Kenapa ya?” tanya Brianna masih tak menduga jika
“Jangan sembarangan bicara!” hardik Brianna sembari memelototi Milka. Tapi Milka pun tak mau kalah. Dia berkacak pinggang lalu balas menghardik Brianna. “Aku tidak sembarangan bicara! Moreno sendiri yang memberitahuku! Seperti dugaanku bukan? Mobil yang dibawanya itu hasil pemberian orang lain! Tidak mungkin dia membelinya sendiri! Huh, pantasan bisa membawa mobil bagus!” Milka membuang wajah sembari mendengus sinis. Tiga antek-anteknya di belakang Milka ikut mendengarkan dengan seksama. Clara pun akhirnya menambah minyak di api. “Ya, namanya juga pengangguran, pastilah mencurigakan kalau sampai bisa membawa mobil yang harganya segitu! Ternyata benar kecurigaan kita. Mobil itu bukan hasil keringatnya sendiri!” “Hahahha! Dari awal juga sudah bisa ditebak bukan? Mobil itu lebih mahal dari mobil Moreno. Ya kalau bukan hasil curian pastilah hasil pemberian orang lain! Dan ternyata benar! Tidak terkejut juga sih!” Reese pun menambahkan. Lalu Freya ikut berkomentar, “Untung kau bisa me
Brianna lagi-lagi mempermainkan Savanah. Dia cepat-cepat pulang membiarkan Savanah penasaran dengan segala pertanyaan menggantung di benak. Masih sempat teringat oleh Brianna saat dia diam-diam mengintip Savanah di cafe sedang memesan kue untuk dibawa pulang. Brianna berjinjit pelan lalu mengarah ke pintu samping tempat keluar masuknya staff. Cepat-cepat Brianna menuju mobil lalu tancap gas dari sana. Dia tidak akan mau memberitahu Savanah kenapa dia bisa seyakin itu tentang Storm. Biarlah Savanah penasaran dengan semua itu. Selain menurut Brianna ini hal lucu melihat Savanah penasaran akut, juga karena dia merasa bukan hak dan urusan dia untuk mengatakan apapun tentang Storm. Tak berapa lama, ponselnya berbunyi dan ternyata pesan dari Savanah. [Kenapa kau sudah pulang? Kau sengaja menghindariku? Aku jadi semakin yakin ada yang kau ketahui tentang Storm tapi sengaja kau menyembunyikannya dariku! Aku bahkan bisa mencium bau sumsung tulang belakang panggang dari punggungmu!] Brian
Sebelum Liora menyelesaikan ucapannya, terdengar erangan panjang dari dalam.Storm langsung menyeruak masuk dan menuju sumber suara. Di saat itu, Liora juga langsung berlari masuk lagi disusul Savanah.Storm sudah berada di kamar orang tua Savanah ketika Liora dan Savanah berhasil menyusulnya.“Zach!” seru Liora menghambur masuk begitu dia tiba di sana.Savanah yang di belakangnya pun tak kalah terkejut.Ayahnya terkapar di lantai dengan kursi di sampingnya ikut terjerembap.Yang lebih mengiris hati adalah ekspresi Zach yang terlihat tak bisa bicara bahkan menggerakkan anggota tubuhnya.“Kita harus membawanya ke rumah sakit,” kata Storm sembari memapah Zach agar bisa duduk.“Ayo kita bawa dia,” ucap Liora dengan suara yang lirih. Kesedihan dan kekhawatiran tak bisa dia sembunyikan dari wajahnya.Zach sedang mengeluhkan tubuhnya yang terus terusan lemas dengan tangan yang terasa seperti
“Aku berterima kasih dengan tawaranmu menyewa perawat pribadi untuk ayahku. Tapi aku tidak bisa terus membebanimu, Storm. Biarkan nanti aku mengganti tarif sewa perawat serta makan malam tadi. Jangan kau terus yang membayarnya.” Suara AI bergema dari ponsel Savanah ketika mereka telah berada di kamar. Savanah duduk di ranjang dan Storm di sofa tempatnya tidur. Kedua alis Storm mengernyit heran saat mendengar ucapan Savanah dari aplikasi ponsel. Lalu Storm menggeleng. “Tak perlu. Aku sudah mengatakan aku yang membayar, maka aku yang akan membayarnya.” Cepat-cepat Savanah mengetik lagi, “Tapi, sudah banyak sekali pengeluaranmu. Belum lagi kasus tilang kemarin. Please biar aku yang membayar tarif perawat untuk ayahku. Kau kan masih harus membayar tilang.” “Tak usah kau pikirkan juga tentang tilang. Aku sudah meminta orang untuk mengurusnya. Tenang saja.” Savanah terhenyak. Lalu cepat mengetik lagi. “Orang? Maksudmu orang yang mengurusnya itu bagaimana? Kau menyuap? Atau kau menganc
LIora: [Daddy sudah diperbolehkan pulang, Sav. Nanti sore kau dan Storm mampirlah ke sini.] Savanah: [Baik, MOm. Nanti sore kami akan ke sana.] Pesan dari ibunya cukup membuat Savanah tenang dan lega. Setidaknya ayahnya sudah di rumah dan ada yang mengurusnya. Langkah kakinya menyusuri halaman samping Paradise Cakery pun terasa lebih ringan. Apalagi setelah turun dari Jeep milik Storm, kata-kata Storm terus menggema di kepala Savanah. Sore nanti ada kejutan lain menanti? Kejutan apa lagi? Satu set lengkap oven dengan merk ternama saja sudah membuat jantungnya meloncat hingga menubruk langit hatinya, kini Storm masih menjanjikan kejutan lainnya? Tanpa kejutan pun pertolongan Storm untuk menyediakan perawat bagi ayahnya sudah dirasa Savanah teramat berarti. Savanah tak bisa menampik dia sangat tersentuh plus kegirangan saat ini. Apalagi Storm sudah menyatakan bahwa semua pemberiannya bukanlah berasal uang haram. Dan walaupun Storm tidak mengiyakan bahwa dia memiliki pekerjaan
“Iya juga ya. Kalau sudah hamil ya harusnya sudah dekat dari lama. Kenapa Brianna menggodanya seperti itu?”Di saat Freya dan Reese berspekulasi sendiri, Clara menambahi, “Ya namanya juga gatal dan murah. Perpaduan dua itu tidak perlu kedekatan hubungan untuk bisa bersatu tubuh!”“Oh, begitu kah?”“Ya iya lah! Masih pakai tanya!”Mendengar itu, Milka mendekati mereka lalu berbisik, “Bukan seperti itu juga kok!”“Loh lalu?”Semakin dekat ke telinga tiga teman-temannya itu, Milka juga menambah intens bisikannya. “Aku baru mendengar ini dari adik iparku semalam! Dia itu ternyata hamil dengan pria lain. Pria tak dikenalnya. Makanya kakak tiri Moreno yang urakan itu yang terpaksa bertanggung jawab!”Freya, Reese, dan Clara terkesiap dengan wajah shock. Mereka menatap Milka lalu gegas menatap Savanah yang sibuk mengaduk tepung.Sungguh mereka tak menyangka jika Savanah bisa seperti itu!Hamil dengan pria tak dikenal? Itu jauh lebih buruk dari hamil dengan kekasih sebelum menikah!
Masih dengan ponsel yang menyuarakan suara AI yang super datar, Savanah berkata lagi, “Aku tidak percaya! Di dunia ini, kau sudah merebut milikku. Sekarang, aku dikatakan seperti ini, kau lah yang paling mungkin menyebarkannya!”“Hei, Savanah! Jangan asal menuduh! Coba sekarang kau tanyakan mereka, apa mereka mendengar semua itu dariku? Apa aku yang menyebarkannya?!”Milka menunjuk tiga pengikutnya itu. Clara menggeleng dengan cepat karena dia pengikut sejati Milka. Apapun yang Milka katakan, dia akan mensuport tanpa pamrih. Sekalipun di saat seperti ini, Milka jelas-jelas menggunakannya sebagai tameng, Clara tetap mensupportnya.Tapi Freya dan Reese jelas terkejut mendengar ucapan Milka. Jelas-jelas tadi Milka sendiri yang membisikkan isu kehamilan Savanah ini pada mereka. Bahkan dari beberapa hari lalu, Milka juga yang mengatakannya pertama kali.Namun saat ini, pelototan mata Milka begitu mengerikan sehingga Freya dan Reese tak berani berkata yang sebenarnya. Apalagi Clara terlihat